BAB 8

7.8K 785 52
                                    

Senin adalah hari yang sibuk untuk semua pekerjaan, tak terkecuali sebagai seorang dokter. Jennie bangun sangat pagi - menjadi lebih pagi dari tunangannya di hari Senin - sarapan seadanya setelah itu langsung berangkat bekerja.

Untuk dokter bedah sendiri, kendati pagi ini tidak memiliki pasien sebanyak dokter umum, semua ruangan cukup sibuk. Jennie sudah biasa menghadapi kesibukan di pagi hari.

"Iya, keren sekali pasien yang baru masuk!"

"Aku tahu! Ya Tuhan, apakah dia sebenarnya titisan dewa?"

"Mungkin. Kau lihat senyumnya tadi? Ya ampun."

Suara-suara itu agak mengganggu hingga Jennie yang tengah mengecek beberapa pasiennya pun berhenti melangkah. Dia tidak pernah penasaran dengan pembicaraan orang lain.

Tapi entah bagaimana, dia kini penasaran pada apa atau siapa yang sedang mereka bicarakan.

"Permisi? Apakah kalian semua tidak bekerja?" Tanya Jennie menatap para perawat yang masih saling berbisik itu.

Ketiganya berhenti bicara, menoleh dan terkejut karena rupanya sang dokter berbicara dengan mereka.

"Ah, dokter! Sebenarnya ada pasien untukmu. Dia baru saja datang karena kecelakaan motornya. Sepertinya kakinya terluka cukup parah. Bisakah kau memeriksanya?" Salah satu perawat mengangkat suaranya.

Jennie mengangkat alisnya tapi akhirnya mengabaikan rasa penasaran itu dan mengangguk.

"Oke, tunjukkan dimana." Perintah Jennie.

Salah satu perawat mengambil file di tangan sambil berjalan ke salah satu dari banyaknya ranjang yang berjajar di ruang tersebut. Mendatangi tempat di ujung, sang perawat membuka tirai hingga Jennie dapat melihat pasiennya.

Mata Jennie melebar karena dia mengenal siapa yang sedang berbaring itu.

"Lisa?"

Sang pasien tampak meringis. Kakinya sudah di obati, dokter junior yang tengah memeriksa keadaan Lisa pun menoleh. Dia menunduk pada Jennie sebelum menyingkir.

"Apa yang terjadi? Kenapa seperti ini? Astaga, kecelakaan motor?" Tanya Jennie sedikit panik.

Sebagai dokter yang sudah menangani banyak pasien, tentunya panik bukanlah sikap yang profesional. Tapi melihat luka di kakinya, tangan bahkan sisi wajahnya, Jennie cukup menahan nafas.

Wajahnya tidak terlalu parah, begitu juga bagian tangannya. Tapi kakinya terluka. Bagian bawah lututnya terbuka, daging putihnya terlihat, Jennie bisa merasakan sesakit apa luka itu.

"Sepertinya pergelangan kakinya patah, dan bagian bawah lututnya perlu segera di jahit, lukanya cukup dalam." Beritahu sang junior pada Jennie.

"Terima kasih, Mark. Aku akan menangani sisanya. Perawat, bisa sediakan beberapa peralatan untuk membersihkan lukanya terlebih dahulu?" Perintah Jennie, tatapannya masih tertuju pada Lisa yang kini menatapnya.

"Baik, dokter."

Mark dan perawat tersebut menghilang, meninggalkan mereka berduaan. Tangan Jennie meraih wajah Lisa dengan hati-hati, mencondongkan untuk memeriksa bagian lukanya.

Mata Lisa agak bengkak karena luka itu. Jennie menyentuhnya perlahan dan Lisa langsung meringis.

"Sakit sekali." Gumam Lisa. Suaranya kini tampak lemah.

"Aku mengerti. Bertahanlah. Bagaimana tanganmu? Kau bisa menggerakkannya?"

Lisa menggelengkan kepalanya dengan sangat hati-hati.

"Aku takut untuk bergerak."

Lisa tampak rapuh dan Jennie hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kecil untuk menenangkan.

JENLISA - THERAPIST [GIP] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang