BAB 9

8.4K 752 71
                                    

Khawatir dan panik ialah perasaan campur aduk yang di rasakan Jennie begitu dia bangun tidur. Bagaimana tidak? Dia di bangunkan oleh telepon dari Lisa dan dia melihat ada lima panggilan tak terjawab dari Lisa beberapa saat yang lalu.

Biasanya, Jennie akan selalu bangun ketika mendengar deringan telepon tapi bagaimana bisa dia melewatkan panggilan Lisa?

Dalam kepanikannya, Jennie berlari ke kamar mandi dan mengunci pintu di belakang. Dia mondar mandir di depan cermin kamar mandi, menunggu Lisa menjawabnya.

"Halo?" Jennie berujar panik ketika Lisa menjawab panggilannya.

"Hei, selamat pagi." Lisa menjawab, suaranya terdengar menyeringai.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Jennie berbisik bingung. Suara Lisa tidak menunjukkan ringisan kesakitan.

"Ya. Hanya saja tadi aku berpikir apakah aku perlu meneleponmu atau tidak. Aku terus memikirkan itu berulang kali. Setiap deringan pertama, aku langsung menutup telepon. Jadi, ya."

Ah, itu menjelaskan mengapa ada lima panggilan tidak terjawab dari Lisa. Astaga, Jennie menghela nafas lega. Setidaknya, bukan hal buruk yang dia dengar dari wanita itu.

"Jadi selain karena kamu berpikir apakah kamu perlu meneleponku sepagi ini, apa ada sesuatu yang terjadi?" Jennie duduk di kloset yang tertutup.

"Aku lapar."

Nada itu keluar dengan sangat pelan, kecil, ketakutan, seperti anak kecil yang meminta permen pada seorang ibu.

Jennie terdiam sebelum tawa lembut keluar dari belah bibirnya. Ya ampun, jadi itu sebabnya Lisa menelepon?

"Kamu mau pancake?" Tanya Jennie dengan lembut, nada penuh pengertian dan perhatian yang tidak dia sadari.

"Strawberry?"

"Tentu. Aku akan buatkan untukmu. Berbaringlah, tunggu aku sebentar. Aku akan buat secepatnya dan pergi ke tempatmu sebelum aku berangkat kerja, oke?"

"Oke!" Lisa menjawab dengan penuh semangat. "Terima kasih banyak. Aku menunggumu. Hati-hati berkendara."

Oh, ya. Ada sesuatu hangat mengalir menuju hatinya ketika Lisa mengingatkan Jennie untuk berhati-hati. Itu sederhana, tapi bahkan Taehyung sendiri jarang sekali melakukan itu.

"Oke. Aku akan menutup teleponnya."

Lisa hanya bergumam dan panggilan tertutup setelahnya. Jennie menghela nafas dan menatap pantulan dirinya di cermin.

Sesaat, dia tak percaya melihat betapa lebar senyumnya pagi ini. Tapi itu terlihat dari cermin, bahwa dia benar-benar tersenyum.

"Lisa..." Jennie bergumam sebelum dia berdiri dan meletakkan ponselnya di wastafel.

***

Begitu pancake terakhir di masukkan ke dalam wadah, Jennie mengangkat pandangan dan melihat Taehyung keluar dari kamar mereka dengan pakaian rapinya.

Pria itu lantas mendekati Jennie, memeluknya dari samping dan mencium bibirnya. Itu hanya berupa beberapa kecupan singkat dan berakhir ketika Jennie menarik diri sambil tersenyum kecil.

"Selamat pagi, sayang." Sapa Jennie sambil mengusap lembut bisep tunangannya.

"Kau akan sarapan di Rumah Sakit? Memiliki pasien darurat pagi ini?" Tanya Taehyung memperhatikan tunangannya membawa beberapa tumpuk pancake ke dalam wadah.

"Ya, pasien darurat."

Jennie berpikir, kemana perasaan bersalah itu menghilang? Taehyung secara otomatis telah bersamanya selama bertahun-tahun sejak dia SMA, bagaimana bisa dia bersikap kejam seperti ini padanya?

JENLISA - THERAPIST [GIP] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang