23° Perlahan Rindu

56 11 0
                                    

"Gue kecewa karena lo nggak cerita. Tapi gue lebih kecewa karena ngebiarin lo ngerasa bersalah." —Jana

Ini pertemuan kedua mereka pada tahun yang belum berganti, tapi Fandy sudah lebih dulu menunjukkan raut sungkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini pertemuan kedua mereka pada tahun yang belum berganti, tapi Fandy sudah lebih dulu menunjukkan raut sungkan. Bukan apa, dirinya butuh informasi tentang sang Kakak, tapi satu sisi harus lagi-lagi merepotkan orang lain. Namun, sedang itu Raka justru menebar senyum, hangat seperti biasanya.

Dalam kehangatan yang Raka cipta, pria itu menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Tak ragu benaknya berpikiran bagaimana semua orang bereaksi.

"Enggak usah minta maaf mulu, bukan lebaran."

Fandy langsung menghentikan niatnya berbicara yang sudah lebih dulu ditebak, hendak meminta maaf karena merepotkan. Lantas pria itu mengeluarkan kekehan yang mengandung sedikit kecanggungan, tak lupa menggaruk tengkuk kepala. "Enggak enakan, Kak. Tapi ..." Pria itu masih menggaruk tak jelas. "Tapi Fandy butuh."

Menurut Raka, Fandy lebih cocok jadi adiknya dibanding adik si Kevin. "Template opening lo selalu sama." Ledekan barusan kembali mengundang cengengesan dari Fandy.

Fandy yang beberapa tahun terakhir terlihat dewasa dan sabar ketika menghadapi Kevin, kini menunjukkan sifat adik yang sesungguhnya di hadapan Raka, sifat yang terkadang kekanak-kanakan karena pribadi pria di depannya begitu mengayomi.

"Masih lama, ya, Kak?" Tanya itu menguar ke udara, menarik suasana aneh tanpa izin lebih dulu untuk menggantikan hangat yang baru saja tercipta. Benaknya kembali mengingat sang Mama, Fatimah dengan sejuta kerinduan yang dipendam. "Kak Kevin block nomor gue."

Raka tidak merasa aneh ataupun kaget, sudah sangat biasa. "Sebenernya Kevin lagi ada masalah lumayan serius, dan menurut gue lo harus tahu."

"Masalah ... apa?"

Bagi Raka, ini masih belum saatnya, antara terlalu lancang ataupun terlalu cepat. "Enggak sekarang."

___

Seperti hari biasa, ketika luang menyempit dengan jadwal kesibukan yang tak melulu sama, tiga insan dengan tahun yang telah dilewati menyempatkan untuk berjalan di bawah terik yang sangat ganas. Namun kini, yang menjadi titik perbedaan adalah hening lebih mendominasi, antara Lea dan Jana kembali saling melempar sinyal, sedang Mika asik pada dunianya.

"Gue capek pura-pura nggak tahu." Mika sontak berhenti tatkala Jana berucap demikian serta dirasa dua temannya tertinggal. Tak ayal menoleh, satu alis mengangkat sempurna tak mengerti ucapan barusan.

Lea menyenggol lengan Jana, memberi sinyal agar Jana tak sembarang berucap. "Tiba-tiba banget," bisiknya sepelan mungkin.

"Mik, nggak usah nyembunyiin lagi. Kita ..." Jelas, Jana tak bohong kalau kelopak mata si empu meneduh dengan arti asing. "Kita udah tahu semua masalah lo."

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang