3 | My World My Rule

101 20 169
                                    

🌸 Pernah gak, sih, lo ketemu kucing oren di pinggir jalan, tapi ketika dielus kita langsung dicakar?🍭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸 Pernah gak, sih, lo ketemu kucing oren di pinggir jalan, tapi ketika dielus kita langsung dicakar?🍭

***

"Paud? Kamu itu taunya cuma seneng-seneng! Mama gak bangga sama kamu! Seharusnya kamu pilih jurusan yang bisa ngebuat kamu punya pekerjaan bagus! Bukan jadi guru Paud!  Percuma Kamu ranking terus dari SD kalau dewasa cuma jadi guru PAUD! Kamu mengecewakan!"

"Emang percuma aku ranking karena Mama gak pernah mau ambil rapotku, gak pernah mau datang ke acara perpisahanku."

"Berani kamu ya memutar perkataan kayak gitu sama Mama! Kurang ajar kamu! Dasar! Anak sama papanya sama-sama gak punya etika!"

Aqila menutup matanya, sekelibat suara mamanya di telepon saat ia PKKMB dulu muncul. Kata-kata yang membuat Aqila seperti ditikam di dada, sakit sekali. Namun, itu sudah dulu dan rasa sakitnya masih membekas baik.

Ia menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya bersamaan dengan mata yang terbuka. Kini warna langit biru di atas sana berubah menjadi warna merah muda. Jalanan berpaving di dalam kampus itu berubah menjadi batu berwarna merah muda yang berbentuk hati. Orang-orang di sekelilingnya kini terlihat berpakaian seperti orang-orang dari dunia dongeng. Penuh dengan warna-warni dengan topi mengerucut.

Semua yang ia lihat menjadi begitu menyenangkan. Senyumannya tercetak manis, selama ini, beginilah cara Aqila menatap dunia. Beginilah ia menjalani hidup dari dunianya yang begitu gelap.

Jika dunianya berwarna hitam pekat dengan penuh luka, maka dunia ciptaannya ini penuh kebahagiaan. Sebagai manusia kecil yang hidup di dunia yang besar ini, tak mungkin ia bisa mengubah dunia semudah mengucapkan mantra.

Bagi Aqila, jika kehidupan yang dibuat untukmu kelam, buatlah duniamu sendiri. Dan beginilah dunia Aqila tercipta. Penuh dengan merah muda, baju warna-warni, dan kebahagiaan.

Kendaraan motor kopling tua milik kakeknya berubah menjadi motor berwarna pink yang mengeluarkan serbuk kelap-kelip. Deru motornya begitu enak didengar, layaknya suara gelembung yang ditiup keluar.

Saat sampai di halaman gedung FKIP, Aqila memarkirkan motornya. Dengan kaca mata berwarna pinknya, ia berjalan menyusuri lorong sebelum akhirnya menaiki tangga. Kelasnya memang ada di lantai dua. Ia menulikan telinga saat banyak cibiran yang terdengar saat ia melintas. Ia tak peduli orang mau berbicara apa, yang terpenting mereka tidak bicara atau menyenggol langsung dirinya.

Ketika sampai di kelas, Aqila tersenyum menyapa teman-temannya. Namun, itu tak ditanggapi dengan wajah bahagia oleh mereka, melainkan lirikan sinis dan melengos seolah Aqila adalah orang paling berisik yang suka mengganggu. Diperlakukan seperti ini tidak akan membuat Aqila marah, ia sudah terbiasa. Dibuang, tidak dianggap adalah hal-hal yang tidak asing dalam hidupnya.

Kelas yang diisi hanya dengan perempuan itu memang sedari awal sudah memiliki kelompok sendiri. Awalnya ia merasa aneh karena mereka tiba-tiba sudah punya lingkup pertemanan sendiri. Aqila yang ingin bergabung juga sangat kesulitan karena menurut mereka, Aqila tidak sefrekuensi.

Kapan Aku Seperti Mereka? | YUQITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang