"MAJU SEMUA LO MASALAH! GUE PUNYA TUHAN! GUE PUNYA NENEK, KAKEK! GUE PUNYA OM IRWAN SAMA KELUARGANYA! GUE PUNYA SAHABAT! GUE GAK TAKUT SAMA LO!"
Tentang Aqila yang sedang berperang dengan dunianya.
°°°
Aku tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌸Kita bukan manusia yang sempurna, bisa berubah kapan saja. Bahkan, bisa berubah setelah kita mengedipkan mata🍭
****
"Kak Aqila kenapa?" tanya bocah berusia 7 tahun yang duduk di sampingnya. Suara itu membuat beberapa anak yang sedang fokus mengerjakan PR di meja lantai menoleh.
"Iya, Kak Aqila kenapa? Kok sedih?" tanya Safira, anak perempuan berambut sebahu dengan bando biru.
Aqila yang menopang kepala jadi menurun tangan. Saat diperhatikan tatapan mereka sendu, tetapi saat ia tersenyum, lalu berkata, "Enggak apa-apa, kok. Tadi itu Kak Aqila lagi ketemu beruang besar warna pink. Dia minta madu ke Kakak, tapi Kakak gak punya madu. Jadi Kakak kasih batu, eh dia marah. Hahahaha."
Respon anak-anak itu berbeda, beberapa ada yang tersenyum, beberapa terkekeh.
"Apaan? Dikira aku anak TK? Gak ada yang kayak gitu," sambar Safira sambil tertawa.
"Iya, nih, Kak Aqila. Ada-ada aja," sahut Devi, bocah yang duduk di samping Aqila.
"Ih, kok gak percaya sama Kakak? Padahal beneran loh!" Aqila antusias, tak mau kalah.
"Iyain deh, biar Kak Aqila seneng," ledek Devi yang tertawa sambil menutup mulut dan mengundang yang lainnya tertawa.
Suasana kembali nyaman seperti sebelumnya, kini Aqila sadar jika atmosfer suasana hati bisa dirasakan juga oleh anak-anak. Dengan artian, sangat penting menjaga mood agar tidak menggangu perasaan anak-anak.
Di tengah Aqila yang mengajari Safira berhitung, samar-samar ia mendengar suara lelaki yang tak asing di telinga. Ia tak berdiri, karena suara itu sedang beradu kata dengan sang nenek yang masih berjualan di depan. Warung makan neneknya tutup jam sembilan malam.
"Masuk saja, dia di dalam."
Aqila menoleh saat sang nenek mempersilakan masuk seseorang.
Sontak badan Aqila berdiri, matanya membulat dan mulutnya setengah terbuka.
"Reno."
Pemuda dengan kemeja biru laut memakai topi itu tidak tersenyum, tetapi tangannya mengulurkan sebuah paper bag dengan cap merek burger. Tak kunjung diterima, Reno mendesak hingga secara gelagapan Aqila memegangnya.
"Itu burger," jelas Reno. "Gue gak tau cara menenangkan diri versi lo gimana, tapi kalau versi gue dengan makan burger." Aqila masih diam memperhatikan, membuat Reno lama-kelamaan jadi salah tingkah dengan menggaruk leher bagian belakang. Kemudian tangan itu beralih menurunkan topi. "Jadi semoga lo bisa lebih tenang setelah kejadian tadi."
Tubuh Aqila keringat dingin, darahnya mendesir hebat hingga jantungnya memompa darah begitu cepat dan menimbulkan debaran yang luar biasa keras. Bibirnya kelu, pikirannya sulit berpikir karena serangan mendadak dari seorang Reno yang tiba-tiba ada di rumahnya.