Pt-1

88 20 54
                                    

⚠️Disclaimer⚠️

Cerita ini sebelumnya berjudul Terekam Lensa Kamera. Karena satu dua hal, aku harus ganti judul dan ide cerita. Buat kalian yang pernah baca, silakan baca ulang mulai, ya. Terima kasih.

***

Pasuruan, 5 Februari 2024.

Mataku menatap sinis ke arah wanita yang umurnya sudah lebih dari setengah abad berdiri sembari bersedekap dada di depan pintu rumah. Sembari membuang napas panjang, tungkaiku berayun menaiki pelataran rumah hingga mau tidak mau berhadapan dengan nenek lampir hobi nyinyir.

"Beresin barang-barang kamu dan mama kamu. Setelah itu, pergi dari rumah anak saya. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, kamu harus sudah pergi." Sikap kejamnya memang sudah sangat mirip dengan nenek lampir.

Aku mendengkus, sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat pada wanita itu sebelum berkata, "Tanpa disuruh pun, saya enggak akan sudi tinggal di sini."

Tanpa memedulikan tatapan nyalangnya, aku menerobos masuk hingga bahuku bersinggungan dengan wanita tua itu. Membiarkan mulutnya mengeluarkan kata-kata tidak pantas sebelum aku berbalik mengangkat alis dan menutup pintu dengan cukup keras.

Dia bukan orang yang harus dihormati. Wanita tua yang hobinya nyinyir, menyiksa ibuku sampai mati memang pantas diberi sikap buruk seperti tadi.

Sembari mengembuskan napas panjang, aku menyeret kaki menuju kamar mama yang terletak di samping kamarku, tepatnya tempat tinggal kami berada di luar rumah. Semenjak papa pergi dari rumah, menghilang tanpa kabar, aku dan mama harus menahan cacian dan makian setiap hari. Belum lagi mama yang dijadikan pembantu oleh mereka, melayani orang-orang di rumah besar itu.

"Harusnya mama ngajak aku pergi."

Sejak mendapat kabar mama meninggal karena kecelakaan, air mataku terus turun tanpa henti. Berkali-kali aku mengeluh pada Tuhan yang hanya menjemput mama, tapi tidak denganku. Berkali-kali pula aku mengeluarkan kata makian pada papa yang menghilang dan tidak bertanggung jawab atas hidup kami berdua.

Andai saja papa tidak pergi.
Andai saja papa ada di sini.
Andai saja mama tidak menikah dengan papa. Mungkin kemalangan ini tidak akan pernah kami dapatkan.

Di kamar mama yang tidak begitu besar, aku mulai memasukkan semua pakaian mama ke dalam koper besar. Namun, pergerakanku terhenti ketika tidak sengaja mendapatkan sebuah buku usang yang terselip di antara baju-baju mama.

Merasa penasaran dengan isi di dalamnya, aku memilih mempercepat pekerjaan agar semua barang-barang mama terkemas dengan rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Merasa penasaran dengan isi di dalamnya, aku memilih mempercepat pekerjaan agar semua barang-barang mama terkemas dengan rapi. Setelah selesai, gegas aku duduk di bibir ranjang, membuka satu per satu lembaran buku dengan hati-hati. Dua sudut bibir langsung terangkat saat melihat tulisan tangan mama yang begitu rapi. Di halaman pertama ada tertulis nama mama yang diiringi dengan kata perandaian.

Not an Ordinary Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang