Pt-7

18 7 0
                                    

"Baik, seperti yang Ibu bilang tadi, karena ini adalah tugas kelompok, maka kerjakan tugasnya dengan teman sebangku kalian. Sampai sini dulu, semoga bermanfaat." Bu Sri, guru Bahasa Indonesia mengakhiri pelajarannya hari ini bertepatan dengan lonceng tanda pulang sekolah tiba.

Segera kumasukkan semua buku dan alat tulis yang berserakan di meja ke dalam tas satu per satu. Panggilan dari teman sebangkuku hanya membuatku berdehem menyahut tanpa menoleh.

"Jul, kamu mau kerja kelompok hari ini langsung apa nanti?" tanya Caraka yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya. Pun dengan aku yang beranjak dari kursi lalu berjalan mendekati Caraka.

"Terserah." Aku mengambil langkah maju, berjalan lebih dulu keluar dari kelas.

"Jawaban klise para gadis." Caraka berdecak dramatis. Tanpa segan laki-laki itu merangkul bahuku hingga langkahku terseok-seok mengikuti kecepatan kaki panjangnya.

"Ih, pelan-pelan!" Gara-gara kelakuan random Caraka, aku nyaris tersungkur andai laki-laki itu tidak sigap menahan tubuh.

Tawa Caraka menderai, dia mengganti rangkulan di bahu dengan memegang tanganku dan berjalan cepat mendahului siswa siswi yang berlalu lalang di koridor. Sementara aku hanya bisa menghela napas panjang. Pasrah saja dengan tingkah ajaibnya.

Aku kasian sama mama. Kenapa pula mama bisa jatuh cinta pada Caraka? Harusnya mama suka sama orang yang kewarasannya tidak dipertanyakan macam Caraka. Kulihat banyak kok cowok ganteng di sekolah ini. Di kelas mama juga ada yang ganteng selain Caraka. Tapi, ya, namanya juga hati. Mana bisa dikendalikan meski ingin. Kalau pun bisa, pasti tidak akan mudah.

Langkah kami terhenti di tengah lapangan ketika ada seseorang yang memanggilku dan Caraka. Dari jarak lapangan ke koridor kelas sepuluh, aku bisa melihat Fara tersenyum sambil berlari ringan. Wajahnya yang dihiasi senyuman membuat perempuan itu terlihat sangat manis. Namun, semua itu tidak berhasil menutupi sifat aslinya di mataku.

"Kalian mau pulang bareng? Boleh ikut?" Ekspresi yang diimut-imutkan itu ... astaga! Fiks ini, Fara adalah cewek pick me. Pasti tidak akan mudah menghadapi perempuan itu nantinya.

Caraka melemparkan pandangan ke arahku seolah bertanya pendapat. Namun, aku hanya bergidik. Mana mau aku peduli dengan urusan si cewek pick me. Terserah Caraka mau mengangkutnya pulang atau tidak. Yang jelas, kalau Fara ikut sudah dipastikan aku akan pulang naik angkot dan kerja kelompok tidak akan bisa dilakukan hari ini.

"Kalian ngobrol aja, ya. Aku buru-buru mau pulang." Jujur aku paling sulit mengendalikan raut wajah. Kalau tidak suka, ya, tidak suka. Aku tidak bisa memberikan senyum, meski senyum palsu, pada orang yang tidak kusukai.

Namun, saat ingin berbalik pergi meninggalkan mereka, Caraka lagi-lagi menahan kerah bajuku hingga mau tidak mau, langkahku terhenti.

"Maaf, ya, Fa. Aku sama Juli ada tugas kelompok. Jadi enggak bisa bawa kamu." Tanpa repot menunggu jawaban dari Fara, Caraka kembali merangkulku, membawaku pergi dari hadapan Fara.

Dari ekor mata, aku dapat melihat Fara melampiaskan kekesalannya dengan mengentak-entakkan kaki ke tanah. Astaga, tadi saja saat di hadapan Caraka dia bersikap sok imut dan sok manis, tapi lihat sekarang. Setelah Caraka pergi dari hadapan sifat asli pun langsung keluar.

"Biar kukasih tau satu fakta sama kamu." Aku berkata saat kami berdua tiba di parkiran.

"Apa?" tanyanya seraya memasang helm.

"Cewek, kalo suka sama cowok, dia pasti bakal nunjukin sisi terbaiknya. Entah dari sikapnya yang terlihat manis atau menunjukkan keimutan yang dibuat-dibuat." Aku menjelaskan dengan semangat.

Not an Ordinary Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang