"Emang lagi jaman ya sekarang gamonin HTS-an?" Sindir Haekal dengan santainya.
"Sialan lo!" Umpat Mahesa, seraya melempar kulit kacang ke arah temannya.
"Dih kenapa lo kesindir?" Ledek Haekal. "Yang diemin lo, yang gamon juga elo," lanjutnya lagi dengan nada sarkas.
"Tau anjir nggak jelas banget. Lagian kalo masih sayang kenapa nggak disamperin aja coba?" Timpal Raka menanggapi obrolan mereka.
"Bro, lo tuh udah sukses. Duit lo juga banyak. Bisa nih sekarang kalo mau lo keliling dunia, duit lo juga masih sisa pasti. Apalagi ini yang jelas tujuannya, tinggal samperin, ajak balikan, udah kelar tuh patah hati lo." Ucap Jeremy dengan sarannya.
Yang dibicarakan hanya menghela nafas kasar, Mahesa kembali menghisap nikotin yang berada di sela jarinya.
"Nggak segampang itu begoo.. Ini bukan cuma soal duit, tapi restu orangtua. Mau lo kejar cinta sampai ke ujung dunia, kalo orangtuanya nggak restuin hubungan kita mah juga percuma." Ujar Jevano kesal.
"Kenapa sih bro, kok bisa sampe nyokap dia segitunya sama lo?" Tanya Raka dengan polosnya.
"Gue nggak tauu.. mungkin karena gue miskin, orang nggak punya. Dan gue cuma jadi parasit di hidup anaknya aja." Jawab Mahesa.
"Tapi sekarang kan lo udah bedaa.. kenapa lo nggak coba lagi ngobrol baik-baik sama nyokapnya?" Tanya Haekal.
"Tapi Kal, pastinya beliau tau sih kalo Mahesa udah ada di tahap ini. Maksudnya masa iya orang yang kerjanya di Entertainment nggak tau seorang Mahesa sih? Pastinya update lah." Balas Jevano.
"Lebay banget lo pada, yaudah sih biarin aja. Lagian beliau emang nggak tertarik sama gue dari awal. Kalo emang alesannya karena dulu gue orang susah, harusnya beliau udah bisa nerima gue sekarang, tapi buktinya??" Mahesa menengahi percakapan dengan santainya.
"Lebay, lebay, lebay, gue celupin juga muke lo ke kuah bakso. Ya makanya lo usaha dulu. Bales tuh ribuan chatnya yang udah lo diemin selama dua tahun itu. Temuin, kalo lo bener-bener sayang dan peduli sama dia. Jangan kayak gini Sa caranya, lo sama aja kayak cowok brengsek di luar sana. Mana Mahesa yang katanya cowok gentleman ituu??"
"Kata siapa lo ah babi. Gue emang pecundang Kal, dari dulu. Kerjaan gue cuma buat dia nangis dan sakit aja, nggak pernah gue bahagiain dia."
"Makannya sekarang lo perbaiki lagi hubungan kalian, biar lo berdua sama-sama tenang."
"Iya nanti gue coba."
Mahesa pun pergi dengan sejuta pertanyaan di kepalanya. Pikirannya selalu dipenuhi oleh perempuan itu, selalu. Satu tahun pertama sejak sepeninggalnya, dia masih menerima ratusan pesan dari Gistara, namun tidak ada satupun balasan yang tersampaikannya.
Laki-laki itu hanya takut, takut kalau apa yang di ucapkan oleh ibunya semua benar. Kalau dia hanyalah setetes racun yang mencuci otak perempuannya. Dia hanya membawa pengaruh buruk untuk Gistara. Maka jalan satu-satunya yang harus ia lakukan adalah ikhlas, merelakan perempuan itu demi kebahagiaannya.
Selama ini ia fokus bermusik, dia ingat pernah berkata kepada perempuannya, bahwa suatu saat nanti Mahesa akan membawa perempuan itu menonton dirinya pada konser pertamanya. Dan ia berjanji akan memberitahu semua orang, kalau ia begitu mencintai perempuan itu.
Keyakinan dalam dirinya masih sangat besar, meskipun dirasa mustahil melakukannya, setidaknya ia melakukan atas kemauannya sendiri. Ia senang bekerja di bidang musik, ia bermimpi ingin menjadi seorang musisi terkenal, maka dari itu dia harus mencapai semuanya demi dirinya sendiri.
Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk menyembuhkan hatinya. Sesekali ia masih teringat perempuan itu, aromanya, hangat peluknya, dan senyum yang terpatri pada bibir mungilnya. Semuanya, semua masih tersimpan rapi dalam ingatannya.
Teman-temannya itu sangat gencar menjodohkannya dengan perempuan lain. Tapi lagi-lagi yang keluar dari mulutnya hanya kata "malas", malas berkenalan dengan orang baru.
Kalau kalian bertanya apakah Mahesa pernah mencoba melupakannya? Tentu saja. Setiap hari ia mencoba melakukannya. Mencoba menyibukkan diri dengan tugas kuliahnya, aktif kepanitiaan dan organisasi, pergi ke studio untuk berlatih, menulis lirik lagu, membaca buku, apapun yang membuatnya terlihat sibuk sampai tidak sempat membuka ponsel miliknya.
Kehidupannya sedikit demi sedikit mulai berubah. Mahesa sudah mampu membeli rumahnya sendiri dari hasil kerja kerasnya selama bermusik. Di sisi lain hidupnya terasa sangat hambar, ia tidak merasakan kesenangan dalam hatinya. Mati rasa, kata itu mungkin cukup menggambarkan kondisi perasaannya sekarang.
Dari banyaknya wanita yang mendekatinya, Mahesa sama sekali tidak tertarik dengan mereka. Hubungan yang terjalin selama 3 bulan itu, ternyata meninggalkan bekas luka paling dalam di lubuk dadanya. Dia takut memulai sebuah hubungan, dan yang pasti, ia hanya menginginkan seorang Gistara menjadi perempuannya.
Drrrrt drrt..
Ponsel miliknya berdering, menjeda lamunannya di malam itu. Mahesa mengerutkan dahinya dengan keras, matanya menukik tajam. Nomor itu kembali menghubunginya, nomor yang dua tahun lalu pula memberinya peringatan untuk menjauhi putrinya.Mahesa menarik nafasnya dalam, telapak tangannya gemetar saat akan membuka satu notifikasi pesan darinya.
"Selamat malam, Mahesa."
![](https://img.wattpad.com/cover/358761260-288-k266361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
How Do I Live Without You? (end)
FanficDua pasang remaja yang ditakdirkan bertemu, dengan kerumitannya masing-masing. Mengasihi, mengenalkan cinta, saling memahami satu sama lain. Di setiap hubungan pasti ada cobaan, dan kedua insan itu dipaksa berpisah karena keadaan. Akankah keduanya k...