Chapter 9: Apology

65 9 0
                                    

× ×

Hujan. Sooyoung sangat menyukainya. Karenanya, senyum yang tersembunyi jauh didalam dirinya, terlapisi oleh rasa lelah setelah latihan, tahu-tahu muncul tanpa aba-aba. Langkahnya pun ikut terhenti tepat didepan pintu ruang latihan, mata mengarah ke rintik deras yang sesekali menerpa dinding kaca gedung SM.

"Suka hujan, huh?" Sebagai yang memilih untuk menjeda langkah —menikmati suasana yang masih jauh didepannya— daripada terburu-buru menuju dorm, Sooyoung menjadi satu-satunya yang menoleh kala sebuah suara familiar menelusup gendang telinganya.

Ah, mungkin Yerim pun melakukannya karena perempuan itu setia disisinya semenjak mereka resmi menjadi teman beberapa jam lalu.

Mungkin juga Sooyoung sudah dapat mengenali suara tersebut, hanya saja Ia masih tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya kala memutar lehernya kemudian menemukan sang pelatih monolid juga tengah memandang lurus kedepan bersama senyum kecil. Menurut Sooyoung, itu manis.

"Ne. Aku dulu kerap bermain dibawahnya dengan adikku sampai kami lelah." Di detik Seulgi berusaha membalas tatapan Sooyoung yang nampaknya masih berusaha memindai ekspresi tenang Seulgi terkait hujan, disaat yang sama si jangkung kembali mengarahkan wajahnya ke hadapan.

Untuk pertama kali dalam beberapa minggu, Sooyoung merasa begitu damai.

Seperti seluruh kekhawatiran akan masa depannya tidak pernah ada. Seolah kecemasannya akan dampak dari kelakuan kurang ajarnya pada Irene beberapa saat lalu dihapus. Dan seakan seluruh energi disekitar maupun di dalam dirinya dibasuh bersih, menyisakkan setitik terang dalam kegelapan; memberikan angin harapan menyegarkan dan membuka pintu optimisme sepenuhnya.

Hingga ketenangan yang meresap dalam di relung dan pikirannya, tiba-tiba menjentikkan ingatan akan satu hal terkait Seulgi yang seharusnya telah Ia sampaikan sejak tadi. Berpikir bila mungkin Seulgi mengobrol dengannya kini karena menunggu penyampaian sopan santun sebab, well, iced americano dari Seulgi yang dititipkan kepada Doyoung tadi sepenuhnya membantu mata Sooyoung agar tetap terbuka lebar. Awake.

"Aa, ssaem! Terima kasih untuk kopinya. Aku tahu aku sungguh mengganggu proses latihan tadi. Terima kasih banyak dan maaf atas keteledoranku." Sooyoung memutar tubuhnya cepat. Membungkuk 90 derajat tepat didepan Seulgi yang sedikit terlonjak terkejut karena aksi mendadaknya.

Salah satu tangan ramping proporsional Seulgi secara otomatis ditempelkan di dada, berusaha menurunkan detakan jantung yang melonjak karena keterkejutannya. Sepasang mata monolid nan menutup bersamaan dengan bibir ditekan tipis sudah menjadi bukti paling eksplisit akan seberapa dirinya tidak menduga gerakan Sooyoung.

Setelah segala hal, akhirnya Seulgi sekedar mengangguk paham, masih dengan bibir membentuk garis tipis bersama senyum dipaksakan sekaligus hembusan nafas panjang seolah tengah mengomeli Sooyoung dalam kepalanya.

Mengumpulkan segenap tenaga untuk tersenyum lebih tulus meski matanya begitu datar, Seulgi menuturkan, "Yeah, ya. No problem. Lain kali Kelola waktumu dengan baik, Park Sooyoung. Kau masih baru, jadi aku masih berusaha memaklumi. Tapi jika ini terjadi lagi aku tidak akan menahan amarahku." Lantas melangkah meninggalkan dua trainee yang telah resmi berteman itu.

Dan menjadi fenomena beruntun karena disaat yang bersamaan, Yerim tak melewatkan kesempatannya untuk memperhatikan Seulgi dalam diam; memindahkan sorot dari Sooyoung ke Seulgi dan Seulgi ke Sooyoung untuk beberapa kali hanya untuk disuguhi satu kesimpulan pasti yang tidak tergoyahkan.

Seulgi memperhatikan Sooyoung lebih dari Yerim ketika awal menjadi trainee dulu. Perbandingannya begitu kentara mengingat dia telah merasakan first-hand experience sebagai anak yang dibanggakan oleh Seulgi.

The Lucky GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang