× ×
Berbeda dengan Wendy kemarin, nyatanya kelas latihan menari dengan Seulgi berjalan lebih normal dari yang Sooyoung pikirkan. Entah karena Seulgi lebih memiliki empati sehingga tidak ingin mempermalukannya di depan umum namun berniat memakinya setelah semua orang keluar dari ruangan, atau sesederhana karena... Seulgi memang tidak mempermasalahkannya.
Sooyoung sungguh tidak tahu. Jauh dari itu, Ia bahkan bersyukur atas sikap profesional Seulgi.
Jika dipikir-pikir, lagipula Yerim adalah anak emas pula bagi Seulgi. Mungkin Seulgi lebih memikirkan keadaan Yerim sepenuhnya daripada kegigihan anak itu yang malah tampak seperti kebodohan.
Diam-diam sebuah hembusan nafas lega lolos dari hidung Sooyoung. Nyatanya Ia juga tidak begitu tahan dengan sikap keras para pelatih.
Namun hari belum selesai. Ia berpikir, tidak boleh terlalu optimis terlebih dahulu. Bisa saja skenario kedua yang tadi sempat terlintas di kepalanya justru merupakan aksi Seulgi yang sengaja ditunda.
Atau mungkin Sooyoung tidak seharusnya memikirkan itu. At all. Karena... well, orang bilang kata-kata adalah doa, bukan?
Jadi ketika semua trainee sudah keluar, tinggal dirinya dan Seulgi, Sooyoung telah mempersiapkan diri. Terlebih di detik wanita bermata kucing selesai memasukkan semua barang yang dia bawa ke tas kecilnya, kemudian memilih untuk melangkah ke arah Sooyoung nan masih berusaha menutup resleting macet dari tasnya.
"Is she okay?"
"Oh my god! Ssaem!!" Respon Sooyoung bukan berlebihan. Dia memang salah satu yang tidak terlalu baik dalam mengelola sesuatu yang mengejutkan.
Bagaimana tidak? Begitu Sooyoung menegakkan punggungnya, berniat menghadap Seulgi secara sukarela, wanita itu ternyata sudah berdiri hanya dua meter di depannya. Satu tangan memegang tali tas yang menggantung di satu bahu, berdiri di dua kaki yang yakin dan kokoh, mata menatap datar tepat di mata Sooyoung ketika berbalik.
"Park Sooyoung." Suaranya terdengar datar, namun di waktu yang bersamaan Sooyoung bisa mendeteksi secuil kekhawatiran disana. Sangat samar dan tidak akan tertangkap bila tidak cermat. "Bagaimana keadaan Yerim sekarang?" Ulang Seulgi. Menyadari bahwa keterkejutan yang dia sebabkan di awal membuat Sooyoung tidak menangkap pertanyaan pertamanya.
"She's fine. Geez! Kalau kau begitu khawatir, kenapa kemarin tidak mengirimnya ke dorm langsung, Ssaem?" Kini nada Sooyoung lebih terdengar kesal daripada sekedar bertanya. Setelah mengejutkannya dan membuat jantungnya hampir meledak, Seulgi lanjut mendesaknya dengan pertanyaan? Yang benar saja!
Sooyoung bersumpah, Ia melihat sorot sesal di mata Seulgi sebelum perempuan tersebut membasuhnya dengan begitu cepat. "Okay, thanks." Lantas melangkah melewati Sooyoung.
Mungkin, Sooyoung pikir, Seulgi sungguh tidak mengetahuinya mengingat kemarin Yerim tak sedetikpun melepaskan masker dan selalu menahan batuk yang sebelumnya terdengar begitu jelas di dorm.
Tapi Sooyoung lebih memilih menggelengkan kepalanya, berusaha merontokkan segala pemikiran rumit yang mungkin akan mengganggunya.
Lagipula ini bukan masalahnya. Ia hanya terlibat sejak awal karena Yerim sakit dan dia adalah dormmate yang peduli. Sooyoung rasa kepeduliannya kini sudah cukup. Setidaknya, cukup untuk membuat perempuan yang lebih muda —nan kini mungkin tengah menginjeksikan infus di tangannya— tidak sekarat.
× ×
Hari ini, anehnya, Sooyoung tidak merasa se-lelah itu layaknya hari-hari sebelumnya. Padahal hari semakin dekat menuju evaluasi pertamanya yang akan dilakukan sekitar beberapa hari mendatang. Jadilah Ia memasuki dorm dengan kedua bibir ditekan membentuk garis tipis, membuat pipinya sedikit menggembung menggemaskan.
"Oh my...!" Sooyoung reflek berteriak selagi menyentuh dadanya. "Kenapa semua orang suka sekali mengejutkanku hari ini?!" gerutu Sooyoung tak acuh seolah Ia hanya berusaha mempertanyakannya pada semesta.
Namun kedikan Yerim yang duduk di kursi counter dengan semua lampu ruangan dimatikan, meninggalkan lampu dapur saja, sedikit menarik fokus Sooyoung yang dengan cepat beralih ke kantong infus nan diletakkan di dekat siku gadis itu.
Yerim hanya menyeruput sesuatu yang Sooyoung tebak adalah smoothies, untuk menggantikan makanan sesungguhnya. Dan Sooyoung sekedar berpikir, apakah gadis ini bodoh atau bagaimana?
Ditemani putaran bola mata yang akhir-akhir ini kerap dilakukannya, Sooyoung berjalan mendekat dengan malas. Satu tangannya tampak begitu cekatan kala meraih kantong infus Yerim sebelum diletakkan secara sembarangan diatas sebuah rak terpisah kecil yang ada di counter.
"IV harus diletakkan lebih tinggi dari lenganmu agar bisa mengalir dengan baik, you know?" Agaknya Sooyoung tidak menyadari sebuah niat untuk mengedukasi Yerim. Sooyoung lebih menganggapnya rasa gemas untuk memindahkan infus tersebut yang tidak dapat dibiarkan terlewat.
Anggukan kecil hadir sebagai balasan dari pihak yang lebih muda.
Dan Sooyoung sungguh... tidak peduli, really.
Maka dari itu Ia memutuskan untuk langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya, tidak ingin berada dalam kecanggungan bersama Yerim, mengingat mereka tak banyak berbicara satu sama lain.
Satu langkah lagi dan Sooyoung sudah memasuki area kamarnya setelah membuka pintu.
"Ada strawberry smoothies di kulkas jika kau mau." Satu langkah yang diinterupsi oleh suara serak Yerim yang ikut mengundang tolehan dari si jangkung.
Tidak ada indikasi permusuhan dari cara Yerim berbicara atau nada yang digunakan. Hanya datar sepenuhnya dengan secuil rasa malu nan tersembunyi begitu dalam dan rapi dibaliknya.
Ketika mata Sooyoung beralih dari kulkas ke keberadaan Yerim, yang lebih muda sudah memalingkan wajah; sama sekali tidak ingin berkontak mata dengan Sooyoung. Dan si jangkung sendiri menggunakan kesempatan itu untuk tersenyum tulus, menangkap niat berdamai dan berterima kasih dari Yerim.
"Okay. Thanks. Have a good rest."
Lucunya, Sooyoung lagi-lagi terhenti di langkahnya —hanya beberapa milidetik, kali ini tanpa memutar tubuhnya, ketika suara lirih yang seakan sengaja disembunyikan, berhasil menemukan jalannya ke telinga Sooyoung.
"Thanks, eonni."
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lucky Girl
Fiksi PenggemarPark Sooyoung tidak pernah membayangkan kehidupan seorang Idol karena... well, dia adalah seorang fresh graduate dari program studi Fisika di Universitas Nasional Jeju. Jeju. Pulau yang berbeda, berjarak tepat 465.43 kilometer dari Seoul dimana age...