Bab 9

5 2 0
                                    

Bus yang kutumpangi berhenti di North Wichita Street tak jauh dari asramaku. Di tempat parkir asrama, kulihat Briana dan Nazori sedang duduk di dalam mobil dengan pintu yang terbuka. Keduanya tengah merokok. Mereka pasti tengah menantikanku.

"Tahukah kau, aku ini sudah seperti induk elang yang kehilangan anaknya?" omel Briana begitu aku mendekat. "Semalam kau menginap di mana?"

"Aku ngga menginap di mana-mana, koq. Tadi pagi aku ke rumah temanku yang baru datang ke Austin," kataku separuh berbohong. Anggap saja kedua orang tua Allen adalah temanku. Lalu kuangkat tinggi-tinggi tas kertas besar berisi oleh-oleh dari ibunya Allen ke depan muka Briana. "Aku dikasih apple pie olehnya. Home-made. Masih panas. Kalian mau?"

"Benar, kau tidak menginap di rumah Prof. Allen, Rhe? Karena tadi aku menelepon ke ponselnya menanyakanmu," kata Nazori. Wajahnya tampak gusar.

"Mereka bertengkar," kata Briana sambil memutar bola matanya.

"Mereka siapa?" tanyaku.

"Nazori dan Prof. Allen," jawab Briana.

"Aku cuma mengkhawatirkanmu, Rhe...." kata Nazori memelas.

"Kau bilang apa padanya, Naz?" Duh, aku tambah merasa malu jika mereka sampai bertengkar.

"Aku bertanya padanya apakah kau menginap di sana. Dia bilang, itu bukan urusanku." Nazori berkata dengan nada tinggi. "Tentu saja keselamatanmu jadi urusanku dan Briana. Karena kami teman terdekatmu. Tapi dia bilang, kau tidak ada di rumahnya. Lalu dia menutup teleponku begitu saja."

"Ah, rasanya, bukan sependek itu deh, kalimatmu." Kata Briana sambil memandang kuku-kuku jarinya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dia sedang sebal pada Nazori.

"Intinya begitu!" sentak Nazori. Briana menaikkan alisnya.

"Aku minta apple piemu separuh ya, Rhe. Buat sarapanku selama akhir pekan ini. Kau tidak akan sanggup menghabiskan kue sebesar itu sendiri"

Aku mengangguk. "Kau separuh. Aku dan Nazori masing-masing seperempat bagian. Yuk, masuk."

Kami pun naik ke kamar asramaku. Tetapi Nazori tidak berlama-lama. Setelah kami sedikit mengobrol dan dia telah mendapatkan jatah apple pienya, lelaki asal Malaysia itu pun pamit.

"Nazori itu, sudah belagak seolah dia pacarmu saat menelpon Prof. Allen tadi." Kata Briana setelah kami melihat lewat jendela mobil lelaki itu telah keluar dari tempat parkir. Sangat jelas sekali sahabatku ini terlihat sebal. "Aku ngga akan heran, jika profesor kesayangan kita itu gusar padanya."

Aku diam saja. Pura-pura sibuk mengunyah apple pieku.

"Kau tidak bisa membohongiku, Rhe!"

"Membohongi apa?"

"Kau pasti menginap di sana. Atau entah dimana pun, bersamanya. Karena pagi ini cahaya wajahmu berbeda."

"Berbeda bagaimana? Sok tahu!"

"Wajahmu terlihat berkilau seperti layaknya perempuan yang baru saja mengalami orgasme!" Kata Bri dengan nada lucu.

"Sok tau!

"Iya, kan? Ngaku!"

"Ngga! "

"Bohong! Ngaku!"

"Aku memang menginap di sana, tapi kami ngga melakukan hal sejauh itu. Kau tahu kan bagaimana moral Bapak Satu Itu..."

"What! What!" Bri membelalak. "Maksudmu, dia bukan kucing garong belang? Atau kalian sudah benar-benar putus kali ini?"

"Hubungan kami masih status-quo. Dia mengaku masih mencintaiku. Berharap kami bisa menikah, atau paling tidak hidup bersama. Tapi kau tahu kan, kedua opsi itu tidak bisa kuwujudkan? Tapi dia juga ngga mau melepaskanku."

The Way You Look at MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang