Bab 3

12 2 0
                                    

Dari Laboratorium Terowongan Angin, aku langsung menuju kantor Admission and Advisory Centre, untuk menemui Mr. Edward. Manajer departemen tersebut yang terkenal galak. Mungkin tampilan wajah masam lelaki berwajah Amerika Latin itu akibat hari-harinya dipenuhi ratusan persoalan mahasiswa baru maupun mahasiswa lama.

"Kamu siapa?" Bentaknya begitu aku memunculkan kepala di pintu kantornya.

"Rhea Silvia, Graduate Program di McKetta."

"Ngapain kamu ke sini? Kalau ada masalah dengan kuliahmu, seharusnya kau kontak lebih dulu advisormu. Siapa Advisormu?"

"Dr. Adebowale, Sir. Tetapi beliau belum bisa memberi keputusan, padahal ...."

"Apa masalahmu?" Mr. Edward langsung memotong ucapanku.

"Saya melakukan penelitian di bawah supervisi Prof Goodenough, tetapi seperti yang kita ketahui ...."

"Oh! Kau mahasiswa yang ditolak oleh Prof Allen itu? Emailnya baru saja kubaca." Mr. Edward kembali memotong ucapanku.  "Kalau beliau menolakmu, aku bisa apa? Memang quota bimbingannya sudah terpenuhi. Harusnya kau berdiskusi dengan Doktor Ade sebelum ke sini. Mestinya dia yang membantumu!"

Lalu Mr. Edward memandang layar komputernya. Dia berkomat-kamit membaca sesuatu yang tampil di layar komputer.  Setelah itu dia kembali menoleh padaku untuk melanjutkan omelannya.

"Kalian ini, para mahasiswa, harus tahu hierarki. Jangan sedikit-sedikit komplain padaku! Jangan setiap ada masalah kecil lari padaku! Apa fungsi advisormu, kalau kau tidak mau berkonsultasi padanya?"

"Saya lari pada anda, Sir, karena menganggap anda handal dalam menyelesaikan masalah seperti ini. Selain itu, para profesor paling senior sekalipun mendengarkan saran anda. Anda disegani di fakultas ini, Sir. Jadi dengan bantuan anda, saya yakin masalah ini akan segera bisa diselesaikan."

Kulihat sudut bibir Mr. Edward tersenyum kecil mendengar pujianku. Tetapi dia buru-buru kembali memasang tampang galaknya.

"Kirim email ke advisormu. Merengeklah padanya! Minta dia membantumu. Itu tugasnya!"

Garda depan urusan administrasi mahasiswa itu mengibaskan tangan. Menyuruhku keluar dari ruangannya

"Tetapi bagaimana kalau ...."

"Kalau pekan depan Doktor Ade belum bisa menyelesaikan masalah ini, kabari aku. Sudah sana! Aku punya banyak pekerjaan lain! Jangan lupa tutup pintunya lagi!"

Tanpa membantah lagi, aku keluar dari kantor Mr. Edward.

Sambil berjalan kembali ke Lab di lantai 7, aku  memeriksa emailku. Memang ada email dari Prof Allen ke Advisory yang di Cc-kan kepadaku dan Dr. Adebowale. Alasan dia menolak karena quota mahasiswa bimbingannya sudah tercukupi. Ditambah riset yang dilakukan timnya sendiri, dia menulis, bahwa dia sudah sangat sibuk.

Uft! Gara-gara perasaan, risetku terancam berantakan.

***
Hari Jumat pagi, aku berjalan ke kampus dengan langkah pelan. Udara pagi ini yang lebih hangat dibandingkan kemarin, tak mengurangi galauku. Ditambah masih belum ada jawaban dari Dr. Ade.

Sambil melangkah, untuk menghilangkan penat di kepala, kuperhatikan pepohonan yang sebagian daun-daunnya telah merangas. Menguning. Seolah tengah berjuang untuk mempertahankan sisa-sisa tumpuan harapan pada ranting-ranting. Sayangnya, ketika angin dingin mulai bertiup, daun-daun yang tersisa pun merelakan ikatan dengan ranting yang tumbuh sejak musim semi, terlepas. Berguguran. Terbang. Mengikuti arah angin. Meski sinar terang matahari masih menyemangati, tapi daun-daun itu tunduk pada takdir. Menyerah.

Apakah aku harus menyerah juga? Menunggu Prof Goodenough sembuh, barulah melanjutkan riset itu? Atau aku menunggu semester depan, yang masih empat bulan lagi untuk masuk ke quota mahasiswa bimbingan Prof Allen? Itu pun jika dia mau.

The Way You Look at MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang