S T U D I O A E S

202 39 15
                                    

Aku dimaki oleh para korbanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dimaki oleh para korbanku.

"Lagian kamu juga yang bikin kita kayak gini," dengkusannya menyambar sampai ke telingaku. "Terus sekarang kamu mau kita yang tanggung jawab?" Dikibaskannya rambut yang kuukir cantik sepenuh hati saat membuatnya beberapa tahun lalu. "Hellooo! Kalo Indonesia meledak betulan beberapa tahun ke depan, aku sama Altair Bara bakal ketawa miris sambil piknik di depan nuklir."

Di tengah ruangan, aku duduk bersila sambil menunduk, dikerumuni orang-orang yang tidak terima dengan apa yang kuungkapkan dalam sesi curhat. "Nggak gitu ... aku cuma bingung harus gimana-"

Rambut panjang Nadir tiba-tiba jatuh dari atas kepalaku. "Buat ending kita lebih bahagia, Es." Gadis itu akhirnya mengambil duduk di sebelahku, di sisi yang berlawanan dengan Adira. Wajahnya datar, minim ekspresi, dan semua itu terasa mengintimidasiku. Kenapa aku membuat tokoh seperti ini, sih? "Minimal manusia yang di sana itu nggak mati." Jempolnya menunjuk seseorang yang asyik sendiri memetik gitar di lingkaran khusus para pria.

"Tapi Candala masih hidup, 'kan?" sahutku tidak terima. "Tuh, anaknya senyum-senyum aja, kok."

Satu tempelengan penuh cinta dari Ersa mendarat mulus di kepalaku. "Minimal kalo goblok nggak kebangetan."

Kenapa aku dibully di sini?!

Setelah itu, perundingan panjang yang menguras tenaga dan air mata pun terjadi selama beberapa jam. Kebanyakan dari mereka meminta akhir yang bahagia, uang yang banyak dan harta berlimpah misalnya, tapi semua itu tak mungkin kulakukan. Apa asyiknya sebuah cerita kalau tidak ada masalahnya?!

Dengan sabar, Illxa menengahi. "Kalo gitu, kau kudu klarifikasi. Semua yang kau tulis cuma fiksi doang."

"Tapi kalian emang fiksi-" Mendapat pelototan dari Bara, aku membungkam mulut dan menunduk lagi. Harga diriku sebagai pencipta mereka sudah hilang entah ke mana.

"Meski semua orang tau kita cuma fiksi, tapi kita butuh kamu buat membuktikannya, Es."

Aku menunduk semakin dalam lagi. "Terus caranya gimana? Aku kan nggak mungkin gembar-gembor kalo kalian fiksi sementara orang lain juga udah tau kalo kalian fiksi."

Hening. Ruangan besar khayalanku, berisi para tokoh utama dari semua cerita yang pernah kutulis, menyisakan suara denting jam imajinasi.

"Kalo gitu," Altair menjentikkan jarinya, "kamu bikin aja satu naskah lagi, di mana kita semua masih hidup, seolah-olah aktor yang main film di naskah asli kita?"

*.✧ Hole-and-Corner *.✧

Dan atas dasar pemikiran bersama itulah work ini tercipta. Sekaligus sebagai pecutan dari NPC2301 agar saya terhindar dari warna putih yang mematikan itu.

Buat kalian yang nggak tau apa itu DWC NPC, bisa dicek di Twitter, Wattpad, atau Instagram NPC2301! Kalian juga bisa ikutan challenge ini karena terbuka untuk umum loh! Nantinya work ini bakal apdet tiap hari selama bulan Februari, bareng sama peserta lainnya! (ʘᴗʘ✿)

See ya in February!

Hole-and-CornerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang