Buatlah tulisan dari pepatah easy come, easy go, dengan TEMA friendship
*.✧ 540 kata *.✧
Sejak awal, aku memang tidak pernah punya teman sungguhan. Begitu juga dengan orang tuaku.
Kami selalu berpindah-pindah tempat tinggal sejak aku lahir--Ibu bahkan lupa di mana aku melanting dari perutnya. Aku tidak pernah punya rumah tetap, kami berpindah dengan mobil van Ayah yang sudah dimodifikasi sehingga terasa seperti rumah dengan kasur, ruang tamu, dan dapur. Tapi bukan sebab itu aku tidak pernah punya hubungan yang awet dengan teman.
Ibu bilang, aku punya keistimewaan yang tidak dimiliki semua orang, yang mungkin bisa membuatku dianggap aneh. Jadi, suatu hari aku bertanya pada Jonathan, "Apa aku terlihat aneh di matamu?" Kemudian dia menggeleng.
"Kamu nggak aneh, kok. Kenapa tanya begitu?" Jonathan balik bertanya sambil menyeka keringat di leher dengan lengan. Dia sedang bermain basket di taman yang sepi, sementara aku hanya menontonnya dari tepi bangku taman.
Aku menggeleng, tetapi Jonathan berjalan mendekat dan mengadahkan kepalaku agar mata kami bertatapan. "Siapa yang bilang kamu aneh?"
Jantungku meletup-letup mendapat perlakuan seperti itu dari teman lelakiku. Aku senang, untuk pertama kalinya, ada seseorang yang begitu perhatian padaku selain Ibu dan Ayah. "Tidak ada, Jonathan." Aku tersenyum dan melingkarkan kedua tangan di pinggangnya sambil duduk.
Rasanya, sore itu aku ingin waktu berhenti dan kami berdua menikmati sinar matahari senja yang cantik selamanya. Kehangatan dan perhatian yang diberikan Jonathan membuatku nyaman berteman dengannya.
Namun keesokan harinya, Jonathan menghilang tanpa jejak. Poster-poster berisi wajahnya tersebar di mana-mana beserta nomor telepon keluarganya.
Setelah berita duka itu, orang tuaku memutuskan untuk berkemas dan meninggalkan kota ini. Mereka takut kalau aku terbayang-bayang Jonathan terus.
Kejadian itu terus berulang setiap kali kami singgah di sebuah tempat dalam rentang waktu yang lumayan lama. Aku mulai berpikir apakah mereka benar-benar pergi karena diriku?
"Apa, sih, yang kau pikirkan?" Michael tiba-tiba saja mencubit pipiku gemas. Kami sedang duduk bersisian sambil main kartu di teras mobil van Ayah yang singgah di atas bukit sepi. "Mikirin aku, ya?" kekehnya.
Sejujurnya, jantungku sedang meledak-ledak di dalam rongga dada ketika lelaki itu menangkup pipiku. Namun, kutepis jauh-jauh perasaan itu. "Tidak ada, Michael." Aku tersenyum.
Aku tidak boleh memiliki perasaan apapun pada temanku.
Karena aku tahu mereka akan pergi lagi. Dan sekarang, setelah aku cukup dewasa untuk mengetahui kondisi istimewaku dan keluarga, aku tak lagi mempertanyakan ke mana teman-temanku pergi.
Senja itu, karena tahu itu adalah senja terakhir, aku memutuskan memberanikan diri untuk mengecup pipi Michael untuk yang terakhir kalinya. Pada akhirnya, aku tetap harus mengucap kata kuncinya untuk Michael. "Apa aku terlihat aneh?"
Reaksi Michael sama seperti orang-orang yang pernah menganggapku teman mereka. "Kamu nggak aneh, kok. Siapa yang tega mengataimu seperti itu?" Tangannya mengelus kepalaku hingga ke tengkuk, dan di sanalah akhir dari hubungan kami.
Sesuatu di balik rambut panjangku mengigit jemarinya serentak. Michael menjerit kaget ketika merasakan rasa sakit dan lekas menarik tangannya.
Lelaki itu jatuh tersungkur di tanah sambil menjerit melihat jemarinya yang tak lagi utuh. "Kamu?!" Tudingnya dengan tangan yang lain.
Aku bangkit dan memandangnya dengan tatapan kosong. "Apa setelah ini kamu masih mau menjadi temanku?"
Michael meringsut mundur dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. "Monster! MONSTER!" Dia hendak bangkit dan berlari menjauh, tetapi baru saja dia membalikkan badan, wajahnya lebih dulu menabrak dada Ayah.
"Kamu pikir bisa lari begitu saja?"
Sampai jumpa, Michael.
[]
Saya ngga tau ini masuk tema friendship apa nda ._.)🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Hole-and-Corner
Mistério / SuspensePanik karena semua tulisannya menjadi kenyataan, seorang author wattpad berinisial Aes memutuskan untuk mengklarifikasi bahwa semua yang ditulisnya hanya fiksi semata. Dan di balik semua itu, sesungguhnya semua tokohnya hidup dengan bahagia. [ DWC 2...