Buatlah cerita tentang seorang pengamen yang sedang menyanyikan lagu karangannya sendiri, minimal memasukkan 1 BAIT LAGU yang dinyanyikan pada dialog pengamen tersebut (Lagu yang dinyanyikan bisa dari puisi atau lagu ciptaan penulis)
*.✧ 500 kata *.✧
Kalau bukan karena tugas dari ayahnya Nadir, aku tidak mau menenteng gitar kesayanganku ke warung pecel lele tepi jalan yang tidak terjamin kehigienisannya. Namun, itu masih lebih baik dari pada digandrungi para lelaki berpakaian mini kurang bahan beserta gincu tebal.
Ayo selesaikan misi mengintai target ini secepatnya.
"Malam," sapaku sambil menarik baju Abidine. Mataku melirik alat musik krincing-krincing di tangannya, memberi kode untuk memainkannya.
Warung pecel lele itu lumayan ramai. Dalam satu kali sapuan mata, aku langsung mendapati lokasi target duduk bersama tersangka lainnya. Cukup mudah mengintainya. Wanita kepala dua dengan dress merah yang lumayan mencolok.
Kutarik napas dalam dan melonggarkan pita suara. "Uwe wong bu ... aruko ...," dendangku sambil memelototi Abidine yang balas melotot. "Namidana kodore nariyo. Omoidatsu .... natsunohi ...." Kulihat Abidine meleng, langsung kusikut lengannya. "Yang baju merah jangan sampe lolos!"
Kesal kusikut, Abidine berdecak kesal, tetapi dia tidak bicara apa-apa. Sejak dia terlibat dengan Garuda, Abidine hanya bisa pasrah dan menjalankan tugasnya sepenuh hati.
"Siawasiwa—"
"Lagunya baru Om?" Sebuah tangan menempel di bahuku, disusul kepala dengan wajah pria tebal riasan menyembul dari spanduk pecel lele.
Kusingkirkan tangan nakalnya dengan sekali gerakan. "Cerewet! Owono uweni—" lanjutku.
"Kasetnya udah beredar Om?" Bencong yang satunya lagi meraih pinggangku.
Aku nyaris berputar untuk berkelit. "Sama juga gue tabok lu ye!" gertakku kesal. "Gue heran bener kok jadi lupa. Gara-gara banci gue mesti masuk reff lagi. Brengsek bener," dengkusku sambil bergidik ngeri.
Kugenjreng gitarku lagi menyambung lirik sebelumnya. "Siawasiwa uwono uweni. Yang baju merah jangan sampe lepas!" Kudapati Abidine meleng dan bermain mata dengan seorang perempuan lain, pengunjung warung pecel lele itu. "Lu jangan liat cewek! Ntar buronannye lepas—"
"Lagu apaan tuh?" Abidine menyahut setengah kesal.
"Ini lagu gue boleh mengarang sendiri—" Aku memutar bola mata malas, nyaris lari dari tempo.
"Malu-maluin."
Aku melotot. Anak ini, kenala tidak paham-paham, sih?! "Nyanyian kode, nyanyian kode ...!"
Keningnya mengernyit. "Kode buntut?"
Emosiku di ujung lidah. "Buntut pala lu, buntut pala lu!" Kudekatkan wajahku padanya sambil berusaha sengaja menyembur liur setengah kesal. "Siawasiwa uwono uweni. Elu jangan godain cewek aje!"
"Jangan ngawur ah!"
"Lu bego kagak ngarti!"
"Apaan?"
"Gue nyanyiin kode." Abidine hendak menyahut lagi, tetapi aku buru-buru menyambung lirik sebelum dia sempat membuka mulut. "Kode kode tak kode kode! Tak goblok kode tak goblok kode—"
"Yang bener dong!" Abidine menyerobot sambil menyenggol tanganku, tetapi aku tetap tidak peduli.
"Tak goblok kode tak goblok kode! De kode kode ... elu bego bego bener!" Kesabaranku mulai hilang. Anak ini benar-benar mengalihkan ... begitu aku melirik target, wanita dengan dress merah itu lenyap. "Lho kok ilang?" Mataku sekali lagi menyapu sekitar, tetapi tetap saja batang hidungnya tidak terlihat. "Lu sih, meleng aja!"
Abidine memukul lenganku dengan alat musik krecek-krecek itu. "Nah situ, sih, ngajak berantem!"
"Lu yang gak ngarti!" bentakku emosi.
"Ngarti apa?" Abidine ikut celingukan mencari si target.
"Gue udah nyanyi buat kode, lu bengong aja!"
Anak itu mematung sejenak dan menatapku seperti orang bodoh. "Oh nyanyian tadi kode toh?"
Sudah, aku tidak sanggup lagi. "Bodo dipiara. Kambing dipiara bisa gemuk!"
Merah sialan!
[]
Yang tau lagu ini, fiks kita udah tua. Waktunya kita banyak berdoa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hole-and-Corner
Mistério / SuspensePanik karena semua tulisannya menjadi kenyataan, seorang author wattpad berinisial Aes memutuskan untuk mengklarifikasi bahwa semua yang ditulisnya hanya fiksi semata. Dan di balik semua itu, sesungguhnya semua tokohnya hidup dengan bahagia. [ DWC 2...