Bab 1 Menaklukkan Gadis Berhijab

5 1 4
                                    

Kehidupan bebas, berpesta foya, dan mengagungkan minuman haram, telah menjadi rutinitas menyenangkan bagi seorang Fadhil yang tersesat pada jalan kebenaran.

Musik nyaring menggema. Lampu kerlap-kerlip dihidup matikan. Ia bersorak ria di antara kerumunan orang-orang yang berjoged tanpa memikirkan akan dosa atas perbuatan yang dilakukan.

Di ujung sana, laki-laki yang terlihat lebih dewasa menahan amarah. Menerobos masuk di antara kerumunan, bersama seorang pria lainnya sebagai petunjuk arah di mana Fadhil berada. Dia adalah Gafar, orang suruhan sekaligus terpercaya untuk mengawasi tingkah polah sang anak.

“Fadhil,” tekannya dengan amarah tertahan. Tangan itu terkepal kuat dengan mata merah penuh emosi. Menatap tajam seseorang yang tengah mabuk berat.

“Hai, Pa,” serunya sambil cekikikan. Seakan tengah mengolok dirinya sebagai orang tua.

“Sini, kamu.” Haidar menarik kerah baju Fadhil, lalu menyeret keluar dengan paksa. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka dan saling berbisik. Ia tak peduli, terus saja menyeret sang anak hingga keluar dari kelab malam.

“Ayolah, Pa. Kita bersenang-senang dulu di sini.” Fadhil berontak ketika dimasukkan ke dalam mobil.

“Saya tidak sudi untuk mabuk seperti kamu,” marahnya. Menutup pintu dengan kasar, lalu beralih membuka bagian depan dan duduk di kursi kemudi. Gafar yang tadi mengikuti, langsung ke bagian kursi penumpang bersama Fadhil yang sedikit oleng.

Mobil melaju cepat di jalanan lengang. Ditemani gelapnya malam, bersama letupan amarah yang akan segera ditumpahkan. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sampai di sebuah rumah besar dan mewah. Dengan bantuan Gafar, Fadhil dipapah masuk menuju kamar. Beberapa kali, Haidar harus membuang nafas, begitu mencium bau minuman yang menyengat di mulutnya.

Setelah sampai. Ia kemudian memerintahkan Gafar untuk keluar. Menyisakan mereka berdua di dalam satu ruangan. Haidar yang sejak tadi menahan emosi, segera menyeret Fadhil yang terduduk. Seperti bocah yang dipaksa berpindah tempat.

Tiba di kamar mandi. Ia segera mencebokkan air dan mengguyur ke kepala dengan kasar. Suara kegaduhan dari teriakan Fadhil dan amukan Haidar mengisi kesunyian malam.

“Kamu itu berpendidikan. Mengapa harus terjerumus ke dalam minuman keras. Sudah berapa kali saya bilang, berhenti mengkonsumsi minuman itu. Tapi kamu tidak pernah mendengarkan.” Ia semakin mengguyurkan air terus menerus. Membuat Fadhil kesulitan bernafas, bahkan hidung itu sempat kemasukan oleh air.

“Papa jahat, Papa jahat.”

“Bukan saya yang jahat, tapi kamu yang selalu membangkang,” teriaknya tak kalah tinggi.

Fadhil berusaha berontak. Dirinya yang telah dipengaruhi alkohol, membuat tenaga itu tak cukup kuat untuk melawan. Malam yang sudah dingin, semakin membuat tubuhnya dingin dengan air yang terus ditumpahkan ke atas kepala. Dia menggigil. Namun, Haidar yang sudah kalap akan emosi tak memedulikan.

Mata itu perlahan terpejam dan ambruk ke keramik dingin. Setelah sang anak tak sadarkan diri, barulah Haidar menghentikan aksi tersebut.

“Aku telah gagal menjadi orang tua,” lirihnya, kemudian berjongkok dan mengusap kepala Fadhil. “Papa sayang kamu.”

Setelah berlaku kasar. Ia akan menyesal. Sudah tak tau harus bagaimana, agar membuat anak semata wayangnya berubah menjadi lebih baik. Dengan hati bersalah. Ia meninggalkan lelaki berumur 26 tahun itu di dalam kamar mandi. Pria yang tadi tampak gagah menyeret anaknya, tak disangka meneteskan air mata.

Semoga akan ada hidayah yang bisa membuatmu berubah, Nak.”

•••

Siang hari, Fadhil yang merasa bosan berada di rumah. Akhirnya, memutuskan untuk mengajak sahabatnya—Daffa — untuk makan bersama di sebuah restoran.

Ketika Cinta BerbisikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang