Bab 4 Kecurigaan

3 2 4
                                    

Setibanya di rumah Naina. Di sana sudah ada Wafa yang membantu untuk mengeluarkan makanan kotak dari rumah dan diletakkan di teras. Kantong kresek yang cukup besar dengan isi beberapa tumpukan makanan itu berjejer dengan jumlah yang lumayan banyak.


"Eh, Naina. Lagi ada acara, ya?" ujar Fadhil pura-pura tak tau. Mampir dan masuk ke dalam halaman rumahnya.


"Fadhil?" kaget Naina. Tak menyangka akan bertemu dengan dirinya lagi.


"Mau aku bantu?" ujarnya menawarkan.


Naina membuang pandangan ketika Fadhil terus menatap dirinya.


"Tidak perlu, sebentar lagi taksi langganan saya akan datang, gak ada yang perlu dibantu," jawabnya.


Fadhil memilih duduk di teras rumah yang memang terdapat kursi. Percuma saja kalau memaksa untuk mengantarkan Naina kemana pun ia mau. Karena gadis itu pasti akan menolak. Jadi, lebih baik memanfaatkan waktu buat pe-de-ka-te.


"Kamu, kenapa di sini?" Pertanyaan Naina seakan menyiratkan supaya ia segera minggat dari rumahnya.


"Ayolah, Nai. Jangan sinis gitu. Aku gak bakakan gigit, kok. Pengen temanan aja," ucapnya santai.


Wafa tersenyum lalu mendekat. Dia pasti sudah tau apa tugasnya untuk membantu Fadhil yang akan memberikan imbalan uang.


"Kak Naina, gimana kalau kita naik mobil Kak Fadhil aja. Mang Arif juga belum nongol. Kak Fadhil mau, kan. Nganterin kita?" Wafa menatapnya.


Fadhil tersenyum. "Tentu saja, tapi Nainanya aja yang gak mau. Aku sih kalian mau kemanapun bakalan aku antar. Gratis, gak perlu bayar," kekehnya


Wafa mengedipkan sebelah mata kepada Fadhil. Ia membalas dengan acungan jempol, kala Naina menoleh ke arah lain.


"Ayolah, Kak. Kita diantar Kak Fadhil aja buat bagi-bagi makanan, daripada nunggu mang Arif yang gak jelas dimana orangnya."


Naina bersedekap. Matanya tak lepas memperhatikan jalan. "Sebentar lagi, mang Arif pasti datang." Ia tetap pada pendirian, tak ingin diantar olehnya buat menemani mereka.


Pasrah, Fadhil menghembuskan nafas kasar. Kemudian berdiri dengan wajah lesu.


Tanpa sepengatahuan mereka bertiga. Mang Udin yang berada di pos jaga, tak pernah lepas memperhatikan mobil hitam itu, lalu berganti menatap wajah Fadhil yang tengah berbincang manis.


"Mobil sama orangnya kayak pernah lihat. Seingatku dia sering memperhatikan rumah ini. Mau dibilang maling tapi kok penampilannya kayak orang terpandang. Ah, gak mungkin. Dia juga kayaknya senang banget ketemu Non Naina. Apa laki-laki itu naksir, ya? Secara, kan. Anak pak Rahman sangat cantik, pasti laki-laki itu kepincut sama kecantikannya." Mang Udin membatin.

Ketika Cinta BerbisikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang