6

491 62 1
                                    

Happy reading 😍

Alice baru sadar pagi ini menemukan lilin aroma terapi dengan harum mawar di meja riasnya. Pantas saja tadi malam dirinya tidur begitu nyenyak. Harum mawar menguar ke seluruh ruangan.

"Lili, siapa yang menaruh lilin ini?"

Lili yang tengah sibuk merapikan rambut majikannya. Mengamati bentuk lilin itu.

"Saya tidak tahu Nona, mungkin Tuan Duke."

Tadi malam Edward meninggalkan kamarnya sebelum ia selesai mandi. Dan seingatnya harum mawar sudah tercium. Seketika itu, Alice tersenyum. Apakah itu benar Edward. Jika iya. Sungguh manis sekali. Namun, kenyataan bahwa Edward mencintai Layla, menyadarkan Alice. Mungkin apa yang dilakukan Edward kepadanya sekarang, hanya secuil dari rasa tanggung jawab sebagai tunangannya.

Alice tersenyum getir, ia lalu meletakkan bekas lilin itu di lacinya. Seperti perasaannya yang terpendam, ia yakin akan pada waktunya lupa akan cintanya kepada Edward. Ia hanya akan menyimpannya erat-erta.

--*--

Alice pergi ke pasar kota melihat-lihat. Apakah ada ruko kecil yang bisa ia sewa untuk bisnisnya. Sembari melihat-lihat dan sudah hampir tengah hari. Tenggorokannya mulai kering dan ia memutuskan untuk masuk ke sebuah cafe. Ketika Alice sudah selesai menikmati minumannya, sebuah kerumunan terlihat. Seorang anak kecil sedang disidang karena mencuri. Alice yang tidak tega dengan perlakuan itu, iapun mencoba menolongnya.

"Mohon maaf, tuan dan nyonya semua. Saya yang akan bertanggung jawab atas anak ini," Alice memberi instruksi pada Lili, dan pelayan itupun langsung cekatan apa yang diintruksikan oleh majikannya.

"Bukannya itu Lady Briar, calon Duke of Luksemburg?" Bisik-bisik dari kerumunan itu membicarakan keberadaan Alice. Alice yang tidak peduli dengan rumor. Ia pun segera pergi dan mengajak anak itu untuk sekedar duduk-duduk di restaurant bagian depan.

"Kamu sudah makan adik manis?" Tanya Alice mengamati penampilan bocah yang tengah duduk menunduk di depannya. Alice merasa Dejavu.

Bocah ini mengingatkan Alice akan seseorang. Tampak familiar. Bola mata hijau zamrud seperti Layla, dan rambut merah menyala seperti dirinya, juga ekspresinya yang sangat polos, tidak seperti pencuri kebanyakan. Bocah ini seperti kolaborasi Anatar dirinya dan Layla.

"Lili, tolong pesankan makanan yang disukai oleh anak-anak. Dan juga camilan tentunya. ___ juga jangan lupa minuman yang bergizi."

Perintah Alice karena sedari tadi bocah di depannya ini, tidak menjawabnya. Beberapa menit mereka menunggu. Meja yang kosong itu sudah terisi penuh.

"Makanlah, aku tidak akan menghitung bayaran." Bocah itu tampak menimang-nimang mengambil atau tidak.

"Apa kakak, terlalu menakutkan untukmu?" Gurau Alice tampak dibuat sedih.

Bocah itu menggeleng dan berujar, "Tidak Nona. Terima... Kasih."

"Makanlah yang banyak. Kamu harus tumbuh dengan sehat."

"Lili, kau juga boleh makan. Jangan diam saja."

Lili pun mengangguk cengengesan. Ia juga lapar sebenarnya. Alice juga ikut bergabung. Mereka menikmati kelezatan dari makanan yang tersaji dengan khidmat. Sampai semua piring itu bersih bebas kilap. Tiga orang yang berkumpul, mirip seperti predator kelaparan. Sesudah mereka membayar, Alice hendak mengajak bocah itu ke salon dan membelikan baju. Sebenarnya anak itu menolak dan ia hampir menangis. Jadi, Alice hanya bisa memberikan koin emas untuk bocah ini.

"Adik kecil, kakak boleh bertanya sesuatu?" Bocah itu mengangguk. Terlihat bocah ini memang jarang bicara. Perpaduan antara dirinya dan Layla. Entah mengapa melihatnya membuat Alice gemas.

not a passionate romanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang