9

514 52 2
                                    

Happy reading

Edward membawa Alice ke kamarnya. Ia merasa bersalah terhadap gadis itu. Ia bahkan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika terjadi apa-apa dengan Alice. Langit malam berubah menjadi cahaya pagi. Alice masih pura-pura tidur. Ia tidak ingin bangun dan melihat wajah Edward yang menyebalkan itu. Nanti saja ketika Edward pergi baru ia akan bangun. Alice sudah pasrah dengan mimpinya. Dan ini dunia nyata. Ia bebas menentukan jalan hidupnya. Tunggu dulu, Kyne dikisahkan tewas dalam tabrakan mobil. Apakah Alice bisa mengubah takdir Kyne. Setidaknya dikurangi. Minimal hanya luka ringan. Kabarnya Layla dan Eryk sudah bahagia di perguruan tinggi, gadis itu bahkan memperoleh penghargaan juara Olimpiade SAINS.

"Duke, mobil Anda sudah siap."

Edward yang sudah bersiap dan masih memandang Alice. Ia mengecup kening gadis yang pura-pura tidur itu, "Lekas sembuh. Aku mencintaimu." akunya sembari tersenyum hangat.

Jantungnya berdetak tak karuan. Edward menyatakan cinta. Sayangnya Alice masih tidak percaya. Ia tidak mau terlalu naif. Kalimat cinta sudah terlalu umum. Alice ingin dibuktikan dengan perbuatan dan yakin atas perasaan masing-masing. Ia teringat Ayahnya Count yang menyatakan cinta kepada Ibunya. Tetapi, ia baru tahu. Count Briar suka bermain wanita di luar sana. Mengapa di lingkungannya banyak lelaki brengsek? Apakah ia memang ditakdirkan seperti itu!

Sesudah kepergian Edward, Alice terbangun dari awalnya ia pura-pura tidur, malahan ia benar-benar terlelap dalam tidurnya. Dan ketika matahari menyingsing mulai siang Alice baru terbangun. Segala kemungkinan akan terjadi sesudah ini. Edward benar-benar lelaki menyebalkan dan seenaknya sendiri.

Alice ingin marah, bahkan wajah Edward seakan menghantuinya. Berputar-putar di kepalanya. Ini tidak adil.

"Nona, syukurlah Anda sudah bangun. Saya kira terjadi apa-apa dengan Nona. Duke Edward pada saat itu membopong Anda dan terlihat panik. Sebenarnya apa yang terjadi Nona? Saya kira Anda pergi ke pasar malam bersama Tuan Kyne," ujar Lili sendu mengucapkan kalimat pertanyaan panjang lebar.

"Aku tidak ingin membahasnya Lili."

"Maaf Nona, bukan maksud saya ..."

"Tidak apa-apa Lili."

Alice yang masih lelah tubuhnya bahkan masih sakit karena Edward mendorongnya ke dinding. Ia meraba punggungnya yang terasa lengket. Ia sedikit menyingkap bagian gaun belakangnya. Tercium bau seperti ramuan mirip salep.

"Lili, siapa yang mengoleskan benda ini di punggungku?" Alice masih mencium bau tak sedap itu. Pasalnya baunya menyeruak ke hidungnya.

"Duke Edward, Nona!"

Alice menggertak kan giginya. Bahkan hawa panas sudah menembus ubun-ubun kepalanya. Gaun tidur itu bahkan ia remas untung menenangkan kemarahannya. Tunggu! Siapa yang mengganti gaunnya?!!

"Kalau pakaianku? Siapa yang menggantikan?"

"Saya Nona," syukurlah Alice bernafas lega. ___ "Tapi, karena Tuan Duke begitu khawatir, ia terus berada di samping Nona ___"

"Jangan teruskan Lili. Aku mulai pening mendengarnya!"

Lili meneguk ludah kasar. Tadi malam Duke yang membuatnya panas dingin, sekarang Nona-nya. Mengapa kedua pasangan ini menyiksa dirinya.

Alice turun dari ranjanganya, menyingkap tirai menatap langit dari balik jendela kamar Edward. Pria itu malah membawanya ke kamarnya. Sebenarnya hatinya sungguh gundah. Ia takut pernikahan ini terjadi dan malah tersakiti. Jujur, ia mencintai pria itu. Tidak dipungkiri ketika Edward bilang mencintainya. Hatinya menghangat. Ada rasa bahagia yang menyeruak ke seluruh bagian tubuhnya. Terukir senyum terlihat pada wajah cantiknya. Namun, cairan sebening kristal keluar dari bola mata birunya. Lili melihat majikannya menangis.

not a passionate romanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang