15

411 36 0
                                    

Happy reading

Alice menatap langit hitam penuh cahaya bintang bertebaran. Tangannya seakan menggapai dan mencakup butiran kerlap kerlip itu.

"Nona!"

Lili memasuki kamar Alice tanpa mengetuk pintu.

"Kenapa Lili?"

"Maafkan saya Nona. Tetapi, ini ada kiriman untuk Anda."

Lili menyerahkan kotak yang entah dari mana asal usulnya. Alice membukanya dan betapa terkejutnya foto yang ia lihat. Tubuhnya langsung tidak seimbang melihat satu persatu foto tersebut. Tidak mungkin ini terjadi, bahkan Alice begitu percaya diri jika, Edward melihat dari respon pria itu tadi siang. Bahwasannya ia dan suaminya saling mencintai.

"Nona. Anda baik-baik saja?"

Alice memasukkan kembali foto tersebut. Dengan tampang gusar ia keluar menuju ruang kerja Edward. Langkahnya begitu pasti, tangannya menggenggam erat berkas foto yang ujungnya mulai terkoyak. Pintu terbuka lebar, dan Alice melempar berkas foto tersebut tepat di wajah Edward. Kemarahan Alice yang dipenuhi dengan kekecewaan itu, sudah menyulitkan ia akan kepercayaan. Meskipun dalam hati terdalamnya, ia ingin mempercayai suaminya.

"Aku membencimu!"

Bagaikan ditampar oleh kenyataan. Alice bahkan sampai terduduk lemas ke lantai itu. Edward membuka amplop itu dan betapa kagetnya dirinya. Foto ketika ia bersama Layla. Gadis itu merawat dirinya ketika sakit. Tidak ada maksud apa-apa. Alice sudah salah paham.

"Kamu percaya dengan hal murahan ini!" Edward berdiri dari singgasananya. Menghampiri Alice yang masih terduduk lemas. Ketika ia ingin menggapai Alice yang menangis sesenggukan, ditepis begitu saja dengan kencang. Alice berdiri dan menatap penuh akan tidak mengerti. Seketika itu ia sadar, bahwa Edward mungkin sebenarnya masih ada rasa dengan Layla.

"Apa kamu mencintaiku?"

Kalimat itu terlontar dari bibir Alice yang begitu naif mengharapkan jawaban sesuai keinginannya. Meskipun itu, Ia ingin mendengarnya dari mulut Edward langsung. Pria itu malah tertawa mendengarnya namun, kedengarannya malah membuat suasana semakin mengerikan. Tawa yang menggambarkan kelelahan. Pria itu sampai melonggarkan dasinya, lalu beranjak menghampiri Alice yang berdiri tegap menantangnya.

"Sudah beberapa kali aku mengatakannya? Bahkan kamu tidak pernah melihat perhatianku selama ini!"

"Kebaikan apa?! Kamu bahkan sering menyiksaku. Membuatku selalu ketakutan ketika bersamamu!"

"Oh, jadi itu yang selama ini ada di benakmu tentangku, Alice!!" Edward menggapai dagu Alice membuat gadis itu mendongak menghadapnya.

"Iya!!! Bahkan ketika pertunangan kita. Kau membelikan gaun untuk Layla, juga kalung hijau zamrud itu!!" Edward berganti ekspresi tampak terkejut dan frustrasi. Bagaimana ia menjelaskan bahwasannya ini salah paham. Ekspresi yang ditunjukkan Edward membuat Alice yakin kalua dugaannya benar. Edward kembali ke singgasananya, ia lebih memilih duduk menenangkan diri. Bersandar di kursinya dengan mata terpejam.

Alice bahkan sudah kecewa akan respon Edward yang acuh. Iapun pergi dari villa dengan langkah kaki yang begitu berat, terseok-seok menggunakan heels dengan tinggi kira-kira <3 cm membuatnya tersandung. Dari awl seharusnya ia memilih menyerah saja untuk menerima tantangan membuat Edwar jatuh cinta kepadanya. Semuanya serasa tidak mungkin. Lututnya membentur marmer menciptakan gesekan pada kulitnya akibatnya muncul darah segar keluar sedikit, dan itu begitu nyeri. Ia menangis sesenggukan sembari meremas gaunnya, ia tidak menghiraukan lukanya yang mulai parah itu. Ia melontarkan kalimat kebencian pada pria itu, namun di dalam hatinya ia kecewa karena hatinya masih ada tempat untuk Edward yang sudah memporak-porandakannya seluruh saraf otaknya. Mata biru itu bagai sungai yang mengalir deras. Hingga seseorang menyodorkan sapu tangan kepadanya. Kyne yang sedari tadi melihat Alice keluar dari villa Edward dengan tidak nyamannya.

not a passionate romanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang