Get Close

26 1 0
                                    

"DIAN!" aku dengan antusias memanggil Dian, sampai ia mendadak berhenti dan memasang wajah kagetnya padaku. "Lo harus tau sesuatu! Oh My God, Dian, gue kemaren nemuin mahakarya Tuhaaaaan!"

Dian cengo. Mungkin dia masih belum paham kali ya, sama apa yang ku maksud?

"Dian! Hey! Lo tau gak sih, kak Axel?" tanyaku sambil mengecilkan volume, kalau sampai ada yang dengar kan bahaya.

Dian menggeleng.

"Ih sumpah ya, kalo lo sampe ketemu dia, gue yakin lo bakal tercengang!" kataku heboh dengan gaya yang tak kalah heboh dengan suaraku. "Gue rasa dia tuh the most wanted guy in this school!"

"Masa sih? Lo ngelebih-lebihin kali ah," Dian mengambil botol minumnya lalu meneguknya sedikit, kebiasaan Dian di pagi hari.

Aku gak terima dibilang hiperbola gini. Aku harus kasih liat ke Dian! "Iiiiih lo gak percaya? Jadi, dia tuh ketua teater sekolah ini, Iaaaannnn! Dan gue yakin kalo lo bakal narik ucapan lo yang bilang kalo gue lebay."

"Oke, kita cari dia nanti di kantin."

Tiba-tiba, seorang gadis berambut panjang mendatangi kelas kami dengan kepanikan yang terpampang di wajahnya. "Permisi, disini ada yang ekskul PMR?"

Dian yang jiwa penolongnya kuat dan kebetulan dia memang PMR langsung angkat tangan, ditambah 2 orang lainnya yang juga langsung berdiri.

"Ada teman kalian yang jatuh dari motor. Dia bilang dia anak kelas ini, dan sekarang dia ada di UKS. Tolong segera kesana ya, aku mau panggil kakak PMR yang lain," anak itu pun pergi dan naik ke tangga.

"Ni, gue kesana dulu ya. Kalo nanti Bu Vinna dateng, bilang aja gue sama Dini dan Rara ke UKS ngurus orang sakit. Ok?" tanpa menunggu jawabanku Dian langsung pergi.


-TP-


Saat bel istirahat berdering, aku baru sadar kalau si Gembel Hip Hop gak ada dikelas. Kemana dia ya?

Sepersekian detik kemudian aku menyadari, kalau cuma Zio yang gak masuk hari ini; selain Dian, Dini dan Rara yang dua jam lalu pergi ke UKS untuk menolong temanku yang jatuh dari mot—

Orang itu Zio.

Kriiiiingggggg......

Gak pikir panjang lagi, aku langsung menuju ke UKS. Tempat Zio berada. Ya, rivalku yang satu itu udah mulai menarik perhatianku setelah kejadian kemarin di ruang musik.

Dua puluh empat jam yang lalu, Zio berbeda. Ia gak lagi sombong dan menyebalkan. Bahkan, dua sifat itu terlihat jauh banget dari Zio yang mengobrol denganku kemarin. Ia terliat........rapuh.

Rangkaian cerita yang disampaikan Zio berawal dari kesedihannya. Kemarin, tepatnya tanggal 22, udah tepat tiga tahun kepergian ibunya. Jadi, makam yang waktu itu kudatangi memang benar makam ibunya. Zio bilang dia sangat merindukan ibunya, karena ayahnya sering pergi meninggalkannya ke luar kota untuk mengurus bisnisnya dan ia hanya tinggal bersama pembantu dan supir. Hampir sama sepertiku ya?

Tapi setelah mendengar ceritanya lebih lanjut, ternyata kesamaan kami yang ditinggal orang tua hanya sebatas itu. Kalo ayahnya sedang dirumah, ayahnya juga sibuk memandangi layar komputer. Anehnya, walau tampaknya gak perduli pada Zio, setiap Zio pulang lebih dari jam sepuluh malam, ayahnya akan memarahinya. Zio bilang kalo masa SMP-nya adalah masa tersuram. Zio, remaja yang saat itu baru ditinggal ibunya sangat bandel, egois, dan hampir tiap bulan dipanggil ke ruang BK – bimbingan konseling. Hal itu membuat ayahnya sering memukulinya, jarang berbicara dengannya, bahkan meninggalkannya ke luar kota.

Dan sekarang, Zio ingin memperbaiki masa remajanya. Ia ingin meredam sifat-sifatnya yang membuat ia seperti kehilangan anggota keluarganya.

"Nata?" sapa Zio saat aku membuka pintu UKS. Tangannya dibalut perban dan ia terbaring lemah diatas tempat tidur.

"Lo kenapa?" aku duduk disampingnya.

Kenapa UKS ini tiba-tiba sepi ya?

"Gue kemaren gak sempet liat nyokap," Zio mencoba untuk duduk. Tapi gagal karena kepalanya masih pusing.

"Terus, apa hubungannya sama kecelakaan lo sekarang?" tanyaku bingung.

"Lo pengen banget denger cerita gue nih?"

"Zio, kita baru jadi temen kemaren ya."

"Hehehe oke oke. Jadi, kemaren gue pulang dari sekolah jam setengah enam. Terus gue cari makan—"

Aku memotong ucapannya. "Sendiri? Haha dasar jones."

"Hey! Gue jomblo ngenes gitu? Sebenernya banyak yang mau gue ajak makan, tapi gue gak mau."

"Hih sombong. Udah cepet lanjutin cerita lo, nanti keburu masuk."

"Kan tadi lo yang motong, Ta." Deg. Please kurangin cara lo manggil gue Nata dengan suara lembut begitu.

"Iya sorry." Aku menyambar cepat.

"Terus gue cari makan, dan selesai makan itu jam tujuh malem. Tadinya gue mau ke makam malem itu juga, tapi temen gue bilang kalo ada razia di daerah pemakaman nyokap. Akhirnya gue balik dan galau. Jadilah gue begini, gak fokus nyetir dan nabrak."

Kriiiiiinggggggg.......

"Yah udah bel. Gue ke kelas ya, bye!" aku berdiri lalu berbalik keluar UKS dan menuju ke kelas.

Dan samar-samar, aku mendengar suara lemah Zio menyahut.

"Bye."


-TP-


Sore itu hujan turun seperti kata pepatah.

'Mati segan, hidup pun tak mau.'

Sudah setengah jam aku menunggu agar hujan hari ini musnah dan datang di lain hari. Tapi kayaknya ini hujan gak sejalan sama harapanku. Ia tetap saja terus membuat genangan-genangan kecil di halaman Merpati Putih.

"Duuuuh kapan berhentinya sih? Gue kan udah kangen tempat tidur gue," entah pada siapa aku mengeluh kali ini. Tak satupun dari kesepuluh anak yang bersamaku di lobby depan ini dapat ku kenali.

Sampai akhirnya seorang cowok yang sedang berusaha berjalan tegap datang menghampiriku. "Belom pulang?"

"Yaaaa kalo gue udah pulang kan gue udah gaada disini lagi, Io. Gue pasti udah berbaring diatas tempat tidur gue yang anget sambil meluk guling,"aku menanggapi Zio yang kini sudah duduk disampingku.

"Hahaha iya juga sih ya. Terus lo mau nungguin sampe ujannya kelar gitu?"

Aku mengangguk. Memang seperti itu rencanaku kan?

"Yakin gak mau pulang bareng gue aja?" Zio menawarkan hal yang harusnya aku jawab 'iya'.

Dan dengan bodohnya aku jawab, "Gak."

Zio sempat shock, tapi aku memilih diam dan gak melanjutkan jawabanku.

"Kenapa?"

"Karena gue dijemput sama bokap gue. Lagian lo kan abis kecelakaan, gimana bisa?" aku balik bertanya.

"Gue minta jemput supir. Kan motor gue juga rusak dikit, bahaya kalo gue pake nyetir." Zio membalas diiringi dengan bunyi handphone-ku.

Papa.

"Kenapa, Pa? Iya aku masih disekolah, Papa kapan berangkat ke sini?" aku yang tadinya senang berubah muram. "Oh gitu. Oke, aku ngerti. Bye, Pa."

Menuju kenaikan jabatan. Itulah alasan Papaku gagal untuk bertemu denganku sore ini.

Jadi, aku harus nebeng Zio gitu?


---------------------------

sorry yaa late update, soalnya gue pikir kalian gak begitu tertarik sama cerita ini. mungin karna tiap partnya terlalu pendek? atau ceritanya biasa aja? atau karna alasan lain?

makanya kasih vomment yaaa, biar gue semangat terusinnya juga

thanks;)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tulip Putih [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang