Hari ini hari Rabu. Pelajaran pertama yang akan aku lalui adalah pelajaran Matematika.
Sebelum bel pelajaran pertama dibunyikan, aku melihat Zio sedang membaca buku Matematika-nya dengan tampang sok-sibuk-dan-paling-pinter-dikelas.
"Sok sibuk banget sih," ujarku saat melewati tempat duduknya dengan nada meremehkan sambil terus berjalan menuju mejaku, lalu duduk.
Sesaat, aku duduk dengan tenang. Tapi kemudian............................
"Siapa yang sok sibuk?" tanya Zio tepat di telingaku. Sontak aku pun menoleh dengan teramat kaget.
"Heh! Gila lo ya?! Gue bisa jantungan tau!" balasku tepat di depan mukanya. Beberapa anak yang berada didekat kami sempat menoleh dengan tatapan bingung, kaget, curiga dan ada juga yang senyum-senyum. "Hehe, maaf semuanya."
Untung mereka langsung diam setelah aku meminta maaf.
"Siapa yang mau bikin lo jantungan? Lagian, lo duluan kan yang mulai," Zio tampak santai menghadapi masalah ini. Padahal ini bersangkutan pada nyawaku yang bisa-bisa kena serangan jantung karenanya!
"Jangan ge-er ya! Emang gue ngomong sama lo?!" balasku bohong."Oh gitu ya," katanya dengan nada tak yakin. "Dian mana?"
Aku menyipitkan mata. "Ngapain lo nanyain Dian?"
"Nanya doang. Gaboleh?"
"Pasti ada sesuatu kan?! Udah cepet kasih tau!"
Sebelum Zio menjawab, bel masuk sudah berdering. Ia langsung melesat kembali ke bangkunya.
Sejak kapan Zio deket sama Dian? Pasti ada sesuatu yang ditutup-tutupin dari gue!, pikirku. Tapi sekarang Dian kemana????
Semenit kemudian seseorang mengetuk pintu kelas saat Pak Romlah baru duduk dibangkunya.
Dian.
"Maaf, Pak tadi ban mobil Papa saya bocor. Jadi saya nunggu angkot dulu deh," kata Dian setelah menyalami tangan Pak Romlah dengan napas yang masih terengah-engah.
"Yaudah, sekarang kamu cepet duduk dibangkumu," balas Pak Romlah diikuti langkah kaki Dian menuju ke arahku.
Setelah duduk, Dian kuintrogasi. Hahahaha.
"Woy, lo tadi dicari orang yang menurut lo kece tuh!" aku memancing.
"Hah siapa? Zio?" tanya Dian.
"Iyalah siapa lagi?!" aku menjawab santai namun tetap berusaha mengungkap rahasia.
"Oh... oke thanks infonya." Dian membalas singkat. Sangat singkat. Gaada informasi yang bisa didapat.
"Emang lo ada apaan sih sama dia?" aku kembali mencoba membuka mulut Dian.
"Adalah urusan gue sama dia. PRIVASI." Dian menekan kata akhir dalam kalimatnya itu.
"Cieeeeeeeee, udah deket yaaaa? Kalo udah jadian entar pajak yaaa!"
"Gue gak niat deketin dia lagi. Gue kan cuma bilang dia kece, gue gabilang suka sama dia."
Aku cukup kaget mendengar pernyataan Dian.
Dia gak suka sama Zio?
"Lo gasuka sama dia? Gue kira selama ini –" Dian dengan cepat memotong omonganku.
"Plis, Nia. Gue. Gaada. Apa-apa. Sama. Zio." Dian mengakhiri kalimatnya dengan menatap Pak Romlah yang sedang mengukir papan tulis dengan berbagai rumus logaritma dan mulai menyalin ke dalam buku tulis diatas mejanya.
Aku pikir itu cukup menjelaskan semuanya.
-TP-
"Pengumuman. Kepada seluruh siswa dan siswi kelas 10 yang mengikuti ekskul Teater, harap berkumpul di aula sepulang sekolah. Sekali lagi, kepada seluruh—" speaker kelas sudah berkumandang. Hal ini terjadi setiap 5 menit sebelum bel sekolah berdenting. Dan benar saja, Bu Jeje kemudian menyuruh kami untuk merapikan meja kami.
"Lo teater kan, Ni?" tanya Dian tepat sebelum bel berbunyi.
"Iya. Kenapa?" tanyaku saat berdoa pulang telah selesai.
"Gapapa, berarti hari ini kita gak pulang bareng kan?" Dian membalas sambil bersiap pulang dan memakai jaketnya.
"He-eh. Emang kenapa? Lo mau pulang bareng 'temen deket' lo yang baru itu?" balasku dengan mata memicing kearah Zio. Tampaknya ia sedang berpura-pura tidak melihatku dan Dian.
"Siapa yang mau pulang bareng Zio? Gue dijemput Tommy." Dian memakai tasnya. Lalu gelagapan. "Mak....maksud gue—"
"Oh jadi," aku memasang wajah menyelidik. " Lo deket lagi nih sama mantan lo itu, hmmm?"
Dian yang salah tingkah langsung memasang wajah piasnya, lalu pergi. "Gue.....cuma ada urusan. Gue duluan, Ni!"
"Hahahaha, bye! Hati-hati!" aku tertawa melihatnya.
-TP-
Saat aku sedang berjalan menuju ke aula, kulihat Zio masuk ke ruang musik. Sendirian.
Mau apa dia disana?, tanyaku dalam hati dan tanpa sadar aku mengalihkan arah kesana.
Zio duduk didepan piano milik sekolahku. Ia menaruh tasnya didekat tempat ia duduk dan sesaat kemudian ia terdiam.
Entah apa yang dia pikirkan, satu menit kemudian barulah ia meletakkan jari-jarinya diatas tuts piano dan memainkan lagu yang sangat familiar buatku.
Kiss The Rain.
Namun baru saja ia memainkan beberapa nada, ia berhenti. Apa lagi yang ia pikirkan?
Karna takut ketahuan, aku pun pergi dari situ dan bergegas ke aula. Sampai sebuah suara yang bergema mengagetkanku.
"Nata?"
Aku diam ditempat. Mencoba mencerna satu kata yang baru saja aku dengar. Apa dia memanggilku? Dengan panggilan yang sangat jarang aku dengar setelah Mamaku pergi?
Ini gak mungkin. Zio gak mungkin manggil aku dengan suara yang lemah seperti itu. Tanpa keangkuhan, tanpa kesombongan. Seolah Zio yang baru saja memanggilku itu adalah Zio yang hanya ada dalam benakku dulu.
"Temenin gue sebentar disini, Ta." Suara Zio sekarang tepat dibelakangku, membuatku dengan sekejap membalikkan badanku kearahnya.
Seketika aku melunak. Aku melihat mata Zio yang teduh, bahkan terkesan ringkih. Sepertinya ia dalam kesedihan?
-TP-
"Kak maaf aku terlambat. Tadi aku ada kerja kelompok sebentar," aku berbohong pada seniorku yang saat ini sedang membaca sebuah skenario. Menurut Jordy – teman SMP yang ternyata juga memilih teater – senior cowok yang ada dihadapanku ini bernama Axel, sang ketua teater yang telah membawa teater sekolahku ini memenangkan lomba tingkat propinsi.
Axel menoleh. Dan aku mematung. Mahakarya Tuhan!
"Oh iya gapapa. Ini juga baru pertemuan pertama, belum diadakan audisi dan latihan. Kita baru mau perkenalan 5 menit lagi kok, karna pelatih kita belum datang." balasnya panjang lebar ditambah dengan senyumnya yang menawan.
"Oooh...oke kak," aku berkedip dan tersadar akan apa yang aku lakukan.
Daripada dimarahi senior lain, aku memilih untuk duduk bergabung dengan anak kelas X lainnya.
Something went wrong with my heart.
----------------
a.n
heiii readers comment dong biar aku tau gimana reaksi kalian akan cerita ini;)
datar? biasa? seru? atau yang lain?
segera comment dan vote juga kalo boleh hehe. thanks for reading~

KAMU SEDANG MEMBACA
Tulip Putih [ON HOLD]
Fiksi Remaja"Lo nyebelin!" aku memukul Zio dengan bantal saat aku tahu bahwa dia telah menaruhkan garam dalam sirupku. "Ahahaha!" tawa Zio nyaring sambil terus menghindar dari seranganku. Sekejap, ia berhenti tertawa dan memegang tanganku. "Gue beneran nyebelin...