"Yang namanya Bunga Bangkai mana? Angkat tangan!" tanya seorang senior yang berdiri di ujung lapangan dengan suara lantang.
Hari ini adalah hari pertamaku diMOS – Masa Orientasi Siswa.
Aku menoleh. Nama yang menurutku menghina itu adalah nama samaranku. Walau tegang, aku pun mengangkat tanganku.
"Oh lo yang disana!" teriak senior itu lagi hingga hampir seluruh junior dan senior di lapangan SMA Merpati Putih memalingkan wajahnya padaku. "Lo dipanggil ke pos satpam! Ada yang mau ketemu sama lo!"
Pos satpam? Siapa yang mau bertemu denganku?, pikirku dalam hati sambil melangkah maju menuju pos satpam.
"Papa!" pekikku tak percaya. Namun, rasa senang sekaligus kaget telah berganti kekecewaan. Melihat Papa mengenakan seragam polisinya, aku langsung dihantui perasaan tak enak.
"Hai sayang. Papa kesini mau........" kata Papa namun kupotong.
"Mau pamit sama aku kan? Papa mau tugas kemana lagi?" tanyaku sedih bercampur marah dan kecewa.
"Maafin Papa sayang, tapi Papa dapat panggilan mendadak ke Jogjakarta untuk mengamankan beberapa tempat disana. Papa akan tinggal disana selama beberapa hari dan Papa harap kamu bisa .................." omongan Papa kupotong kembali.
"Aku ngerti, Pa," balasku setelah menerawang pikiran Papa.
"Papa udah tinggalin uang untuk kamu di atas kulkas," ucap Papa lalu melirik jam tangannya. "Papa harus pergi sekarang, Nak. Kamu jaga diri baik-baik ya. Papa sayang kamu!" kata Papa sambil mengusap kepalaku lalu pergi.
"Dah..." aku melambaikan tangan pada punggung Papa yang tegap dan semakin menjauh. Aku pun kembali ke tempatku sebelum para senior menjadikanku bahan tertawaan hari ini.
Dan benar saja, baru saja aku melewati senior yang kebetulan tadi memanggilku, aku sudah dijegal.
"Ngomong sama siapa lo tadi?" tanya senior yang super kepo itu.
"Papaku kak."
"Bokap lo polisi? Berarti lo biasa push up dong? Coba push up didepan gue 50 kali!"
"Hah? 50 kali kak? Gabisa diturunin?"
"Kalo lo banyak bacot gue tambahin jadi 100!"
Dengan terpaksa, aku mulai mengambil ancang-ancang untuk push up dan menyentuhkan tanganku ke lapangan yang mulai panas itu. Untung aku memang diajar Papa untuk melakukan push up seminggu sekali, jadi aku tak perlu khawatir.
"Lo itung dan suara lo harus kenceng!" teriak senior yang belum tentu bisa push up 50 kali ini. "Mulai!"
"Satu, dua, tiga, empat, ......" aku mulai menghitung sambil push up. "Dua satu, dua dua, dua tiga, ........"
"Berhenti," ucap seorang cowok yang memakai celana biru dengan nama samaran Gembel Hip Hop.
Otomatis, aku menghentikan hitungan dan push up di hitungan ke dua puluh lima. Kuperhatikan wajah cowok yang juga anak baru itu. Aku gak kenal. Tapi dia kece. Dikit sih.
"Heh! Siapa lo berani nyuruh-nyuruh?! Disini gue yang senior!" bentak senior cewek yang kini mengalihkan pandangan ganasnya pada cowok itu.
"Dia cewek, masa disuruh push up," balasnya tenang, seolah-olah tak ada senior galak didepannya. Mungkin dia anak kepala sekolah kali ya, beraninya kelewatan.
"Bodo amat! Masalah gitu buat lo? Buktinya dia bisa kan?!" pekik senior itu tak mau kalah dan dipermalukan. "Emangnya lo siapa? Anak kepala sekolah? Disini semua gak ada yang dibaikin cuma gara-gara lo anak kepala sekolah! Atau.................... lo pacarnya?"
"Bukan kak!" bantahku sambil bangkit berdiri. Kenal aja engga, masa aku jadi pacarnya?
"Gue bukan pacarnya, tapi gue gasuka ngeliat cewek diginiin," jawab cowok yang makin lama makin sok jagoan ini.
"Terus lo mau apa?" tantang senior masih tak mau kalah
"Gue yang gantiin dia push up!" jawab si Gembel Hip Hop tegas.
Ya Tuhan, terimakasih karna telah Kau tunjukkan malaikat-Mu ini. Lindungilah dia seperti Kau melindungiku. Amin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulip Putih [ON HOLD]
Teen Fiction"Lo nyebelin!" aku memukul Zio dengan bantal saat aku tahu bahwa dia telah menaruhkan garam dalam sirupku. "Ahahaha!" tawa Zio nyaring sambil terus menghindar dari seranganku. Sekejap, ia berhenti tertawa dan memegang tanganku. "Gue beneran nyebelin...