BAB 8

4 1 0
                                    

Siang itu, tidak sesibuk biasanya. Hanya ada beberapa pekerjaan, merevisi kebijakan yang tertunda. Ada notifikasi WA untuk minta ijin telepon dari nomor luar negeri. Hans membalas dengan pesan, untuk menanyakan identitas.

Galuh, boss. Jangan mentang-mentang jadi presiden, bikin songong gitu,

Ya Allah, lha kamu nomornya ganti-ganti (Balas Hans)

Hans langsung klik telepon.

Hans : Assalamu alaikum ....

Galuh : Wa alaikum salam ..., di situ siang ya?

Hans : Loh, emangnya kamu dimana?

Galuh : Dekat menara Eiffel

Hans : Eh, busyet. Mau manjatkah?

Galuh : Waras nih, mungkin gegara nggak dikasih jatah, enakan bunuh diri kalee

Hans : Yee ..., makanya kalau ke sini kasih kabar dulu.

Galuh : Iyo, nanti kalau pulang kampung tak pasangin baliho di kantormu

Hans : Ngiklan jomblo akut kalee....

Galuh : Lah, sejomblo-jomblonya saya, masih ada kok yang mau nglamar.

Hans : Wis mulai maneh, jangan bikin hati saya sedih to.

Galuh : Iya-iya, maaf. Istrimu sudah bunting lagi belum?

Hans : Lagi stress nih

Galuh : Kenapa?

Hans : Miskha kambuh cemburunya setelah lihat bukumu yang Hans pinjam

Galuh : Hah, kok bisa?

Hans : Nggak tahulah, Luh.

Galuh : Kurang jatah kalee

Hans : Kurang gimana, hampir setiap malam ngebor mulu

Galuh : Kampret, gitu kok belum bunting lagi

Hans : Nggak tahu juga, mungkin pake pengaman tanpa sepengetahuanku

Galuh : Mungkin juga, dia 'kan dokter

Mereka ngobrol banyak hal, termasuk kabar Salsha di pondok. Galuh terdengar bahagia sekali jika diajak ngobrol tentang anak perempuannya itu. Dia bilang akan telepon Hans lagi jika berada di Mesir, agar anak itu ikut berbicara.

Hans memanggil Mas Nana masuk ke ruangan. Ia perintahkan untuk mengambil koper di rumah. Ada gestur bertanya, tetapi tidak berani mengatakannya.

"Miskha sudah tiga minggu tidak mau menemuiku lagi," katanya tanpa melihat pada Mas Nana. Pria itu mengerutkan jidatnya beberapa saat.

"Ada apa, boss?" Ia terlihat ikut prihatin.

"Bagaimana saya tahu masalahnya, lha dia nggak ngomong apa-apa ke saya," katanya lagi.

"Lewat WA?" tanya Mas Nana.

"Hanya dibaca doang," jawabnya.

"Busyet, kayaknya ada yang nggak beres ini," katanya lagi.

Hans tidak menanggapinya.

"Dia ada orang ketiga kayaknya," kata Mas Nana.

"Kalau sekalian jelas, nggak masalah kok mas. Saya dengan senang hati akan menikahkan dia dengan orang yang bisa mencintainya," ujarnya klise.

"Hmh, Si Boss ini kok hatinya garing gitu ya?" katanya lagi.

"Ya mau gimana lagi, kalau dia sudah nggak cinta lagi, emang mau dipaksakan." Hans melotot ke pria itu. Dia memanyunkan bibirnya.

Jangan Pernah Salahkan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang