Unexpected But Not Unwelcome
"Oh my God, it look great," Seulgi berseru saat Lisa memamerkan rambutnya pada Senin pagi di kantor, sambil tertawa kecil. "Damn. Aku sangat terkejut kau masih single."Lisa tertawa kecil, lalu duduk di mejanya. "Sudah seperti itu sejak beberapa waktu."
"Benarkah?" Seulgi bertanya dengan penasaran.
"Ya. Aku berkencan dengan seseorang selama beberapa bulan setahun yang lalu dan kami putus tahun lalu," kata Lisa, "tapi aku belum pernah menemukan seseorang yang benar-benar menarik minat ku, aku kira, sampai..."
"Benar, sampai bertemu dengan teman sekamar yang tidak mau kau ceritakan padaku," kata Seulgi sambil melotot. "Yah, aku belum pernah menjalin hubungan sejak SMA, tapi itu sudah direncanakan. Aku menghasilkan banyak uang, hanya menghidupi diriku sendiri, and doing whatever the hell I want."
Lisa menyeringai. "Aku suka sisimu yang itu."
"Sesuatu memberitahuku bahwa kau benar-benar romantis," Seulgi menegaskan, mengangkat alis pada Lisa yang sedikit tersipu.
"Diam, tidak, aku tidak romantis."
"Oh ya? Lalu kenapa kau dan teman sekamarmu tidak melakukan hal itu dan menyelesaikannya?" Lisa mengunyah bagian dalam bibirnya.
"Karena beberapa alasan. Pertama, dia adalah teman sekamar ku. Kedua, kami memiliki dua teman sekamar dan dinding yang tipis. Dan alasan lainnya"
"Are because you wanna go slow?" Seulgi bertanya sambil tertawa kecil. "Tidak perlu malu, Lisa. Kau seorang yang romantis. Terimalah kepribadianmu itu, berbanggalah." Lisa memutar bola matanya, masuk ke komputer kerjanya. Mungkin dia memang sedikit romantis, dan jika memang iya, itu karena dia tidak pernah benar-benar memiliki sosok romantis yang bisa dijadikan panutan, jadi bagaimana jika dia menginginkan hal itu untuk dirinya sendiri?
Dia berpikir tentang Jennie saat komputernya menyala, dan tentang bagaimana dia mengajaknya makan siang pada hari Sabtu dan betapa rileksnya Jennie. Lisa tersenyum kecil pada dirinya sendiri saat dia memutar ulang di kepalanya, sampai komputernya akhirnya siap, dan dia melakukan yang terbaik untuk memaksa pikiran tentang si teman sekamar-nya keluar dari kepalanya.
Hal ini jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, dan Lisa mendapati dirinya berjuang melawan pikiran tentang Jennie sepanjang hari, bahkan selama rapat yang dihadiri seluruh timnya dengan salah satu tim lain. Untungnya, dia tidak mengatakan atau melakukan apa pun sepanjang hari yang mengindikasikan bahwa dia merasa sedikit melayang dalam lamunannya, tetapi pada saat dia akhirnya keluar dari kantor sekitar pukul lima sore, dia merasa lega karena akhirnya hari itu telah selesai.
Dia dan Jennie tidak memiliki rencana apa pun untuk malam ini, selain rencana untuk membeli minuman. Mereka sempat bertemu sepintas pada hari Minggu, meskipun Jennie menghabiskan sebagian besar waktunya di luar rumah. Lisa ingin menanyakan jam berapa Senin malam mereka akan minum-minum, dan bagaimana mereka akan memastikan bahwa mereka tidak akan terlihat jelas bahwa mereka akan pergi bersama, tapi dia belum sempat melakukannya. Mungkin ia tidak ingin terlihat terlalu bersemangat, meskipun secara logika ia tahu bahwa ia dan Jennie sangat menantikan hal ini, terutama setelah makan siang bersama pada hari Sabtu. Rasanya seperti merasakan berduaan dengan Jennie tanpa khawatir teman sekamarnya pulang, dan Lisa ingin lagi.
Ketika Lisa tiba kembali di rumah, rumah itu tampak kosong, yang tidak biasa terjadi pada hari Senin. Lisa mendapati dirinya langsung menuju ke kamarnya dan mengganti pakaian kerjanya dengan pakaian yang lebih kasual, namun tetap seksi, untuk malam ini. Kemudian, dia akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan kepada Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
new roommates (JENLISA)
أدب الهواةgxg 18+ Lisa Manoban pindah dengan 3 orang mahasiswi. Selain stres karena harus menyesuaikan diri dengan kehidupan kota, pekerjaan baru, dan pamannya yang menyebalkan yang menginginkan uangnya, salah satu teman sekamar barunya tampaknya membencinya...