"Dasar guru pembohong! Bilangnya bakalan meriksa hukuman gue, nyatanya enggak! Tau gitu gue kabur aja tadi. Mana toiletnya banyak banget lagi! Dasar guru nyebelin! Suka ingkar janji!" Gerutu Zissel sebal. Dia tidak sadar ada seorang murid yang memperhatikan tingkah konyolnya sejak tadi.Sekolah sudah sepi. Murid-murid dan para guru sudah pulang.
Zissel yang kesal terus mengumpat, bicara pada diri sendiri dan menendang apapun yang dia lihat.
BUGH!
"Sshh..." Murid yang memperhatikan Zissel meringis ketika botol minuman kaleng kosong mengenai kepalanya. Dia memandang kesal si pelaku, tapi sepertinya gadis itu masih tidak sadar ada orang lain di tempat itu selain dirinya.
"Minta maaf!" Ucap murid itu dingin saat Zissel hendak melewatinya.
Langkah Zissel terhenti. Dia mendongak, dan sedikit terkejut saat melihat Veeandra—pangeran sekolah berdiri di depannya.
Dan apa tadi? Minta maaf?
Alis Zissel terangkat. Dia bingung, tidak mengerti kenapa ia harus minta maaf.
"Sampah yang lo tendang kena kepala gue." Veeandra menjelaskan. Nada bicaranya tetap datar dan dingin seperti biasa. Tidak ada senyum di wajahnya.
"Oh." Lagi-lagi Zissel bergumam pada dirinya sendiri. Dia tersenyum kikuk, "Maafin gue, Kak. Gue nggak sengaja, sumpah deh." Zissel mengangkat dua jari kedepan Veeandra membentuk huruf V.
Veeandra masih menatap datar, lalu pergi tanpa mengatakan apapun. Tidak ada tanggapan tentang permintaan maaf Zissel.
"Ck. Kenapa sih, laki-laki tampan semuanya sombong! Seperti dunia hanya milik mereka." Gerutu Zissel yang dongkol. Dia tidak sadar pada Veeandra yang menghentikan langkah dan tentu saja mendengar gerutuan itu.
Jantung Zissel hampir lompat saat berbalik dan mendapati laki-laki itu berdiri tegak di depannya.
Tinggi badannya yang hanya mencapai dada laki-laki itu membuat Zissel merasa seperti diremehkan saat Veeandra menatap kebawah, pada dirinya yang pasti terlihat mungil di matanya.
"L-lo... Lo, masih disini?" Tanya Zissel gugup. Dia mencoba mengatur jantungnya yang berdetak cepat. Bagaimana tidak, laki-laki itu sangat dekat didepannya, mungkin jarak mereka hanya sekitar satu jengkal.
Veeandra menatap Zissel cukup lama, lalu kembali berjalan, melewati Zissel tanpa bicara sepatah kata.
Mata Zissel membulat.
"Lagi?! Apa gue dianggap setan?" Gerutu Zissel dengan wajah dongkol. Dia tak habis pikir kenapa ada laki-laki yang punya kesamaan dengan laki-laki tampan dirumanya.
"Tau ah! Mending gue pulang, daripada stroke di usia muda." Gumam Zissel sebelum meninggalkan tempat itu.
⋆༺𓆩❁𓆪༻⋆