Surti mengerang panjang kesakitan. Kepalanya terasa sakit luar biasa. Pusing bukan main. Kepalanya terasa mau meledak. Ia mencoba membuka kedua matanya. Ia mendesah ketika melihat cahaya bulan purnama diatas sana disela - sela rimbunya daun2 pepohanan. Ia menjerit lirih tersandar saat diatas sana bayangan mahluk- mahluk berekor berterbangan dari dahan satu ke dahan lainya. surti mencoba bergerakan tangannya namun kedua tangannya terikat pada tali rafia. Ketat dan kuat hingga membuat pergelangan tangan panas dan nyeri sakit. Ia mengaduh merasakan kepalanya berdeyut- deyut sakit hebat. " Apa yang terjadi?" tanyanya pada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat kembali hal terakhir yang bisa ia ingat. surti mencoba mengerakkan kedua kakinya, sama kedua kakinya terikat jadi satu dengan tali rafia. Surti berontak tubuhnya mencoba melepaakan diri dari tali yang mengikat kaki dan tanganya. Tapi tentu saja sia- sia. Tali itu begitu kencang mebgikat tangan dan kakinya. Dadanya naik turun tersengal- sengal karena menangis. Ia makin dibuat ketakutan saat kawanan monyet berbulu lebat meloncat turun dari atas pohon mereka berkumpul tak jauh dari tubuh Surti yang tergeletak tak berdaya.
Monyet- mobyet itu berteriak- teriak bising ragu- ragu mencoba mendekati tubuh Surti.
" Hussssss!" hardik Surti " pergi!"
Monyet- mobyet itu berlarian menjauh sesaat namun tak lama kembali lagi.
Surti panik bukan kepalang. Ia berpikiran sebentar lagi tubuhnya akan jadi santapan makan malam monyet - monyet alas roban.
Ketika monyet- monyet itu mendekat maka Surti akan berteriak kearah mereka. surti merasa binatang2 itu mempermainkan ke tidak berdayaannya. Ia menjerit- jerit menangis meraung- raung.
" Tolongggggg!" lolongnya sekuat tenaga berharap ada seseorang yang mendengarkan teriakannya. " toloooongg aku!"
Surti makin kalap saat beberapa monyet berhasil mendekat dan beberapa mencakar kakinya. Darah menetes rasa panas dan perih menjalar. "Aku akan mati malam ini" guman Surti.
Ia berusaha menedang kakinya keatas berharap monyet- monyet itu pergi menjauh.
"Tidak, Jangan!" jeritnya saat beberapa monyet kecil memainkan helaian rambut panjangnya. Rambutnya ditarik- tarik. Surti tahu kalau monyet2 diatas kepalanya adalah sekunpulan monyet abak- anak. Surti mengerak- gerakkan kepalanya meskipun rasanya teramat sakit. Ia ingat kepalanya dipukul oleh seseorang. Mungkin akibat pukulan itu membuatnya gegar otak.
Aku akan mati malam ini, batin Surti menangis sesegukkan nelangsa. Ia tahu, ia tak bisa melarikan dengan kondisi tangan dan kaki terikat.perempuan itu berdoa memejamkan kedua matanya. Berharap dewa penolong datang menyelamatkan jiwanya. Lama ia diam tak bergerak dgn mata terpejam. Ketika kedua matanya terbuka. Surti melihat bnyangan hitam berjalan mendekat.
" Doaku terkabul" kata Surti dengan sedikit semangat dalam hatinya.
Banyangan hitam itu makin mendekat dan dekat sampai wujudnya terlihat jelas dimata Surti. Ia terkejut sekaligus senang bukan main saat tahu siapa banyangan hitam itu.
"Martin" kata Surti tak percaya dengan penghlihatannya. " Tolong aku sayang"
Martin membungkuk memicingkan mata kearah Surti. Ia menghardik kearah nonyet- monyet itu agar menjauh.
Dengan mulut mencereceh ribut mobyet- monyet itu berlarian menjauh nelompat kepohon-.pohon.
" Martin, kemana saja kamu Aku mencarimu kemana- mana?"
Suara Surti terdengar lirih dan lemah.
Martin tersenyum sinis. Bukannya menolong tapi lelaki itu menekan perut Surti dengan kaki kanannya.
Surti menjerit tak mengerti dengan aksi yang dilakukan kekasihnya twrsebut. " Martin tolong aku!"
Martin kini berjongkok disamping tubuh Surti membelai rambutnya dengan lembut. " rambutmu indah dan halus sehalus benang sutra. Kau tahu, bahkan monyet- mobyet itu menyukai rambutmu ini"
Surti menangis berontak. " Tolong Martin"
Martin tertawa terbahak- bahak ia mendekat. Wajahnya begitu dekat ssesaat ia mencium bibir Surti " kuakui bibirmu terasa seperti buah strawberry yang manis bercampur asam. Segar"
Surti mengeleng- geleng masih tak percaya dengan semua yang terjadi.
Jemari Martin kini kasar mengelus lengan tangan Surti. " dan kulitmu lembut dan mulus ibarat pualam "
Tak puas mengelus lelaki itu menyingkap gaun merah marun Surti tanganya beralih kepaha Surti
Surti hanya bisa menangis menyangsikan tingkah kekasih yang dicintainya sepenuh hati.
" Tapi kau serahkah Sur!" bentak Martin dengan wajah bengis." kau ingib lebih padahal selama ini semua ku berikan padamu. Lihat, kau bukan siapa- siapa kau cuman perempuan murahan , perek "
Surti menangis melolong hatinya hancur berkeping- keping mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut kekasihnya. Ia berharap banyak pada lelaki itu baik pada hidup dan masa depannya. Ia telah membayangkan akan hidup bahagia kelak bila bersama lelaki itu. Semua hilang tak bersisa sekarang.
Tak diduga Martin dengan kasar merobek gaun pesta yang dikenakan Surti. Gaun itu sobek memanjang sampai diatas paha .
" Hentikan Martin, kau menyakiti diriku"
Martin tak perduli.
Lelaki itu kembali menciun bibir Surti kasar " Anggap ini ciuman terakhir dan perpisahan dari ku"
" Tidak Martin, aku sangat menyayangimu setulus hatiku"
" sayang kau bilang?"
Surti mengangguk lemah.
" Cinta kamu bilang?"
Kembali Surti mengangguk dengan beruraian air mata kesedihan dan penderitaan.
" Aku tak butuh cinta dan sayang dari pelacur macam kau!"
Surti kencang menangis pasrah.
Martin makin beringas dan buas dirobek- robeknya baju Surti hingga lepas dari raga Surti. Menyisakan penutup dada dan celana dalam saja. Ia kini telanjang diatas semak- semak didalam hutan alas roban. Hidupnya berakhir tragis dan menyedihkan.
Martin melangkah menjauh mengambil sebuah botol tak jauh dari tenpat itu. Tak lama berselang ia kembali lagi dengan botol ditanganya.
Tak menunggu lama kemudian dia membuka tutup botol dan menumpahkan cairan isi botol ke seluruh tubuh Surti.
Surti menjerit- jerit panik saat cairan kental dan lengket itu memenuhi kulit dan tubuhnya yang telanjang.
" Hentikan Martin, Aku mohon"
" sudah terlambat Surti, semua tidak akan sama lagi"
Surti menyerah putus asa. Ia sudah tak mampu melakukan apapun. Ia menunggu dengan nasib dan takdir yang akan diterimanya malam itu.
" selamat tinggal Surti kekasihku, mungkin didunia yang lainnya kita dipersatukan"
" Tidak Martin, jangan lakukan itu padaku , aku mohon kepadamu!"
Ia melihat Martin pergi meninggalkanya . Menjauh sampai tubuh hilang ditelan gelapnya malam.
Surti tahu cairan itu madu. Dengan aroma harum dan manis. Iamencoba menegakkan badannya. Tangisnya terus pecah . Hatinya hancur bak benjana yang jatuh kebawah jurang kenistaan.
Surti berubah panik ketika beberapa ekor monyet kembali meloncat turun dari atas pohon mendekati tubuhnya yang bau manis madu. Ia mencoba mengerakan tanganya mengusir monyet- monyet itu. " Pergi!!"
Tapi semakin Surti menghalau dan mengusir mereka. Semakin banyak kemunculan monyet- monyet penghuni alas roban..
" Tidak, tidak!!"
Monyet- monyet itu makin buas dan kalap, mereka mengerubungi tubuh Surti yang terikat dan dipenuhi cairan madu. Surti menjerit- jerit , berteriak-.teriak, melolong.
Seekor monyet berhasil mengigit tangan Surti yabg lain mengigit paha dan kaki Surti
Darah segar mucrat akibat gigitan monyet tersebut.
Makin banyak yang datang, makin banyak yang kumpul untuk ikut berpesta porak malam itu.
Tubuh Surti jadi hidangan pesta mahluk- mahluk berbulu dan berekor itu.
Surti tak kuasa melawan menghadapi ratusan monyet penghuni alas roban. Ia tak kuasa saat tanganya lepas dari tubuhnya karena jadi rebutan monyet - monyet liar dan buas. Ia melihat tanganya yang berlumuran darah dibawa lari keatas pohon. Lalu kedua kakinya ikut lepas jadi santapan lezat mereka
Surti diam hanya bisa menyangsikan ribuan monyet mulai menyatap tubuhnya.
Tak lama tubuh bagian bawahnya satu persatuan hilang jadi makanan.
Ia memejamkan kedua matanya , otakya masih bisa bekerja. Ia bahkan masih merasakan monyet- monyet kecil yang penasaran dengan rambutnya mulai menarik rambutnya secara paksa dan kuat hingga ranbut- rambut tercabut dari kulit kepalanya
air menetes dari sudut mata Surti seiring dengan cinta dan harapannya kandas dan sirna.
Surti masih merasakan bahwa kepalanya dibawa lari oleh seekor monyet besar berbulu lebat. Sepertinya monyet itu tak ingin berbagi kepala Surti dengan monyet lainnya. Surti tersenyum sesaat sebelun cakar monyet tersebut merobek kedua mata Surti.
Selamat tinggal kekasih hatiku
Selamat tinggal.
Selamat tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALAS ROBAN
HorrorALas roban tahun 1976, dipenuhi oleh kawanan monyet-monyet, tempat bersemayamnya jin.