Hampir sebulan lamanya kabar kematian Surti tidak ada perkembangannya. Kematian Surti seperti tenggelam ditelan bumi. Bahkan pihak keluarga tidak ada tindakan yang berarti. Menurut mereka Surti sudah biasa kabur dari rumah tanpa memberitahukan keberadaan dirinya pada kerabat atau orang tuanya Jadi dalam hal ini polisi tak ada campur tangan sedikitpun dalam kasus hilangnya dan matinya Surti.
Suatu hari Martin mencoba mengorek berita kepada teman kerjanya Lia. Tapi sama saja tak ada satupun yang curiga.
Hanya ada poster kecil yang ditempel di tiang listrik dipinggir jalan di depan warung remang- remang tempat Surti biasa kerja sebagai PSK, dikawasan Nondan daerah Subah tak jauh jaraknya dari jalan alas roban. Di poster itu tepasang wajah ayu Surti dengan tulisan huruf kapital
TELAH HILANG SURTI ALIAS MONA.......
Martin bernapas lega, ia selamat. Ia bisa melanjutkan hidup dengan tenang tanpa gangguan.
Disana beberapa perempuan penggoda berwajah cantik dan bertubuh aduhai mencoba merayu Martin. Karena mereka tahu siapa itu Martin, seorang lelaki kaya yang doyan lonte, orangnya Royal dan tidak pelit dalam soal materi dan uang setidaknya itulah yabg mereka tahu dari Surti selama ini
Perempuan- perempuan itu tak satupun yang tahu keberadaan Surti.
Martin melengang dari tempat itu dengan perasaan lega. Ia belum ingin menjalin hubungan cinta dengan wanita lain penggati Surti. Mungkin dilain waktu ketika hatinya sudah mulai tenang dan istrinya bisa ia kendalikan lagi. Saat ini ia fokus membantu pekerjaan mertuanya mengurus bisnis toserba milik keluarga Marwah.
Hari- hari dihabiskan Martin hanya makan, tidur menemani isterinya belanja atau mengantar jemput kedua putrinya dalam hal sekolah. Ia sebisa mungkin melupakan kejadian malam di tengah hutan alas roban tempo hari. Walaupun setiap malam mimpi - mimpi buruk selalu datang menyambangi tidurnya. Sebisa mungkin ia tidak melewati jalan alas roban agar memori buruk itu tak diingat lagi.
Martin menyesap kopinya dipagi hari yang cerah diatas balkon duduk sendirian. Mengingat kembali awal mula pertemuannya dengan Surti.
Surti yang ia kenal di Nondan. Siapa sih yang tak kenal tempat itu? Setiap lelaki hidung belang pasti kenal dengan tempat itu. Bahkan sudah terkenal sampai keluar daerah. Kawasan tempat berbuat mesum. Tempat dimana gondes-gondes cantik siap melanyani para pria- pria yang haus kasih dan sayang.
Martin bangkit berdiri dipagar kayu jati berpelitur cokelat halus bersandar pada pagar kayu itu dibalkon rumahnya. Ia menghirup udara pagi dalam- dalam. Mempompa udara ke jantung dan paru- parunya.
Martin meraih sekerat roti isi cokelat dari piring keramik diatas meja, menginggit merasakan lelehan cokelat rasa manis didalam mulutnya. Baru satu giggitan Martin dibuat terkejut dengan kedatangan seekor monyet berbulu abu- abu yang loncat dari atas genting rumah.
Lelaki itu mundur ke pintu masuk balkom mencoba mengusir monyet tersebut agar pergi dari atas pangar kayu balkon. " Pergi !"
Tapi monyet itu bukannya pergi malah menyeringai kearah Martin. Menunjukan taringnya yang runcing dan tanjam.
" Monyet dari mana ini, monyet siapa?" tanyanya pada sendiri. Tanpa banyak pikir ia berbalik masuk kedalam rumah menutup pintu balkon. Dilihatnya monyet itu mencereceh seraya meloncat- loncat.
Martin memanggil Marwah agar mengambil sapu atau apapun untuk mengusir monyet kesasar itu
Dengan tergopoh- gopoh Marwah berjalan kearah balkon dengan tangan mengenggam sapu . Dengan hati- hati ia membuka pintu Balkon lebar- lebar. Namun sang monyet sudah kabur pergi entah kemana.
" Apa ada yang memelihara monyet , sampai peliharaan nya lepas"
Martin menggeleng tak antusias. Ia melanjutkan sarapan pagi dengan semangkuk bubur ayam hangat yang dibeli isterinya dipasar weleri pagi tadi.
Rencananya hari ini, mereka akan pergi tamasya ke kebun binatang Gembira loka mumpung kedua putri mereka libur sekolah karena hari minggu.
Seharian mereka jalan- jalan safari melihat- lihat koleksi binatang- binatang yang dimiliki kebun binatang Gembira loka.
Sampai selepas Isya mereka tiba dirumah dalam keadaan capai sekali.
Martin duduk disofa depan televisi dengan sebatang rokok ditangannya. Pikirannya terbang jauh kembali di kebun binatang. Ia tak habis pikir kenapa ketika sampai dikandang monyet- monyet berbulu kuning keemasan monyet - monyet itu bertingkah ganjil. Mereka bertingkah galak dan liar begitu melihat Martin.
Kawanan monyet-monyet itu berkumpul bergerombol dihadapan Martin seolah akan menyerang. Sampai petugas kebun binatang turun tangan menenangkan monyet- monyet tersebut.
Apa yang terjadi, batin Martin penuh tanya. Kenapa monyet- monyet itu berubah ganas dihadapannya
Para Pengujung kebun binatang saat itu berhamburan lari karena panik. Untungnya Martin langsung oergi dari kandang monyet sehingga tak terjadi hal- hal yang tak di inginkan.
Martin mematikan rokoknya dan pergi dari ruang keluarga, naik tangga menuju kamarnya. Didepan pintu kamar kedua putrinya, ia masih mendengar perbicangan seru tentang insiden tadi siang diGembira loka.
Martin mengeleng pelan mencoba mengusir rasa aneh yang timbul dibenaknya.
Seharian ia dikagetkan, pagi bertemu seekor monyet berbulu abu- abu di balkon dan yang lebih parah ia nyaris dikeroyok puluhan monyet dikebun binatang.
Belum hilang rasa bingung dan aneh dibatinnya mendadak terdengar suara- suara dari atap rumah
Tap,Tap, tap,tap!!
Suara apa itu? Batin Martin tak mengerti. Ia berdiri didepan kamarnya mencoba mencari tahu sumber suara itu.
Suara - suara itu makin jelas dan keras terdengar di telinga Martin. Martin berlari memanggil nama isterinya.lelaki itu dengan panik berlari menuruni anak tangga.
Marwah ternyata tengah di dapur sibuk menata barang- barang diatas meja dapur.
" Kau dengar suara-.suara di atas atap rumah?" tanya Martin dengan wajah terlihat cemas.
Marwah mengangguk tak mengerti akan sumber suara- suara diatas genting rumahnya. Suaranya makin lama seperti ada sesuatu yang melompat- lompat disana dibarengi dengan suara bising.
"Ayo kita lihat !" seru Martin ragu.
Martin melangkah gontai menuju ke pintu rumah diikuti oleh isterinya.
Ia membuka perlahan daun pintu
Angin mendadak berhembus kecang menerbangkan aroma - aroma apek dan tengik bulu-bulu binatang.
Martin melangkah ke halaman rumah, ia terkejut saat tiba- tiba saja seekor monyet meloncat dari atas genting rumahnya. Martin berlari kearah sang monyet berusaha menedang sekuat tenaga mengusir si monyet. Monyet itu berlari dengan mulut mencereceh marah. Lelaki itu mundur menjauh dari lantai teras rumah. Perlahan ia mendongak keatas.
"Oh, Tidak!" teriaknya nyaring menunjuk kearah atas. Wajah Martin seketika berubah ketakutan luar biasa melihat fenomena mengerihkan yang ia lihat diatas genting rumahnya " bagaimana bisa"
Karena penasaran Marwah ikut menghampiri suaminya yang terlihat sangat shock hebat.
" Ada apa pah,?"
Martin mengeleng menujuk kearah atas.
Perempuan bertubuh tambun itu menoleh ke arah jari telujuk suaminya.
" Akkhhh!!" jeritnya tertahan tak percaya
Ribuan monyet- monyet menyerbu rumah mereka. Mereka ada dimana- mana. Memenuhi atap rumah mereka, monyet kecil, monyet besar berkumpul diatas genting menimbulkan suara- suara yang mengerihkan digendang telinga.
Dari arah dalam rumah kedua putri mereka berlarian menghampiri mereka.
" Oh ,Tuhan , ap..ap" Kata Salma terbata- bata tak kalah takutnya
" Masuk!" seru Martin menyuruh mereka untuk segera masuk kedalam rumah.
Martin menarik kedua putrinya masuk kedalam rumah. Disusul isterinya Marwah.
Dengan napas ngos- ngosan Marwah mengunci pintu rumah. Mundur menjauh dari letak pintu seakan - akan takut kalau monyet- monyet itu menyerbu masuk ke dalam.
" Ini muatahil, apa yang mereka cari dirumah kita" ujar Marwah dengan suara gemetar ketakutan. " jumlah mereka ratusan"
Martin tak banyak bicara semua kejadian aneh membuat otaknya terasa gila. Ia berjalan keatas menuju kamarnya tak memperdulikan anggota keluarganya masih ketakutan.
"Mau kemana kau, pah?!"
" Aku mau memeriksa balkon atas!"
Dengan tubuh gemetaran Martin melangkah ke atas guna memeriksa balkon atas. Ia menyibak tirai jendela balkon memeriksa , disana beberapa monyet berkumpul saling melompat dan berteriak- teriak gaduh.
" Apa yang kalian mau?" tanya Martin pada monyet-.monyet tersebut lirih. Mendadak Monyet- monyet itu berlarian pergi dari balkon.
Martin berbalik dengan jantung masih berpacu tak terkedali.
Sepuluh menit kemudian suara gaduh diluar rumah mendadak sunyi dan senyap. Martin melangkah kearah tangga untuk turun menemui anggota keluarga yang lain.
Dibawah dibelakang pintu ketiganya. Saling berpelukan ketakutan.
" Apa monyet- monyet itu telah pergi?" tanya Wahwa .
Martin menggeleng .
" Darimana asalnya monyet- monyet sebanyak itu?" tanya Salwa ingin tahu
"Alas roban" jawab Martin singkat.
Marwah menatap dengan pandangan heran ke arah Martin.
" Bagaimana kau tahu kalau itu monyet- monyet alas roban?"
"Aku juga tidak tahu, tapi menurut aku darimana lagi datangnya kalau tidak dari alas roban, hanya tempat itulah keberadaan monyet"
Marwah mangut- mangut, mengajak kedua putrinya naik ke lantai atas.
" Apa kita perlu melaporkan kejadian ini kepada aparat..."
" Tidak perlu" potong Martin ketus.
" Bagaimana kalau monyet- monyet itu datang kembali"
Martin menepis tangan dihadapan isterinya. " Monyet-.monyet itu tidak menganggu hanya sekedar mampir"
" Tapi kalau jumlahnya ribuan serem juga pah" tukas Salma.
Tubuh Martin mendadak menginggil kedinginan. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya. Hatinya kalut. Ia tahu kenapa kawanan monyet alas roban datang kerumahnya, mereka ada urusan dengan dirinya. Urusan yang harus diselesaikan, menyangkut kematian Surti tentu saja.
Monyet - monyet itu hendak menutut balas.
Martin berlari kepintu membuka pintu lebar - lebar. Ia berdiri dihalaman rumah berkacak pinggang menantang keatas atas genting yang kini dalam keadaan kosong mlompong tanpa ada seekor monyet pun. Ia tertawa terbahak- bahak.
" Mau kalian apa?!" bentaknya pada angin malam " Aku tidak takut!"
Marwah menghampiri dengan diliputi rasa galau. " sudahlah pah, jangan menantang, aku takut kau kena tuah"
Marwah menarik lengan suaminya untuk masuk ke dalam rumah. Perempuan itu merasa lega melihat ribuan monyet- monyet itu telah pergi dari rumahnya. Marwah tak mengerti kenapa binatang- binatang liar itu hanya menyambangi rumahnya saja. Ia menutup pintu rumah, mengunci kembali.
Martin menekan keningnya yang mendadak terasa pening . Ia memejamkan matanya bersandar pada tembok rumah. Rasa rapuh dan tak berdaya menguasai pikirannya.
Marwah mempapah Martin. " kau kenapa pah?"
Martin menggeleng gelisah. Tentu saja ia takut jika akan ada lagi peristiiwa yang lebih mengerihkan akan menimpa dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALAS ROBAN
HorrorALas roban tahun 1976, dipenuhi oleh kawanan monyet-monyet, tempat bersemayamnya jin.