Pov Hilmar saat itu
Hilmar saat ini berada dikios Sentosa, kiosnya yang berada di Pasar Senen. Kios besar yang menjual sembako dan keperluan sehari-hari. Dari sini dia bisa melihat kearah tanah kosong yang disulap menjadi pesta rakyat. Panggung pesta rakyat terlihat dari sini. Terdengar sayup-sayup suara lagu-lagu kebangsaan melalui toa pengeras suara yang jumlahnya banyak.
Dirinya tadi sudah mengecek beberapa barang dagangan yang masuk dari gudang di galangan kapal. Dibantu pekerja, dia melihat-lihat kembali beberapa nota belanja yang sebentar malam akan dia masukkan kedalam buku neraca dirumahnya. Sebagai anak laki-laki pertama, dia diberi beban berat untuk meneruskan usaha keluarga yang berasal dari kakeknya ini. Setelah dia rasa semua beres, dia pun berdiri dan kembali memandang kearah panggung pesta rakyat.
"Romli, lu kaga nonton?" Tanya Hilmar kepada salah satu pekerja yang masih berada dikiosnya itu.
"Ya mau sih bos, tapi bos kan masih ada disini" balas Romli sambil cengengesan.
"Oh ya sudah, lu pada berangkat aja. Ntar gua kunci kiosnya. Nih duit beliin kacang ama limau"
"Nah gitu dong bos. Bos kecil emang bae, g pelit, dah cakep g pelit, jodohnya ntar cewe cakep dah ini".
"Malah ngelantur si Rojak".
Setelah pekerja kios pergi, Hilmar pun menutup kiosnya. Mengecek dengan seksama apa ada yang terlupa atau tidak.
Selesai menutup kiosnya, dirinya pun melangkah kearah lapangan dimana panggung pesta rakyat berada. Lumayan banyak hiburan disini. Cocok untuk rakyat yang menginginkan hiburan setelah dua tahun ikut merasakan kelamnya negara.
Sepertinya acara sudah dimulai. Penonton pun telah bertepuk tangan melihat penampilan seorang wanita muda dengan long dress kuningnya. Rambut panjang berombak. Sangat ayu walau terlihat dari jauh.
Dimulailah musik melalui iringan orkes musik. Suara gitar dan drum berpadu. Sepertinya ini langgam melayu. Genre musik yang sangat disukai pada waktu itu. Sama halnya keroncong dan juga jazz.
Disaat sang penyanyi mulai bernyanyi dengan merdunya, disaat itu juga Hilmar terkesiap akan suara merdu sehalus sutra. Bening laksana air. Indah layaknya disurga. Bagai berada dihamparan bunga, dirinya ikut merasakan disetiap lantunan syair dari lagu yang dibawakan oleh penyanyi wanita itu.
Seumur hidupnya, baru kali ini dia mendengarkan suara semerdu ini. Bahkan dirinya tidak sadar telah melangkahkan kakinya mendekat kearah panggung kecil tempat penyanyi itu bernyanyi dengan syahdunya.
Sesaat dirinya makin mendekati panggung, si penyanyi wanita ini telah berganti lagu. Kali ini dia mengetahui lirik lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi wanita itu. Si Hitam, yang dinyanyikan oleh penyanyi kesukaan Papa dan Mama nya, Titiek Puspa.
Dan kagetlah dirinya setelah melihat siapa yang berada diatas panggung itu dan menyanyikan lagu dengan merdu dan sangat menyentuh kalbu. Penyanyi wanita muda, seorang yang pernah dirinya berargumen di sebuah kios beberapa minggu yang lalu, seorang wanita urakan yang menumpahkan kopi di stelan yang baru saja dibelikan oleh Mami nya.
Dirinya terperanjat, melihat sisi lain dari wanita muda dihadapannya ini. Dia tidak menyangka, wanita urakan telah menjelma menjadi penyanyi bersuara emas yang menggugah perasaannya. Bahkan dia merasa jatuh cinta disaat sang penyanyi bernyanyi pertama kali.
Tidak henti-hentinya Hilmar memegang kearah jantungnya. Degupan keras dia rasakan saat ini. Semakin dia mendengarkan suara bernyanyi sang penyanyi wanita itu, semakin berdegup dengan kencang jantungnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
After Life [HIATUS]
Hayran KurguSaat cinta bertahan selamanya, melewati ruang dimensi dan waktu, disitulah kekuatan cinta dipertaruhkan.