"Bunda!"
Merasa tidak ada sahutan dari bundanya, Junhyeon menyembulkan kepalanya setelah membuka pintunya. Bukan bundanya, Junhyeon bertatapan langsung dengan sang Ayah yang sepertinya hendak menjemur handuk.
"Yah!"
"Apa?"
"Bunda mana?"
Dengan tangan yang masih mengusap rambut basahnya, Dokyeom menjawab, "Keluar sama ibu-ibu komplek. Kenapa? Kamu, tuh, kalau enggak ada Bunda pasti nanyanya ke Ayah. Kayak enggak ada pertanyaan lain aja."
Junhyeon mendesis. "Ayah lebay. Aku butuh Bunda sekarang." Junhyeon memajukan bibirnya. "Ini antara hidup dan mati."
"Kamu juga enggak kalah lebay." Dokyeom menyampirkan handuknya di railing tangga rumahnya. Pria itu berjalan ke kamar anaknya. "Kamu belum pakai baju, Junhyeon?"
"Udah dibilang ini antara hidup dan mati, Yah," geram Junhyeon.
Dokyeom mengamati perubahan drastis kamar anaknya. Baru saja tadi dia membangunkan anak tunggalnya itu dengan keadaan kamar yang bersih. Sekarang sudah berserakan pakaiannya.
"Kasur kamu di mana, sih?" tanya Dokyeom karena tidak menemukan kasur anaknya yang sudah ditimbun dengan pakaian.
"Yah, pilihin outfit, dong. Catatannya, aku harus kelihatan ganteng, rapi, bersih, dan wangi! Aku enggak mau pakai style bapak-bapak."
Dokyeom menjentikkan jarinya. "Kamu meminta pada orang yang tepat. Kalau sama Bunda salah besar."
Junhyeon berulang kali menatap dirinya di pantulan kaca spion motornya. Jari-jarinya gemas karena tidak berani menyisir rambutnya ke belakang. Rambut yang susah payah ditata oleh ayahnya itu benar-benar bagus, Junhyeon akui itu.
"Tahan berapa lama, ya?"
"Aku enggak tahu pastinya pulang jam berapa, Pa..."
Suara itu terdengar familiar bagi Junhyeon. Dia tentu mengetahui pemilik suara itu. Pemilik suara itu adalah orang yang sedang ia tunggu di depan rumahnya. Seorang anak perempuan bersama papanya masih asyik berdebat bahkan Junhyeon seperti menonton drama gratis.
"Nanti Papa jemput, ya?"
"Aku sama Junhyeon, Pa. Junhyeon bakal bawa balik aku ke rumah, kan, rumahnya sebelahan."
Taehyung menghembuskan nafasnya lega. "Kenapa enggak bilang dari awal kalau kamu mau pergi sama Junhyeon? Papa jadi tenang kalau kamu pergi sama dia."
"Papa yang enggak mau dengar aku," gerutu Minji.
Taehyung menunjukkan boxy smile-nya. "Maaf, ya, anak Papa yang paling cantik ini. Pulangnya tetap enggak boleh terlalu malam meskipun bareng Junhyeon."
Minji mengangguk dan memakai helmnya. "Siap, Pak Bos!"
"Siang, Om!"
Taehyung dan Minji menoleh bersamaan pada orang yang menyapanya. Dengan senyuman manis, Junhyeon sudah berdiri di hadapan kepala keluarga tetangga sebelahnya serta anak perempuannya itu.