"Jadi ... kau tidak akan membunuhku, 'kan?" tanya Sera memastikan. Takut bila tawa Lysander barusan bukanlah jawaban yang dia harapkan. Karena bisa saja itu hanya sekadar tawa tanpa maksud apa pun. Dia memegangi lehernya yang memerah dan terdapat rona ungu, kemudian menatap Lysander takut-takut.
"Tidak." Lysander menggeleng sembari membersihkan darah dari kapak. Dia meneruskan, "Kebetulan hewan peliharaanku mati dua hari lalu. Aku butuh peliharaan baru dan berpikir bahwa manusia bisa menjadi peliharaan membuatku bersemangat."
Setelah memastikan bilah kapak terbebas dari noda darah, Lysander menyimpan sapu tangan ke saku belakang celana, kemudian mengulurkan tangan pada Sera. "Ayo, bangun!"
Sera terdiam. Memandang tangan Lysander yang menggantung di udara selama beberapa saat, lantas menyambutnya dengan gemetaran. Dia berdiri dibantu Lysander. Setelahnya berjalan bersisian menyusuri gang gelap tanpa adanya lampu jalan.
Baik Sera maupun Lysander sama-sama diam. Tak ada yang berinisiatif membuka suara. Lysander mungkin memang menyukai kesunyian, tetapi hal itu tidak berlaku bagi Sera. Sang gadis tak tahan dengan keheningan yang tercipta, alhasil dia tidak bisa untuk tidak bertanya, "Anu ... ngomong-ngomong ... peliharaanmu mati karena apa?"
Lysander tidak langsung menjawab, dia malah balik bertanya, "Kau tau? Aku senang meracik racun."
"Lalu?" Pelipisnya berkerut dalam, tampak tak mengerti dengan benang yang terjalin antara hobi pula peliharaan Lysander.
Sang pemuda yang melihat itu hanya tersenyum tipis, lantas membalas, "Aku melakukan berbagai eksperimen dengan mencampurkan satu bahan dengan bahan lain untuk menciptakan racun paling mematikan dan melakukan uji coba pada hewan peliharaanku—"
Mata Sera membulat sempurna. Wajahnya yang pucat kian kehilangan rona. Mendadak menyesali keputusannya beberapa waktu lalu untuk menjadi peliharaan Lysander. Ah, sial! Jika begini jadinya, bukankah pada akhirnya Sera akan tetap mati?
"—sedangkan yang satu lagi ... aku makan."
"H–hah?"
***
Sera yang sedang berendam di pemandian air panas untuk membersihkan diri dari segala macam bau dan kotoran yang menempel terkejut dengan kedatangan Lysander yang tiba-tiba. Pemuda itu langsung menyerahkan kantong kertas pada Sera yang diterima si gadis dengan senang hati.
"Pakai baju itu. Aku tidak pandai memilih barang, tapi aku sangat yakin itu akan cocok untukmu," katanya sebelum pergi meninggalkan Sera yang kini menenggelamkan tubuh sampai leher—malu karena tubuh putihnya hanya tertutupi celana pendek sepaha dan tanktop yang mencetak lekuk tubuhnya dengan jelas.
Wajahnya merona kala berteriak, "Terima kasih!"
Sayangnya, rasa haru akan tindakan Lysander—yang perhatian—tidak bertahan lama. Sebab setelah mengenakan pakaian pemberian si pemuda, Sera langsung merasakan sekujur tubuh membeku. Dia kedinginan sampai rasanya lebih baik mati saat itu juga.
Seakan tak cukup dengan penderitaan itu saja, sesaat setelah menghabiskan makan malam, Lysander langsung mengajak Sera ke sebuah club malam besar di Distrik Obscura. Awalnya Sera pikir dia hanya akan menemani Lysander minum-minum saja, tapi apa-apaan ini? Bukannya ke meja bar, Lysander malah menyeretnya ke ruangan lain di bagian dalam club—yang pintu masuknya terdapat di dekat perlengkapan DJ.
Dan saat ini, Sera masih diseret untuk mengikuti tiap langkah cepat Lysander yang berjalan di lorong gelap dengan lampu oranye yang memancarkan cahaya redup sebagai penerangan. Udara di dalamnya terasa lembab dan mencekik, membuat Sera tidak nyaman dengan atmosfernya yang menakutkan.
Tidak mungkin, 'kan, Lysander membawanya ke sini untuk dijual ke lelaki hidung belang?
Gak mungkin, Sera membantah pemikirannya sendiri. Walau dia gak punya hati, tapi gue yakin dia gak bakal ngelakuin tindakan kejam itu—perjual-belian manusia. Wajahnya aja gak ada kesan kriminalnya, anjir. Gak ada kesan mesum atau penyuka uang juga. Jadi, dia gak mungkin jual gue, 'kan? Iya, 'kan?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Taming a Villain
Fantasy"Kamu milikku. Selamanya milikku. Karenanya, jangan pernah berpikir untuk pergi, sebab jika itu terjadi ... kamu akan melihatku mati." *** Seraphina Isolde Lenora tidak pernah mengira akan mati konyol sesaat setelah memutuskan untuk tetap hidup. Ent...