Setengah jam yang lalu, Lysander tau-tau muncul di penjara bawah tanah ketika Sera dan Sebastian sedang berdebat. Lelaki itu menendang Sebastian hingga menabrak dinding agar menjauhi Sera. Tampak tak suka ketika apa yang sudah menjadi miliknya akrab dengan orang lain.
Tanpa merasa bersalah atau sedikit pun penjelasan, Lysander langsung mengajak Sera untuk pergi dari sana. Pemuda itu bahkan tidak melirik Sebastian yang meringis sedikit pun. Seolah lelaki itu tak pernah ada di sana.
Dan di sinilah Sera sekarang, sedang disudutkan di kamar apartemen Lysander tanpa bisa melawan. Pemuda itu mengungkung Sera dengan kedua lengan. Mempersempit jarak yang menghalangi mereka hingga hidung mereka saling bersentuhan.
Satu tangan yang tersimpan di samping Sera, kini digunakan untuk membelai pipi sang gadis dengan lembut. Membuat tubuh Sera menegang dan tanpa sadar menahan napas sejenak kala jemari dingin Lysander menyentuh kulitnya perlahan.
Mata merahnya membulat, menatap Lysander tak mengerti. Mengajukan tanya perihal tindakan Lysander yang tidak seperti biasanya lewat sorot mata yang hanya dibalas tatapan dingin dari sang pemuda.
Sera sangat yakin tindakan agresif ini tidak dilandasi cinta maupun kasih sayang. Akan lebih masuk akal bila Lysander hanya sedang menjahili atau mengujinya saja. Ah, atau mungkin, ini karena rasa obsesi yang perlahan tumbuh, ya?
Setelah beberapa waktu berlalu dalam hening, Lysander akhirnya membuka suara. "Mata ini milikku." Menatap mata merah Sera yang berkilau di bawah cahaya lampu dengan sorot penuh ketertarikan, kemudian melanjutkan, "Kau harus merawatnya dengan sangat baik sebagai bentuk kompensasi karena aku sudah menyelamatkan nyawamu. Artinya, kamu dilarang melihat sesuatu yang buruk yang bisa menyebabkan matamu sakit seperti Sebastian atau yang lain."
Menyelamatkan nyawa Sera, katanya? Apa dia bercanda? Apa kalimat itu cocok diucapkan setelah Lysander nyaris membelah kepalanya dengan kapak? Apa Sera perlu mengucapkan banyak terima kasih karena Lysander tidak jadi membunuhnya? Begitu?
"Jika kau tidak menurut, aku akan dengan senang hati mencongkel matamu dan membuatmu mati dengan cara paling menyakitkan."
Tidak ingin berdebat, Sera hanya mengangguk menyetujui perkataan Lysander. "Iya, mata ini milikmu. Aku akan menjaganya dengan baik."
Lysander mengembangkan senyuman lebar. Mengelus puncak kepala Sera seraya memuji, "Gadis pintar!" Secepat senyuman muncul, secepat itu pula raut wajah Lysander kembali datar. Dia menarik tangannya menjauhi Sera, kemudian bertanya, "Kau ingat apa yang aku katakan ketika membawamu ke penjara?"
Sera mengangguk cepat. "Untuk melindungiku."
"Benar, aku membawamu ke sana untuk melindungimu, tapi rasanya perbuatanku berakhir sia-sia karena kau malah menyerahkan diri pada monster yang paling harus kau hindari, Sebastian."
"Sebastian? Memang ada apa dengan dia? Lelaki sebaik itu, kenapa aku harus menghindarinya? Dia bahkan tidak terlihat berbahaya sedikit pun. Dia lebih baik darimu malahan." Sera mengutarakan apa yang ada dalam kepala tanpa niatan sedikit pun untuk menyaringnya terlebih dahulu. Bahkan meski ada perkataan yang mungkin akan menyinggung Lysander, Sera terlihat tak peduli. Mendadak berani untuk berhadapan dengan Lysander sebab terlalu fokus untuk menyuapi rasa penasaran membuatnya melupakan hal lain.
Tak kunjung mendapat jawab, Sera kembali bertanya, "Kenapa, Sander? Pasti ada alasan kenapa kau memintaku menjauhinya, 'kan?"
"Dia bisa 'memakanmu'."
'Memakan' Sera? Sungguh? Padahal tampangnya seperti lelaki baik-baik yang tidak mungkin melakukan pelecehan seksual. Namun, siapa sangka bila di balik wajah ramahnya tersembunyi sisi segelap itu? Memang benar bila Sera tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Sebab penampilan kadang bisa menipu, 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Taming a Villain
Fantasy"Kamu milikku. Selamanya milikku. Karenanya, jangan pernah berpikir untuk pergi, sebab jika itu terjadi ... kamu akan melihatku mati." *** Seraphina Isolde Lenora tidak pernah mengira akan mati konyol sesaat setelah memutuskan untuk tetap hidup. Ent...