8. Selalu ada

113 14 0
                                    

"Nicho, Nicho dengerin aku dulu—"

Nicholas segera menepis tangan Euijoo yang akan meraih lengannya, bola matanya memerah menatap Euijoo marah.

"Jangan temuin gue lagi"

"Enggak. Nicho! Nicho—" langkah Euijoo menyusul Nicholas dihalangi Jay, teman baik Nicholas.

Jay menjadi saksi pertengkaran keduanya.

"Ini tuh terlalu cepat, Joo. Bahkan gue aja gak ekspek lo bakalan segercep ini" Jay menghela nafas, "gue kaget, apalagi Nicho. Kalo lo emang serius, pelan-pelan aja okay? Tenang sedikit, itu kalo lo beneran tulus"

Euijoo mengangguk ribut, "iya Jay iya, gue beneran tulus kok. Gue— ck argh!!"

Jay menatap kepergian Nicholas, "mungkin buat sementara waktu, Nicho gak akan mau nemuin lo dulu. Tapi lo tenang aja, gue akan berusaha buat ngobrol sama dia"

"Makasih ya, Jay. Sorry, gue jadi bikin masalah kaya gini"

"Iya iya, gue ngerti kok. Gue nyusul Nicho dulu ya" pamit Jay.

Euijoo mengusak rambutnya dengan kasar, merutuki tindakannya yang terlalu grasak-grusuk. Segala sesuatu yang dilakukan dengan tergesa-gesa, pasti tidak akan berjalan dengan baik.

"Ini hal yang tabu, harusnya gue lebih lembut lagi"

Meninggalkan Euijoo yang menyesal setengah mati, Jay bergegas masuk kedalam rumahnya.

"Jay udah pulang sayang?" Sapa ibunya di dapur.

Jay membelokan langkahnya ke dapur, untuk menyalami tangan ibunya.

"Nicholas nungguin kamu diatas, mukanya sembab, kalian lagi berantem ya?"

"Nicho nangis, Ma?"

"Gak yakin sih, tapi suaranya bindeng gitu. Berantem ya sama kamu?"

Jay tersenyum kotak, "Ma, mana ada orang berantem malah kabur ke rumah yang lagi dimusuhin? Mama ada-ada aja deh"

"Iya sih, tapi siapa tau aja kan. Ya udah, kamu naik ke atas gih, nanti Mama anterin camilan"

"Gak usah deh Ma, nanti biar Jay aja yang ambil sendiri. Mama ngeteh manja aja ya disini, Jay mau deeptalk sama Nicho dulu. Dahh Mama~"

Jay segera berlari ke kamarnya di lantai atas, begitu membuka pintu bisa ia lihat seonggok manusia yang duduk dilantai, bersandar pada kaki ranjangnya.

Nicholas memeluk lututnya dengan wajah berurai air mata, "Jay gue harus gimana?"

Melihat seberapa hancurnya Nicholas sekarang, Jay menghela nafas dan menutup pintu kamarnya. Menguncinya, memastikan tak ada siapapun yang mendengar percakapan mereka.

🐰🐱

Wonbin terus mengernyit menatap ke jendela, dimana Ricky meminta izin menemui seseorang diseberang sana. Keduanya tampak akrab, bahkan terlihat manis satu sama lain.

"Kenapa, Kak?" Tanya Taesan disampingnya, ikut melihat keluar jendela.

"Itu, Ricky nemuin siapa sih? Kok kaya...."

"Itu pacarnya Ricky, Kak"

Wonbin menoleh kaget, "hah? Itu kan— dia cowok?"

Taesan mengangguk membenarkan, "Ricky suka sama cowok, Kak. Dan mereka udah pacaran dari lama, kayanya hari ini pacarnya mau bawa Ricky jalan deh. Liat aja, bentar lagi pasti Ricky mesem-mesem minta izin pulang duluan"

Wonbin menatap Ricky dan Taesan bergantian, "kok bisa sih? Maksudnya, kalian kan udah kerja lama disini, tapi kok saya gak pernah tau soal ini?"

"Wajar Kakak gak tau, Gyuvin, pacarnya Ricky itu sekolah militer di Jepang, mereka LDR-an. Gak ada kabar mau pulang kapan eh tiba-tiba udah muncul aja diseberang situ. Makanya tadi Ricky kaget banget dan langsung keluar gitu aja, maafin Ricky ya Kak"

Another Life [brothership]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang