Kontrakan STMJ, cerita tentang mahasiswa semester akhir yang hari-hari isinya ngetawain skripsian yang kadang kidding dan nangisin percintaan yang kadang digidaw.
Selamat berkenalan dan mengenal kisah para penghuni!
START : 5 Februari 2024
END : -
...
in the sky full of stars, there will always be a reason that allows you to continue this life
.
.
.
Dipta
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malang, 20 Desember 2022
Tahun 2019 buat gue merupakan tahun paling epic.
Gimana mau nggak epic kalau setiap hari isinya cuma tentang mikirin mau dibawa kemana masa depan gue disertai pertanyaan orang-orang di sekitar gue yang nggak jauh-jauh dari, "Mau ambil jurusan apa kuliahnya?" atau kalimat-kalimat yang redaksinya sampai gue hafal diluar kepala kayak, "Oh pasti mau masuk UI ya biar bisa nerusin Ayah kamu jadi dosen sekalian disana," contohnya.
Gue nggak kesel.
Gue juga nggak jengah.
Tapi gue mati rasa.
Gue sampai nggak tau harus bereaksi seperti apa ketika hampir tiap hari kalimat-kalimat itu doang yang jadi makanan gue sehari-hari.
Lahir di tengah-tengah keluarga akademisi membuat gue dan Dania, adik perempuan gue, terbiasa melihat Ayah dan Bunda yang dua-duanya berprofesi sebagai dosen, Om dan Tante gue yang rata-rata kalau nggak kerja jadi guru PNS ya dosen kayak orang tua gue, sepupu gue yang kebanyakan kuliah sampai jenjang S2 bahkan ada juga yang udah ngerencanain bakal lanjut S3 dan hal itu membuat gue pada akhirnya secara nggak sadar terdoktrin untuk jadi dosen juga kalau udah gede.
But look at me now.
Gue jadi Dipta Akhilendra yang memutus rantai akademisi keluarga gue dengan memilih jadi Insinyur.
Itulah kenapa gue bilang 2019 jadi tahun paling epic buat gue, karena gue berhasil mengambil langkah paling berani di hidup gue dengan keluar dari jalur yang udah di tata sedemikian rupa oleh keluarga gue.
Memilih langkah yang berbeda buat gue bukan berarti gagal.
Gue cuma berusaha memilih jalan yang gue mau, bukan yang orang tua gue mau, bukan juga yang keluarga besar gue mau.
Because I'm the one who living this life.
Setidaknya prinsip itu yang selalu gue pegang sampai detik ini.
Iya, setidaknya.
Tapi kemudian ketika sebuah pertanyaan terlontar dari perempuan yang kini duduk di hadapan gue dengan fokusnya yang tidak teralih dari layar laptopnya dan membuat gue berhasil terdiam sembari mempertanyakan kembali prinsip yang selalu gue junjung tinggi selama ini.
