Chapter 19 (Kenapa mereka melakukan itu?)

2 0 0
                                    

"Jadi ... orang yang kami maksud adalah-"

*Ceklek

"Kevin, they are looking for you." (Kevin, mereka mencarimu). Seorang wanita cantik berambut pirang datang dan menghampiri kami.

"Oh, really? Ok, I'llgo now." (Oh, ya? Ok, saya akan kesana).

"Lazee, kita lanjutkan pembicaraan kita nanti. Lanjutkan saja tugasmu sekarang, jika ada sesuatu, katakan padaku." Kak Kevin pergi meninggalkan ku begitu saja.

"Hai Lazee, long time no see. What are you doing now?" (Hai Lazee, sudah lama tidak bertemu. Kamu sedang apa?). Wanita itu berjalan mendekatiku.

"I am collcting some data for them." (Aku mengumpulkan data untuk mereka).

Wanita yang kini sedang bersamaku, Sharon, dia salah satu anggota eksekutif organisasi ini. Selain Sharon, kak Kevin dan kak Lina termasuk anggota eksekutif, karena mereka cukup dekat dengan Senior. Sharon adalah anak dari teman orang tua senior. Orang tua Sharon menitipkannya pada orang tua senior, dan ternyata pada hari itu juga orang tua Sharon meninggal karena kecelakaan. Sharon berasal dari luar negri, jadi dia belum mahir menggunakan bahasa lokal.

"Lazee, there's something i want to let you know." (Lazee, ada yang ingin aku beritahu padamu).

"What?" (Tentang apa?).

Sharon mengambil alih laptop senior. Ia membuka beberapa file.
"Listen to this." (Perhatikan ini). Sharon membuka sebuah file yang berisi rekaman suara.

"Kamu merekam ini, Daizy?" Terdengar suara kak Lina dari rekaman itu.

"Hanya rekam suara. Ini juga sebuah data penting." Suara senior terdengar.

"Kita membicarakan ini hanya bertiga? Bagaimana Sharon?." Terdengar suara kak Kevin.

"Nanti aku yang akan jelaskan padanya," ucap Senior.

"Baiklah, sudah hampir 2 minggu aku mengamati Nabil. Kini dia bekerja serabutan mengumpulkan barang bekas lalu ia jual untuk membeli makanan. Aku melihat ada seorang gadis kecil yang selalu ada didekat Nabil, aku tidak tau itu siapa dia. Sepertinya bukan adiknya." Senior menjelaskan.

"Kenapa tidak mungkin?" Kak Kevin bertanya.

"Saat kejadian itu, Ganeta sedang mengandung adiknya Nabil, usia kandungannya baru 6 bulan." Kak Lina langsung menjelaskan, dan apa yang dijelaskan kak Lina adalah sebuah fakta.

"Jadi, siapa gadis itu? Apa kamu punya fotonya?" Kak kevin kembali bertanya.

"Aku sempat mengambil fotonya, tetapi fotonya itu hilang," jelas Senior, terdengar suara kecewa.

"Hilang? Bagaimana bisa?"

"Aku juga tidak mengerti. Seakan ponselku diretas oleh seseorang."

"Apa ada data lain yang hilang?" Tanya kak Kevin menyelidik.

"Tidak, hanya foto-foto mereka."

"Baiklah, kita lupakan saja soal foto-foto mereka yang hilang. Sekarang, kita fokus bagaimana kita bisa mendapatkan mereka, dan kita tetap aman dari mafia Hell Diamond." Kak Lina menengahi.

"Benar juga. Bagaimana pun, Nabil adalah senjata berbahaya. Dia bisa menjadi pendorong organisasi kita, tapi dia juga bisa memusnahkan kita semua," ucap kak Kevin.

"Tapi aku tetap akan mengajaknya bergabung dengan kita," ucap Senior dengan tegas.

"Apa alasanmu? Bagaimana jika mafia Hell Diamond tau, dan mereka berpikir kita memiliki niat buruk."

"Aku akan bertanggung jawab. Dengan bergabungnya Nabil, bisa mengembangkan organisasi kita yang sudah diujung kehancuran. Setidaknya dapat meningkatkan potensi para klien menggunakan jasa kita," jelas Senior.

"Bagaimana caranya? Nabil saja tidak pernah terjun kedalam dunia ini."  Kak Lina memprotes perkataan senior.

"Aku yang akan mengajarinya."

"Tapi, Daizy. Aku yakin kamu masih ingat perkataan Travis tentang rencananya untuk masa depan Nabil," ucap kak Kevin.

"Apa kalian ada ide selain mengajak Nabil bergabung dengan kita? Lagi pula, aku sudah menyiapkan fasilitas yang layak untuk dia." Senior terdengar sedikit kesal.

"Baiklah, terserah kamu saja, bos. Aku ikut," ucap kak Lina.

"Aku permisi, ada data kesehatan yang harus aku urus," lanjut kak Lina.

"Apa dia marah denganku?" Senior bertanya pada kak Kevin.

"Mana aku tau, dia memang sulit ditebak."

"Kevin, bagaimana pendapatmu?"

"Aku setuju. Apapun yang terbaik untuk organisasi ini." Kali ini suara kak Kevin terdengar lebih ramah.

"Baiklah, aku akan segera menjelaskan pada Sharon. Tolong matikan rekamannya ya."

"Oke."

"Jangan lupa, nanti siang mampir ke rumahku untuk makan siang," ucap Senior.

"Iya iya."

"Huuftt, aku tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi aku harap, semua berjalan dengan baik. Bagaimana pun juga, aku tidak mungkin membiarkan Daizy bertindak gegabah sendiri, walaupun kali ini hanya seorang anak laki-laki yang belum mengerti tentang keluarganya, tetap saja ... dia adalah senjata berbahaya." Kak Kevin berbicara sendiri.

"Aku akan mencari tau lebih lanjut tentang Nabil dan gadis yang selalu bersamanya. Oh, aku lupa mematikan rekamannya." Ini adalah kalimat terakhir yang terdengar sebelum rekaman suara itu selesai.

"What do you think? Everything you know is an illusion they made." (Bagaimana menurutmu?  Semua yang kamu tau adalah ilusi yang mereka buat).

"Why are you let me know about this?" (Kenapa kamu memberitahu aku tentang ini?). Aku menatapnya dengan tajam.

"Am I wrong? You must have realized that  will leave you just like when you were in the orphanage." (Apa aku salah? Kamu pasti menyadarinya,  mereka akan meninggalkanmu sama seperti ketika kamu di panti asuhan). Sharon berbicara dengan nada yang rendah dan tidak lama ia meninggalkanku meninggalkan begitu banyak pertanyaan di benakku.

Mendengar perkataan Sharon, aku hanya diam mematung. Apa yang dia katakan mungkin ada benarnya? Bagaimana jika aku benar-benar akan ditinggalkan lagi seperti di panti asuhan. Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus mencari cara atau setidaknya mencari tau kebenaran dari rekaman tadi, tapi kepada siapa? Tidak mungkin aku bertanya pada senior, ataupun 2 eksekutif lainnya. Ah, aku tau! Aku yakin orang itu pasti mengetahui sesuatu. Aku segera mematikan laptop, dan dengan cepat keluar dari ruangan senior, dan berjalan ke sebuah ruangan dimana aku bisa bertemu orang yang mempunyai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di kepalaku ini.

*Ceklek

Aku membuka pintu suatu ruangan.

"Oh, Lazee. Ada perlu apa kesini?"

"Kak, ada yang ingin aku bicarakan," ucapku lalu masuk ke dalam ruangan itu.

"Apa itu?" Laki-laki yang ada dihadapanku, menyilangkan kakinya dan tersenyum kecil kearahku.

"Aku akan bertemu dengan orang yang kalian duga sebagai dalang di balik kekacauan ini. Sebagai gantinya, kakak harus memberitahu aku sesuatu."

"Apa ini semacam barter?"

"Kurang lebih." Aku mengangkat bahu.

"Kevin bilang, kamu tidak bisa menemui orang itu. Tapi kenapa sekarang menawarkan?"

"Sejujurnya, aku benar-benar tidak yakin bisa menemuinya dengan damai, tapi aku akan mencoba demi barter kita."

"Kamu yakin? Kamu bisa menukar informasi yang aku punya dengan hal lain."

"Tidak, aku tidak mau merubah kesepakatan yang aku buat."

"Baiklah jika itu keputusanmu. Aku tidak bisa merubahnya."

"Terima kasih karena kakak sudah mau membuat kesepakan denganku."

"Dengan senang hati, Lazee." Laki-laki itu tersenyum lebar.

***

Pertumpahan darahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang