Part 1. Kedatangan Pak Tejo

14 4 2
                                    


*

"Pak,Bapak....,Bapak,...." teriak Bima mengusik telingaku.

"Bapak...." ulangnya,berlari mengarah kekamarku.

"Ada apa sih !!!,apa gak tau Bapak lagi tidur !!!" senggakku mendengus kesal.

Putraku yang masih berusia 6 tahun,nyengir.

"Itu...itu ada yang cariin Bapak,penting katanya"ujarnya menjelaskan.

"Bapakkan sudah bilang,kalau ada yang cari Bapak,bilang Bapak gak ada" tegurku.

"Tapi gak salahku Pak,si Teo tuh yang bilang Bapak ada, baru masuk rumah,dia lihat tadi."jawabnya.

Aku mendengus kesal,

"Bilang sama Teo sekali lagi,kalau ada yang cari Bapak,bilang Bapak nggak ada,ngerti?! ".

Teo adalah keponakanku,anak abangku yang bernama Agus.

"Baru aja tidur sudah di ganggu".gerutuku,kuintip pintu jendela,mataku mendelik,sudah ku duga pasti Pak Tejo pelangganku.

Aku mendapatkan orderan membuat pagar rumahnya,tetapi belum selesai kukerjakan dan kerjanya ngaret karena uangnya sudah habis memenuhi kebutuhan keluargaku.

Belakangan ini orderan sepi dan hutangku menumpuk sana sini.

"Assalamu'alaikum",ucap seseorang dari luar yang pastinya Pak Tejo.

"Wa'alaikumussalam,masuk Pak".jawabku ramah.

Wajah Pak Tejo datar dan dingin,kurang ramah bisa kupastikan dia dalam keadaan hati yang kurang baik.

"Pak Doni saya minta tolong kerjasamanya,saya sudah sangat - sangat cukup bersabar, Bapak sudah sangat terlambat mengerjakan pagar yang saya pesan,sementara uangnya sudah saya selesaikan sesuai yang kita sepakati! " katanya tanpa basa basi ketika kuajak masuk ke dalam rumah tapi dia tidak mau masuk hanya bicara dari luar.

"Tolong jangan uji kesabaran saya." tandasnya dengan wajah kurang enak.

"Ya ya Pak,pasti saya kerjakan,saya gak lari dari tanggung jawab".jawabku lugas,aku gak mau ribut ribut di rumahku.

Walau di gang sempit jalan buntu tempat aku tinggal ini hanya aku dan keluargaku,aku gak merasa nyaman.

"Saya tunggu tanggung jawabnya,gak pakai lama!,".jawab Pak Tejo melengos kemudian pergi.

Tanganku mengepal,aku menahan emosiku,darimana lagi kucari modal yang sudah kupakai ini,kusugar rambutku,"hahhhh,...."

Kulirik pintu di samping ada ibuku yang memandangku.

Tatapannya tidak mengenakkan,dan Mas Agus yang memandangku dengan pandangan mengejek.

Rumahku berdampingan dengan Ibu,dan Mas Agus tinggal bersama anak anaknya bersama ibuku.

Aku dan Mas Agus tidak akur karena Ibu selalu menyayangi Mas Agus daripada aku,setiap permasalahan yang ada pada kami,antara aku dan dia,aku selalu salah di matanya,dan Mas Agus selalu benar,karena  mengingat itu,hatiku semangkin meradang.

Aku duduk di ruang tamu sambil menyalakan rokokku,menenangkan hati dengan rokok andalanku.

Rena istriku menghampiriku,menatapku dengan sinis.

"Sudah kubilang Mas,kalau bengkel las itu tidak menghasilkan sewakan aja ke orang lain,mas bisa kerja keluar kota untuk menafkahi kami,daripada Mas terus di kejar kejar pelanggan begitu,belum lagi utang mas bejibun,terus di kejar kejar orang,emang enak !!!."dengusnya kesal.

"Hutangku bejibun karena siapa?,bukan untuk keluarga ini,kamu koq gitu ngomongnya,aku gak akan ninggalkan bengkel las itu,sudah 20 tahun usaha las itu yang ngasih makan kita,kalau usaha lagi sepi wajar" jawabku sengit.

Syintia putriku nyelonong dari kamarnya mendekatiku,

"Pak aku butuh uang untuk uang semesteran gimana ini,menurut aku benar kata Ibuk,sewakan aja Bengkel Las itu,cari kerjaan lain." 

Ku pandang putriku.

"Nanti Bapak carikan sabar dulu,Bapak mau ke bengkel,mau lihat anggota kerja" jawabku sambil berlalu menuju pintu luar,menuju bengkel las ku yang tidak jauh dari rumahku.

**

"Syintia kamu gak kerja ?".tanya Rena ketika ia melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 malam,tapi ia masih bermalas malasan depan televisi.

Aktivitas Syintia memang kuliah sambil bekerja di tempat Lek Narto pamannya yang buka rental komputer,Rumah Lek Narto gak jauh dari Kampus besar gak jauh dari rumahnya.

Menerima jasa menulis makalah,skripsi dan lain lain,ia kerja siip malam setelah selesai kuliah.

Syintiya menatap ibunya.

"Syintia lagi males Bu,lagi mikirin uang semesteran kuliah Syintia,bingung cari dimana,minta sama Bapak gak jelas kapan adanya,Bapak aja di kejar kejar utang".

"Betul itu",jawab Rena,

"Oh iya,menurutmu gimana Syin kalau Ibuk kerja,Ibu mau kerja,sudah setahun ini Bapakmu gak bisa diandelin".lanjutnya.

"Ibu mau kerja apa?"tanya Syintia.

"Gak tau,Ibu ada kepikiran mau kerja di luar negeri,gajinya besar,seperti anak Pak De mu si Devi".

Syintia memandang ibunya.

"Apa Bapak setuju?"

Rena mengendikkan bahu,"Entahlah". ujarnya.

"Capek jadi orang miskin".lanjutnya melas.

Adab Dulu Baru IlmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang