5. Keputusan

3 1 0
                                    

Malam itu setelah Robot selesai balap liar, ia mendatangi rumah orang tuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu setelah Robot selesai balap liar, ia mendatangi rumah orang tuanya. Sekitar pukul tiga pagi, Robot menyelinap masuk melalui pintu jendela kamarnya. Suaranya terdengar oleh Hasti, ibu kandungnya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Hasti membuka pintu kamar Robot. Terlihat Robot baru saja menapakkan kakinya di lantai kamar.

"Bu?" sapa Robot.

"Ngapain lo pulang? Sekarang mending lo pergi dari rumah. Bapak lo sebentar lagi pulang, dia habis di PHK, lo bakal mati sama dia kalau sampe dia ngeliat lo ada di sini. Cepet pergi!" kecam Hasti.

"Tapi, Bu. Arken lapar, Bu."

"Lo punya otak atau nggak, sih? Bapak lo baru di PHK dan sekarang dia cuma mabuk-mabukan, judi, begadang. Dari mana dia mau dapet duit?" bentak Hasti.

"Tapi Ibu udah makan?"

"Gak usah sok peduli sama gue. Pergi sekarang atau lo pilih mati sebentar lagi? Pergi!" usir Hasti tanpa tega.

"Ibu nggak mau peluk anak Ibu sebelum dia pergi jauh, Bu?" pinta Robot dengan nada sedihnya.

Hasti malah meludah.

"Dari lo lahir sampe gede begini, gue gak sudi punya anak haram kayak lo. Gue sama Garda ngerawat lo cuma karena warisan dari mertua gue. Jadi, mau lo pergi kek, mati kek, bodoamat. Paham?!" Hasti menutup pintu kamar Robot dengan keras.

Di dalam kamar, setelah mendapati balasan ibunya seperti itu, ia membereskan pakaiannya sambil meneteskan air mata. Tapi, meski begitu, Robot masih berusaha menahan tangisannya. Ia harus kuat, walau semesta selalu saja menimpanya dengan berbagai cobaan yang hebat.

Setelah mengemasi barang-barangnya ke dalam tas gunung, Robot keluar dari rumahnya. Menatap rumah dari kejauhan. Tersadar bahwa selama ini ia tidak benar-benar tinggal di "rumah", tapi di dalam kepedihan. Bahwa berada di rumah itu ia tidak merasa pulang.

"Seperti apakah pulang? Di manakah rumahku?"

Uang yang telah ia kumpulkan sedikit demi sedikit selama tiga tahun, akhirnya akan ia gunakan untuk kepergiannya menuju kota-kota yang ingin ia datangi.

Tapi, sebelum berangkat, Robot telah mengumpulkan teman-temannya di rumah usang. Ada banyak sekali orang di sana, meski beberapa tidak ikut berkumpul.

"Langsung aja, ya. Hari ini gue bakal berangkat dan gue nggak tau kapan gue bakal balik lagi. Tapi yang pasti, gue bakal balik ke sini dan ketemu kalian. Gue harap, kedepannya kalian bisa terus kompak meskipun gak ada gue. Ingat, jangan pernah kegiatan menghapus para bangsat dihentikan. Tetap jalani. Demi kota yang bersih!"

"Siap, Bot!"

Robot pun bersalaman dengan semua teman-temannya.

"Jaga diri baik-baik, ya."

"Kami doakan yang terbaik buat lu."

"Kalau ada apa-apa hubungi kami!"

Dan berbagai ucapan yang memberi semangat pada Robot. Enggan rasanya meninggalkan, tapi demi cita-citanya, ia mau tidak mau harus melanjutkan perjalanannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 05:50, saat Robot melewati tempat favoritnya dengan Lista, ia singgah dulu sebentar untuk menikmati momen sunrise di tempat itu untuk terakhir kalinya.

Ketika Robot tiba di puncak, betapa terkejutnya ia menemukan Lista yang tertidur di sana. Di sampingnya juga terdapat tas gunung yang di dalamnya adalah barang-barang Lista.

"Lis, bangun," panggil Robot pelan.

Lista langsung terbangun. Melihat lelakinya sudah tiba menjemputnya.

"Lama banget, sih? Aku nunggu kamu dari tadi, lho!" ungkap Lista merajuk.

"Heh! Siapa yang mengajak kamu? Siapa yang ngasih tau kamu? Dan kenapa kamu malah ada di sini seolah tau aku bakal ke sini?" Rentetan pertanyaan dari Robot yang heran pada gadis itu.

"Udah nggak ada waktu lagi, Ken. Kita harus pergi. Sebentar lagi papah ku bangun, dan dia bakal langsung cari aku," ucap Lista menggandeng tangan Robot dan membawanya lari.

"Tapi...." Robot tidak bisa lepas dari gandengan tangan Lista. Padahal ia ingin menikmati sunrise terlebih dahulu.

"Aaaaa.... Sunrise-kuuu...." berontak Robot saat tangannya masih ditarik Lista.

"Sudah. Nanti juga kita ke sini lagi. Ayo cepat pergi, Ken!"

Robot buru-buru menyalakan mesin motornya. Padahal ia tidak seharusnya takut.

Sebuah mobil mewah berwarna hitam terlihat dari kejauhan.

"Ken, cepat! Itu mobil papah yang dibawa ajudannya. Ayo kabur!" Lista kesal dengan motor Robot yang tidak menyala sedari tadi.

"Atuh sebentar. Bukan aku yang nggak mau buru-buru, tapi lihat motorku. Aarrgghhh!!"

Mobil itu semakin mendekat, dekat, dan berhenti. Dua orang ajudan turun dari mobil untuk menangkap Lista. Dengan sekuat tenaga, akhirnya motornya pun menyala. Robot dan Lista segera tancap gas sambil meledek dua ajudan bodoh itu.

Mereka pun kejar-kejaran. Beruntungnya, Robot sudah mengetahui pasti jalan-jalan tikus di kotanya, yang membuat dua ajudan kehilangan jejak mereka.

Bukannya takut atau panik, Lista dan Robot malah tertawa atas kelakuan mereka yang nekat. Bersama motor tua, dua anak manusia, dan jalanan pinggir pantai. Tawa itu lepas. Sekarang, mereka merasa bebas.

🤖

Di rumah, Andres sudah mengumpulkan dua orang kepercayaannya untuk mencari Lista agar secepatnya dibawa pulang.

Mereka adalah Gean dan Gian, kakak dan adik yang bekerja sebagai seorang pembunuh bayaran. Tapi kali ini, tugasnya adalah mengambil Lista dari tangan seorang Robot. Tentu mereka sangat mengetahui sosok Robot. Karena keduanya lahir di kota yang sama dengan Robot.

"Pokoknya saya nggak mau tau. Kalian berdua harus bisa bawa balik anak saya dari anak berandalan itu," ucap Andres.

"Tapi kami perlu DP buat perjalanan dan segala macemnya, Pak," balas Gian sang adik.

"DP-nya sudah saya kirim ke nomor rekening kalian. Saya nggak mau tambah orang atau ganti orang buat bawa balik anak saya. Cukup kalian berdua. Bisa dipercaya, kan?" tanya Andres.

"Pak. Lawan yang harus kami hadapi itu sosok Robot. Dia bukan seorang yang mudah ditangkep, apalagi dilawan. Saya sama Gian belum tentu bisa lawan dia yang seorang. Tapi tenang, saya juga punya banyak pasukan buat dikerahin, asal bayaran dari bapak seimbang dengan tenaga yang kami keluarkan," jawab Gean.

"Masa bodoh! Mau dia robot, kek, Transformers, kek, kuda, kek. Yang penting anak saya balik dan kalau kalian berhasil bawa kepala si Robot itu, saya kasih 50 juta sebagai imbalannya."

"Deal!"

Ketiganya pun sepakat. Setelah bernegosiasi dengan Andres, Gean dan Gian segera mendatangi markasnya. Menemui teman-temannya untuk memberi perintah.

"Siapa pun yang dapet informasi soal si Robot, bakal gue kasih imbalan yang lumayan. Mulai dari sekarang. Biar dia belum pergi terlalu jauh dari kota ini. Paham?" teriak Gian.

"Paham!!!" sorak mereka serentak. Semua orang merasa tertantang dan langsung bertindak untuk mendapatkan informasi terkait keberadaan Robot.

Bukan cuma imbalan yang Gian berikan, tapi juga ia memberi tahu tentang harga kepala Robot.

Namun, larangan yang diberikan Gian kepada semua teman-temannya adalah untuk tidak menanyakan tentang Robot pada teman-teman Robot. Karena semua teman Robot solidaritasnya sangat tinggi, mereka tidak tergiur oleh uang jika harus ditukar dengan mengorbankan temannya.

Hal ini juga yang menjadikan langkah Gian dan Gean semakin sulit. Karena ia harus berhati-hati dalam menjalankan misi. Sebab, di mana pun, pasti ada teman Robot.

Gean dan Gian sendiri langsung tancap gas mengelilingi kota, mencari tempat yang biasanya Robot datangi. Dan itu membutuhkan waktu satu hari.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang