Distance

9 0 0
                                    

Mimpi Ellen menjadi kenyataan. Harusnya yang menjadi kenyataan adalah bagian ia pergi ke pantai. Ini malah bagian ia ketahuan oleh Jehan.

Sebenarnya juga Jehan sudah curiga sejak Ellen mendaftar di club. Tetapi fakta semakin terkuak tatkala ia menyelesaikan masalah kecelakaan Ellen di kantor polisi. Ellen sengaja di dorong oleh salah satu fans Jehan. Ia mengetahui bahwa Ellen adalah sosok Irish. Sebab itu ia mencelakai Ellen.

Ellen termenung mendengar pemaparan Jehan. Seharusnya memang ia tidak melangkah sejauh ini. Ia membahayakan dirinya sendiri dan merepotkan orang lain.

"Please bgt gausah manggil Irish lagi ya, kak. Panggil Ellen aja."

Jehan mengangguk. Ia tau gadis itu masih sangat syok atas apa yang terjadi. "Tenang aja, Ell. Semua udah ditanganin sama polisi."

"Jahat banget." air mata yang ia tahan sedari tadi akhirnya tumpah juga. Ia benar tidak menyangka akan ada orang yang nekat sejahat itu hanya karna merasa idolanya direbut.

Jehan memeluknya. Mencoba menyalurkan ketenangan. "Harusnya gue gausah tiktokan biar lo ga luka ya, Ell." Jehan terkekeh.

"Bukan salah kak Jehan." sesenggukan gadis itu membuat Jehan makin terkekeh. Disaat sesenggukan seperti ini pun sosok Irish-nya masih tetap supportif.

"Nangisnya udahan. Tuh liat mataharinya cakep banget."

Ellen menatap matahari terbit itu. Indah sekali. Meski ia hilang di malam hari, esoknya ia akan kembali bersinar terang. Ellen berharap bisa menjadi matahari yang meski terkadang digantikan oleh gelap, tetapi ia senantiasa menyinari di waktu yang tepat.

"Akhirnya gue bisa liat wujud, lo." ujar Jehan.

"Ngga sesuai ekspektasi ya, kak?"

Jehan kembali tertawa. "Gue malah mikirnya lo tuh jelek banget karna ga pernah mau nunjukin muka. Ternyata lo cantik."

Sial. Harusnya Ellen merekam percakapan ini untuk dipamerkan ke mamanya. Mama nya harus tau kalau ada yang memuji dirinya cantik. "Namanya juga gue cewek. Udah pasti cantik kan semua cewe tuh." bentuk dari gengsi seorang Ellen Sairish Ozora.

"Saltingnya lucu juga, ya."

"Gaada yang salting!" emosi sedikit malah kepalanya menjadi berdenyut sakit. Lalu ia meringis sembari memegangi kepalanya.

"Tuh, kan. Makanya jangan marah mulu. Mending ayo istirahat di kamar lagi. Mau gue ambilin kursi roda?"

Ellen menggeleng tugas. Sebisa mungkin ia tidak terlalu banyak memakai alat rumah sakit. "Gausah, kak. Gue jalan aja."

Sesampainya di kamar, ternyata Caca sudah menunggu. "Darimana aja, sih?! Gue kira lo ilang tau ngga."

"Liat matahari terbit."

"Liat matahari terbit atau pacaran sama kak Jehan?" sinisnya.

Ingin sekali Ellen menyumpal mulut Caca dengan sambal biar tidak sembarangan bicara. "Gue udah jawab bener tadi, Ca. Gausah suudzon."

"Pacaran juga gapapa. Seneng kan, lo?"

Jehan tertawa saja. Interaksi keduanya mirip ketika ia tengah berdua dengan Bintang. "Kalogitu gue balik dulu, ya. Lo berdua hati-hati. Kalo ada apa-apa bisa hubungi gue, kok."

"Makasih banyak, Kak Je." ucap Ellen.

"Hati-hati di jalan ya, kak." sambung Caca. Setelahnya Jehan keluar dari ruangan.

"Maaf ngerepotin lo ya, Ca." Ellen berucap sedih ketika melihat hitamnya kantung mata Caca.

"Gapapa, Ell. Itung-itung gantian sama yang kemaren. Yang penting lo buruan sembuh deh. Gue gaada yang masakin."

"Sialan, lo!" mata Ellen membulat ketika ada panggilan video dari mamanya. "Mampus, Ca. Mama video call!"

.
.
.

Ellen sudah mulai pulih dan kembali ke kampus bersama Caca. Mereka sedang ngemil basreng di kantin kampus sembari menunggu pesanan mereka datang. "Pokoknya kedepannya kita harus lebih hati-hati lagi, Ell. Gue gamau lagi bohong sama mama lo pokonya."

Sewaktu mama Ellen melakukan panggilan video, mereka mengatakan sedang beracting karna ada project membuat film. Meski terlihat ragu, akhirnya mama Ellen percaya.

"Gue juga kalo disuruh milih gaakan mau liat lo keracunan, trus liat tukang mie ayam kebaran, trus kecelakaan juga gue gamau, Ca." Ellen kembali mengunyah basrengnya. "Basrengnya keras banget sih."

Caca menyetujuinya. Gigi mereka bisa patah jika dipaksa mengunyah basreng sekeras ini. "Paling bener beli basreng di tiktok kayanya."

Akhirnya pesanan mereka datang juga. Caca memesan nasi campur yang berisikan ayam goreng, mie, dan sambal. Sementara Ellen memesan nasi beserta ayam goreng mentega. "Mbak, es tehnya 2 ya. Tadi kita lupa pesen." Ellen tertawa tidak enak.

"Itu aja kan tambahannya mbak?" Ellen dan Caca mengangguki pertanyaan dari pelayan itu.

"Rame juga ya kantinnya. Kayanya kalo jam maksi pada kesini deh." Caca menyapu pandangannya ke seluruh penjuru kantin.

Mereka dikejutkan dengan suara mangkok dan nampan yang terjatuh dengan keras. Ellen dan Caca langsung menaruh atensinya pada seorang gadis yang nampak ketakutan berhadapan dengan 3 laki-laki berbadan tinggi.

Bisa Ellen rasakan ketengilan tingkat tinggi di wajah lelaki sok ganteng itu. "Denger-denger katanya itu cewe yang pernah dilecehin sama cowo itu." bisik Caca.

"Anjir, tau darimana sih lo, Ca?" balas Ellen dengan bisikan juga.

"Biasa. Lo kaya nggatau aja dinding kampus juga bisa bicara." Ellen mengangguk saja. Lagipula gadis itu sudah ngacir pergi entah kemana. Ellen tebak pasti trauma. "Eh, esnya lama banget, Ell. Jemput gih!"

Ellen pun segera bangkit dari kursinya menuju stall penjual makanan yang mereka pesan tadi. Sialnya tubuhnya tersenggol dan ia jatuh tersungkur.

Tersangka yang menyenggol dirinya pun berjongkok di hadapannya. "Sorry, manis. Ngga liat kalo ada cewe imut dibelakang gue."

Ellen segera bangkit dan membersihkan roknya. "Najis!" Ellen tidak sudi bersentuhan dengan penjahat kelamin seperti lelaki sengak ini.

"Sombong banget, Ar." ucap kompor di belakang lelaki penjahat ini.

"Biarin aja. Belum rasa aja pesona Arya." ujarnya percaya diri.

Ellen segera pergi dari sana. Malas sekali harus berhadapan dengan manusia setengah setan. Ia pun segera menanyakan kabar es tehnya. Ia kembali dengan membawa dua gelas es teh manis dingin ke mejanya.

"Lo gapapa, Ell?"

"Najis banget tau ngga, Ca! Mimpi apa gue sentuhan sama penjahat kelamin!"

"Shht! Jangan kenceng-kenceng, Ell. Bahaya kalo dia tau."

"Boam! Gue gatakut sama dia."

"Ish, lo harus inget kalo kita harus ngejauhin apapun yang berpotensi bikin kita bahaya disini."

Ellen berdecak lalu kembali memakan makanannya. "Btw enak banget ayam menteganya, Ca."

"Iya, ini punya gue juga enak banget."

"Anjir! Ini Maira sama Kaina pamer foto di pantai, Ca!"

Caca pun segera membuka ponselnya. "Anjay upin-ipin mantai juga akhirnya."

"Ayo kepantai juga, Ca!"

"Sekarang banget?"

"Besok aja. Besok kan weekend."

"Oke. Siapa tau dapet bule. Mama gue pasti seneng banget kalo bisa punya mantu bule."

Ellen tertawa melihat wajah Caca mengkhayal. "Belajar dulu yang bener, Ca!"


19022024
-Koreyo

CARNATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang