Prahara Bulan Ketiga

440 35 3
                                    

Hari-hari berlalu, tonjolan di perut Haechan mulai terasa. Baby bump. Hal yang sebelumnya tidak pernah terbesit di pikiran Haechan. Bulan kedua lumayan berat, di bulan ketiga ini mualnya muncul setiap hari. Setiap pagi, mau hari itu sarapan atau tidak pasti Haechan mual berujung muntah-muntah di toilet atau wastafel terdekat Mark sebenarnya khawatir meninggalkan Haechan. Tapi Haechan merasa dirinya masih kuat untuk mengurus rumah dan pekerjaannya.

Mark tahu bahwa sebenarnya Haechan tidak sekuat itu. Istrinya itu selalu pucat saat dan setelah muntah, tapi Haechan selalu meyakinkan Mark bahwa dirinya tidak apa-apa supaya tetap diizinkan bekerja.

Keterikatan Mark sebagai tenaga pendidik menyulitkannya untuk cuti dan menemani Haechan saat masa sulitnya. Selain itu Mark juga punya pekerjaan sampingan yang tak kalah menyita waktu Mark. Mark selalu merasa bersalah saat melihat wajah letih istrinya di malam menuju tidur.

Pagi ini dimulai sama seperti kemarin, ya, dengan Haechan yang muntah-muntah ditemani Mark di belakangnya yang mengusap-usap punggung kecil milik Haechan.

"Sudah muntahnya?" Tanya Mark sambil membantu mengusap mulut Haechan.

"U-udah,"
"Besok Bapak akan sewa ART buat di rumah–"

Belum sempat selesai ucapan Mark, Haechan langsung menatap wajah Mark dengan mata berkaca-kaca. Drama lagi drama lagi.

"Bapak... Udah gak percaya lagi ya sama aku? Aku ngerepotin ya?" Haechan menunduk melihat tangannya sendiri yang sedang memilin ujung bajunya.

"Sayang, Bapak kan gak ngomong seperti itu. Bapak percaya sama kamu, dan kamu sama sekali gak merepotkan. Justru Bapak mau sewa ART supaya kamu gak capek. Kamu butuh banyak istirahat sayang, kamu kasihan gak sama Ubi yang kamu ajak kerja terus?" Ucap Mark dengan kedua tangan menangkup pipi berisi istrinya.

Mark berusaha mengucapkan kata-kata penenang untuk istrinya. Jujur saja, Haechan 100x lebih dramatis saat hamil, Mark tidak ingin emosi Haechan semakin naik turun.

"Uhmm, maafin aku ya. Selama ini aku egois karena udah ajak Ubi sibuk sana sini." Haechan kini memeluk Mark, sudah agak tenang.

"Bagaimana? Mau ya besok Bapak sewakan ART? Kamu boleh tetap kerja asalkan ada ART di rumah ini. Kalau gak mau ada ART ya kamu resign." Final Mark

"Ihh kok ancamannya gitu? Yaudah boleh, tapi harus yang terpercaya ya."
"Iya sayang, pasti. Kalau perlu kamu yang pilih"

Haechan mau tidak mau harus menuruti suaminya supaya ia tetap bisa bekerja.

Keduanya sebenarnya sudah financial stable. Mark bukan hanya bekerja sebagai dosen, ia memiliki usaha sampingan sebagai pasive income. Beberapa cafe, tiga restaurant, dan bisnis travell sudah lebih dari cukup untuk menambah pemasukan bagi keluarga kecilnya.

Haechan sungguh mencintai pekerjaannya sebagai akuntan, selain itu lingkungan kantornya sangat nyaman. Teman-temannya baik dan saling support, hal itu membuat Haechan berat hati jikalau harus resign.

%%%

Baru 2 menit yang lalu Haechan sampai kantor, ia sudah merasa lapar dan ingin makan yang asam-asam. Kalau kalian bertanya apakah Haechan mengidam? Jelas jawabannya iya. Haechan banyak menginginkan sesuatu terutama makanan selama hamil. Tapi ia masih sungkan untuk meminta ini itu kepada suaminya. Ia tahu kalau sifatnya saja sudah merepotkan. Bayangan memakan buah yang asam selalu hinggap di otaknya. Gimana caranya Haechan memenuhi ngidamnya sendiri?

"Waduh, pagi-pagi sarapannya udah hot banget nih." Kalimat itu terlontar dari mulut Chenle, teman sedivisinya saat melewati bilik Haechan.

"Hehe, lagi pengen aja nih. Mau ga?" Jawab Haechan sambil menawarkan rujaknya.

Keluarga Kecil [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang