Chapter 14

110 16 0
                                        

Happy reading!!!

*****

Asing.

Satu kata yang sekarang akan dihindari oleh Gaby. Meski takdir kedepannya tetap tidak berubah, setidaknya Gaby bisa menghindari asing dalam waktu yang lebih lama.

Dimulai setelah Andra mengantarnya pulang kemarin, Gaby mulai merencanakan apa yang akan dia lakukan. Gaby berniat, mulai hari ini dia akan melupakan kenyataan bahwa dia telah hadir dari masa depan. Gaby akan menjalani kehidupannya lagi, selayaknya seperti orang yang tidak tau takdir masa depannya.

"Lo kemarin pulang bareng?" tanya Aruna yang saat ini sedang bermain di rumah Gaby.

Satu fakta lagi baru saja diketahui oleh Gaby. Fakta yang membuat Gaby merutuki dirinya sendiri.

"Iya."

"Sumpah, gue masih agak kaget sih setelah denger lo cerita malam itu. Nggak nyangka kalau ternyata seorang Andra bisa membuat lo kembali membuka hati."

Ya. Selain kepada Caca, ternyata malam itu Gaby juga menceritakan semuanya kepada Aruna.

"Jangan kaget terus, Aruna. Sekarang saat nya lo bantu gue buat kedepannya. Gue bingung gue harus gimana."

"Lah, kenapa bingung? Perasaan itu datang atas dasar hati lo sendiri, Gab. Dan seharusnya, untuk kedepannya itu lo sendiri yang bisa mengaturnya."

Gaby diam memikirkan. Benar, perasaan itu hadir karena hati nya sendiri. Baik Andra atau siapapun tidak ada yang memintanya. Hanya saja, meskipun rasa itu hadir dari dalam hati Gaby sendiri, dia tetap tidak bisa mengaturnya.

"Menurut lo, rasa yang hadir ini lebih baik di pendam atau diungkapkan?"

Aruna yang posisi sebelumnya terbaring di atas kasur Gaby, kini segera bangkit dan duduk tepat di hadapan Gaby.

"Lo tau, gue paling benci sama yang namanya cinta dalam diam. Apalagi posisinya kalau suka sama temen sendiri."

Gaby mengernyit bingung, "Kenapa?"

"Mencintai dalam diam itu hanya untuk orang yang hatinya sekuat baja, Gab. Mereka mengorbankan diri dan perasaannya, hanya untuk menghindari kata asing tercipta di antara mereka."

"Tapi, asing adalah satu hal yang paling ditakutkan di saat kita menyukai teman satu kelas, Aruna. Jadi, apa salahnya kita untuk tetap diam daripada harus kehilangan teman sekaligus orang yang kita sukai hanya karena satu ungkapan?"

Aruna tertawa pelan, "Berarti lo selama ini mengartikan cinta dengan salah, Gaby."

"Cinta itu indah. Cinta itu seru. Hal yang lo takutkan nggak akan pernah terjadi, kalau lo nggak menaruh ekspektasi terlalu tinggi dalam diri lo. Semua itu tergantung masing-masing orangnya, Gab. Cinta bukan kegiatan jual beli, yang berarti perasaan lo nggak harus seratus persen terbalaskan. Asing bisa tercipta, ketika lo terlalu percaya tentang perasaannya yang sama dengan perasaan lo."

Gaby diam mendengarkan penjelasan Aruna. Sudah mengerti dengan apa yang dia dengar, namun Gaby masih belum menemukan jawabannya.

"Tapi, ketika gue nggak menaruh harapan seperti yang lo maksud dan asing itu masih tercipta, berarti apa yang terjadi?"

Aruna tersenyum, "Berarti itu jawabannya."

"Apa?"

"Lo bukan orangnya."

*****

Hari Selasa adalah hari paling dibenci oleh Gaby. Kenapa? Karena hari Selasa adalah hari yang menurutnya waktu berjalan begitu lambat. Seperti saat ini, di cuaca yang sangat cerah, Gaby menganggap jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Tapi nyatanya, jam baru menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Suasana mood Gaby saat ini sedang tidak baik. Setelah jam pelajaran Fisika yang berhasil menguras seluruh tenaganya, bel istirahat akhirnya berbunyi.

"Gabyy."

Andra berdiri di samping Gaby dengan sebuah buku di tangannya.

"Gue tau lo hari ini lagi nggak mood. Nih, lo bisa nyalin catatan tadi dari sini," ucapnya sambil menyodorkan buku yang dia pegang.

Gaby menatap buku tersebut dengan ragu, "Punya siapa?"

"Punya gue lah. Emang punya siapa lagi?"

Gaby menatap Andra tidak yakin. Andra?? Mencatat?? Di pelajaran Fisika?? Gaby sangat tidak yakin dengan itu.

Sedangkan Andra yang mengerti maksud tatapan Gaby, menghela napas panjang. Seperti itulah nasibnya. Murid yang kebiasaannya tidur, terus tiba-tiba mau nawarin catatan Fisika, jelas sangat sulit untuk dipercaya.

"Bener punya gue, By. Gue hari ini emang lagi mode rajin aja," ucap Andra berusaha meyakinkan.

Dengan pertimbangan yang matang, akhirnya Gaby menerima buku milik Andra dan memasukkannya di dalam tas.

"Gue bawa dulu ya. Lagi nggak mood buat nulis sekarang," ijinnya dan dibalas anggukan setuju oleh Andra.

Setelah selesai membereskan barang miliknya, Gaby menatap ke sekeliling. Baru menyadari bahwa keadaan kelas sudah sepi. Bahkan, Caca yang seharusnya masih duduk di sampingnya pun sudah hilang entah kemana.

"Buset, cepet banget hilangnya," gumam Gaby namun masih terdengar oleh Andra.

"Nggak ke kantin?"

Gaby menggeleng, "Lagi males," ucapnya sambil meraih ponsel miliknya.

Andra yang melihatnya pun mengangguk mengerti. Dia berjalan keluar kelas tanpa sepatah katapun, membuat Gaby menatapnya diam. Ingin memanggil namanya dan meminta untuk tinggal, namun Gaby tak bisa melakukannya. Siapa dia?

Berusaha mengabaikan Andra yang pergi, Gaby mulai membuka ponselnya dan membuka aplikasi wattpad. Menekan salah satu cerita yang tersimpan di perpustakaan, lalu mulai membacanya. Dia berniat akan menghabiskan waktu istirahat dengan membaca.

Tak lama setelah itu, terdengar langkah seseorang memasuki kelas. Gaby yang menoleh dan mendapati Andra berjalan ke arahnya dengan membawa mangkok yang entah berisi apa dan juga satu botol air mineral.

"Makan dulu. Gue tau lo belum sarapan tadi," ucapnya sambil meletakkan mangkok berisi soto di atas meja.

Gaby diam menatap makanan di depannya. Sebenarnya dia memang belum sarapan tadi. Dengan mood di hari yang sangat dia benci ini, membuat Gaby tidak nafsu untuk menyempatkan diri menyuap sesendok nasi.

"Gue lagi nggak laper, An."

Andra duduk di sebelah Gaby, yang merupakan tempat duduk Caca.

"Gue tau lo hari ini emang lagi nggak mood, By. Tapi jangan sampai lo nggak makan. Kesehatan itu penting."

"Tapi gue lagi nggak laper, Yovandra."

"Dan lo harus tetap makan, Tamara."

Gaby diam setelah Andra menyebut nama terakhirnya. Nama panggilan, yang biasanya digunakan oleh keluarga Gaby.

Meski dengan berat hati, Gaby tetap meraih sendok dan menyuapkan nasi ke mulutnya. Biar bagaimanapun, dia harus menghargai kepedulian dan kebaikan orang lain.

Sedangkan Andra yang melihat Gaby mulai menyantap makanan yang dia berikan, tersenyum senang. Sedikit timbul rasa bangga dalam hatinya, saat melihat Gaby menghargai apa yang dia lakukan.

"Nanti malam mau nemenin gue nggak?"

Gaby yang sedang mengunyah makanan, menoleh menatap Andra.

"Kemana?"

"Ke tempat baru Oky. Dia lagi buka usaha baru."

"Coffe shop?" Andra mengangguk.

Berbicara soal Coffe shop, Gaby kembali ingat dengan pekerjaannya sebagai seorang waiters.

Jika dia kembali ke masa lalu, apakah di masa depannya saat ini dia masih menjadi seorang waiters? Atau mungkin ada hal lain yang dia lakukan sekarang?

Gaby kembali memikirkan takdir masa depannya.

*****

Salam manis,

Ahsidelife.

Time With You (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang