Chapter 17

73 13 0
                                    

Happy reading!!!

*****

Gaby turun dari motor saat mereka sudah sampai di depan gerbang rumah Gaby. Terlihat sudah ada mobil yang terparkir di halaman, yang berarti ayah Gaby pulang lebih cepat.

"Terima kasih untuk hari ini, Yovandra."

Andra tersenyum. Mengulurkan tangannya untuk membantu Gaby membuka helmnya. Entah kenapa saat matanya tak sengaja bertatap dengan mata Gaby, jantungnya berdegup kencang. Namun Andra berusaha untuk menyangkal sesuatu yang masih menjadi 'mungkin'.

"Istirahat yang cukup, By. Besok masih ada pelajaran matematika kesukaan lo di jam pertama."

Gaby mengangguk pelan. Besok adalah hari Rabu. Hari yang mata pelajaran nya berisi pelajaran favorit Gaby, matematika.

"Gue masuk dulu, ya. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut, jangan mampir mampir karena ini udah malam. Lo harus masuk sekolah karena besok ada mapel favorit gue!!"

"Kan mapel favorit lo, kenapa gue tetap diharuskan masuk seolah itu juga favorit gue?" tanya Andra sambil tertawa kecil.

"Karena gue mau bertemu dengan lo besok."

Mereka sempat terdiam saat satu kalimat itu keluar dari mulut Gaby.

"Kenapa mau bertemu?"

"Entah. Tapi setidaknya, dengan lo hadir di kelas besok, lo sama dengan membangkitkan semangat seseorang."

Mendengar itu, Andra tersenyum. Merasa ada perasaan senang yang hadir dalam dirinya saat mendengar Gaby lah yang mengucapkan itu.

"Siap hadir di kelas, Sayang!!"

Gaby diam membeku. Jantungnya berdebar kencang saat Andra mengucapkan kata terakhirnya.

"Sayang?" ucapnya bingung.

"Iya, sayang. Panggilan sayang untuk teman gue yang special!!"

Gaby tertawa dalam hati. Oh ayolah, Gaby!! Dia tidak lebih menganggap lo sebagai temannya!!

"Tapi Andra, nggak ada yang namanya teman kalau manggil sayang. Gue nggak mau lo manggil gue itu."

Andra tertawa pelan, "Siap, By. Maaf untuk kelancangannya."

Gaby tersenyum tipis, "Gue lebih suka lo memanggil gue dengan panggilan By. Hanya lo yang memanggil gue dengan panggilan itu, Yovandra."

"Gue juga lebih suka ketika lo menyebut nama panjang gue. Hanya lo yang memanggil gue dengan itu, By."

*****

Gaby masuk ke dalam rumah, lalu disambut dengan Ayah dan Mama nya yang duduk di ruang tamu.

"Anak ayah habis dari mana nih?"

Gaby berjalan menghampiri mereka. Mengulurkan tangan untuk salim, lalu ikut bergabung di samping sang Mama.

"Habis ke Coffee Shop punya temen Tamara, Yah."

"Teman kamu anak teman Ayah kata Mama, benar?"

Gaby menganggukkan kepalanya. Sedangkan Raden, Ayah Gaby, menatap putrinya dengan tatapan penuh arti.

"Sudah berani bawa cowok ke rumah sekarang? Siapa dia? Pacar kamu?"

Pertanyaan berturut yang dilontarkan oleh Raden, membuat Gaby diam sebentar. Beralih menatap sang Mama dan menebak bahwa Mama nya lah yang menceritakannya pada sang Ayah.

"Hanya teman sekelas, yah."

"Benar?"

"Benar."

"Tidak bohong?"

"Tidak."

"Sudah ada rasa?"

Gaby lagi-lagi kembali terdiam. Dia merasa, ayahnya ini memang pandai dalam menjebak orang dengan pertanyaannya. Tidak terkecuali dengan dirinya yang sudah menjadi putrinya selama tujuh belas tahun.

"Tamara dan Andra hanya sebatas teman satu kelas yang kebetulan terlihat lebih dekat saja. Tidak ada yang lebih dari itu di antara kami."

Raden tersenyum mendengar jawaban putrinya. Sadar bahwa putrinya kini sudah dewasa. Putrinya yang dulu masih suka menangis karena ditinggal pergi kerja, kini sudah mulai berani menaruh perasaan pada laki-laki lain.

"Cinta itu seru, Nak. Cinta bisa membuat kita lebih semangat dalam melakukan banyak hal. Cerita masa putih abu kalau di selesaikan tanpa ada bumbu-bumbu asmara, maka semuanya akan berakhir tanpa kenangan yang lebih indah."

"Kamu bisa jatuh cinta pada siapapun yang berhasil membuat kamu merasa nyaman. Entah dia teman seangkatan, kakak kelas, adik kelas, atau bahkan teman satu kelas pun, Ayah tidak akan melarangnya. Ayah membebaskan kamu dalam hal mengekspresikan perasaan diri sendiri."

Gaby diam mendengarkan ucapan Ayahnya. Merasa sangat bangga, karena mempunyai Ayah yang tidak menuntutnya untuk melakukan banyak hal atas kemauan beliau.

"Tapi kamu harus mengerti, Tamara. Cinta yang seru itu nyatanya juga melukai. Jangan sampai kamu kehilangan harga diri, hanya karena kamu menyukai seseorang lebih dulu. Jangan kamu jadikan diri untuk korban atas luka yang tidak berhak kamu dapatkan."

"Laki-laki di luar sana banyak yang tidak sebaik dari yang kita lihat dan kenal. Ada dari mereka yang selalu sesukanya dalam mempermainkan hati seorang perempuan."

Raden menatap putrinya lekat. Ada sedikit rasa khawatir dalam dirinya sebagai ayah pada anak.

"Tamara, Ayah berpesan kepada kamu hari ini. Jangan sampai kamu membiarkan diri kamu jatuh dan sakit karena satu cowok. Hanya dia yang peduli dan membuat kamu nyaman, yang pantas kamu berikan rasa itu, nak. Dia yang hanya tau cara melukai, dia tidak pantas untuk mendapatkan sedikit perhatian saja dari putri Ayah."

"Kata Mama, Andra baik. Dia sopan, dia juga bertanggung jawab. Tapi, Ayah belum bertemu dengan laki-laki bernama Regar Yovandra itu. Jadi, Ayah belum bisa membiarkan kamu jatuh pada laki-laki yang belum menemui Ayah gadisnya."

*****

Gaby diam melamun dalam kamarnya. Membiarkan ruangannya menjadi gelap, karena dia mematikan semua alat penerangan.

Banyak hal tentang Andra kini kembali terpikirkan olehnya. Tentang hari ini dan sebelumnya. Entahlah, Gaby merasa yang janggal. Dia merasa, apakah saat ini perasaan benci dan kecewa yang ada dalam dirinya dari masa depan sudah mulai redup? Memang sebelumnya dia berencana untuk melupakan semua yang terjadi di masa depan. Hanya saja, perasaan benci dan kecewa yang sempat singgah dalam hatinya kepada Andra masih membekas. Namun setelah hari ini, Gaby merasa perasaan itu mulai hilang.

Gaby mulai merasakan jantungnya yang berdegup kencang saat berada di dekat Andra. Gaby mulai merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat matanya tak sengaja bertemu dengan mata Andra. Oh, ayolah!! Apakah perasaan itu akan kembali lagi??

"Mungkin memang benar kalau kalian hanya sebatas teman. Mungkin benar juga kalau kalian hanya sebatas dua manusia yang secara kebetulan dipertemukan sebagai teman satu kelas."

"Tapi, siapa yang bisa jamin kalau salah satu di antara kalian tidak ada rasa? Siapa bisa jamin kalau lo atau Andra sebenarnya sedang menyimpan perasaan yang berbeda?"

"Berteman dengan teman satu kelas itu sangat rawan dalam hal jatuh cinta, Gab. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menghindari fenomena itu."

Oky benar. Siapa yang bisa jamin seseorang tidak mempunyai rasa di saat mereka sering bersama?

Oky juga benar. Berteman dengan teman satu kelas itu sangat rawan dalam hal jatuh cinta.

"Karena gue mau bertemu dengan lo besok."

"Kenapa mau bertemu?"

"Entah. Tapi setidaknya, dengan lo hadir di kelas besok, lo sama dengan membangkitkan semangat seseorang."

"Siap hadir di kelas, Sayang!!"

Mengingat panggilan itu, kini dada Gaby kembali berdebar. Panggilan yang katanya panggilan khusus untuk temannya.

*****

Salam manis,

Ahsidelife.

Time With You (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang