Prolog "Mimpi"

99 10 4
                                    


'Kata orang takdir memang sudah digariskan, tetapi bukan berarti tidak bisa diubah. Bukankah begitu?'

'Lalu... mengapa semuanya menjadi seperti ini? Apa yang salah? Kami hanya ingin pulang.'

Iris mata hitam kelam itu menatap patung besar setinggi 30 meter tanpa wajah, yang mengayunkan pedang besarnya ke arah seorang remaja laki-laki dengan rambut dan pakaian yang berantakan. Remaja itu berlarian menghindari ayunan pedang.

Deru nafasnya terdengar kencang saat berlari zig-zag, berusaha mengalihkan perhatian patung besar itu dari seorang gadis yang berada di sudut dinding goa yang luas, cukup besar bagi patung itu mengayunkan pedang sesukanya.

"Lari, Astara! LARI!" teriaknya kepada gadis bernama Astara, yang membeku melihat patung itu.

'mengerikan'

"Ra! Keluar dari sini! Kita harus hidup terlebih dahulu! Lupakan jalan keluar!"

Dalam sekejap, remaja laki-laki itu sudah berada di hadapan Astara dan menariknya paksa. Pakaiannya berantakan, tubuhnya dipenuhi luka dan darah. Tepat saat mereka hendak melarikan diri, kepala remaja laki-laki itu terpenggal oleh pedang besar yang terbuat dari batu.

Plass.

Deg.

"Tidak! EJA!" teriaknya keras, saat kepala Eja berguling di tanah dan terhenti tepat di kakinya.

"Ah.. Hahh..uh.." Astara menutup mulutnya dengan tangan bergetar, shock membuat nya tidak dapat berbicara.

'Gila!'

Kini, hanya dia yang masih hidup. Perlahan, tubuhnya luruh ke lantai Goa yang lembab.

'Hanya sedikit lagi, kita akan pulang. mengapa seperti ini..kenapa?'

'Hanya sedikit lagi! Mengapa?!!'

Rasa putus asa dan tidak berdaya menyelimuti dadanya. Matanya berkaca-kaca, air mata perlahan mengalir jatuh membasahi pipi. Ia menatap sekeliling, melihat banyak mayat teman-temannya berserakan.

Iris matanya yang kelam kini memerah, tatapannya kosong tanpa gairah hidup saat pedang diarahkan padanya dengan cepat. Dalam hitungan detik, kepalanya terpenggal,  terpisah dari tubuhnya.

'apakah hanya berakhir seperti ini?'

Ssaaa.

Ia seketika terbangun di kursinya, sambil terbatuk-batuk. Rasa leher terlepas dari tubuhnya terasa begitu nyata, tangannya meraba lehernya yang baik-baik saja meskipun terasa sakit, seakan benar-benar terlepas sebelum nya.

Nafasnya masih memburu saat mencoba menenangkan diri.

"Kurasa aku kurang tidur sampai tertidur begini di kelas, mana mimpi Buruk lagi." gumamnya sambil mengacak-acak rambutnya, kesal.

Melihat Astara yang masih terengah-engah, gadis yang duduk sebangku dengannya menghentikan tangannya yang sibuk menulis, lalu melirik Astara khawatir.

"Kenapa, Asta? Tumben banget ketiduran, " ucap Gadis yang sebangku dengan nya, namanya Vera.

Astara hanya menggeleng, lalu menatap papan tulis berisi tugas untuk esok hari, karna gurunya tidak hadir.

"Iya, begadang semalam," jawab Astara, disambut anggukan dari Vera yang kembali melanjutkan menulis.

'Sial, Mimpi buruk. Mengerikan sekali,' Pikirnya sambil mengusap leher.

┈ ┈ ┈ ⋞ 〈 ⏣ 〉 ⋟ ┈ ┈ ┈

Note : Maaf kalau ada kekurangan, Saya masih belajar. Kalau ada kesalahan dimanapun di ketikan saya, tolong beritau, saya akan berusaha memperbaikinya. Hehe.
Selamat membaca!

Revisi pertama  : (11-9-2024)

Our Stories : Island (Proses Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang