Chapter 14 "Menemukan"

12 4 0
                                    

"Semua kenangan kita disini, aku akan menyimpannya menjadi sebuah Album."
-Raka
~•~
.
.
.
.
.

Setelah pertarungan dengan kawanan monyet gila selesai, Talita segera menyembuhkan mereka yang terluka dari yang paling parah yakni Devan yang tubuhnya penuh cakaran dan gigitan monyet.

"Uh.. Devan..." Tiara menutup mulutnya, bagaimana tidak? Tubuh Devan yang sedang disembuhkan memiliki banyak darah, walaupun baju Olahraga yang dipakai Devan berwarna Hitam dengan garis Emas, itu masih terlihat jelas apalagi di baju nya yang robek menampakkan daging berdarah yang sedang disembuhkan Talita.

Astara bisa melihat nya, jika yang lain melihat luka Devan dan Karen dengan mulut tertutup ia berbeda. Ia melihat dan mengamati luka keduanya lalu menoleh ke Luka Eja yang bersama Fairuz duduk sambil mengobrol.

"Kamu terluka...di pipi juga?" Ucap Astara mendekati Eja, ia bisa melihat luka di tangan Eja, cukup panjang dari bahu turun ke pergelangan tangan. Wajah Eja juga memiliki darah di pipinya.

Eja yang sedang duduk di tanah dengan tangan kanan sebagai tumpuan nya dan tangan kirinya yang sakit tampak tidak bergerak dengan darah mengucur, mendongak menatap Astara yang berdiri. Lalu menggeleng, mengusap pipinya. "Nggak, ini darah dari tangan ku." jawab nya.

"Apa ini gak ada di ramalan mu?" tanya Eja dengan alis terangkat. Eja dan yang lain sudah tau bahwa kabar kawanan monyet mendekat itu dari Peta Hologram Sisi.

"Tidak semua aku tau..." mata Astara terlihat sayu, ia merasa ini salahnya.. Karna ia yang seorang peramal tidak tau.

Melihat itu Eja menghela nafas, tubuhnya bersandar di punggung Fairuz yang berada dibelakangnya.
"Nempel-nempel, awas lu!" Fairuz menatap Eja kesal tapi saat melihat Eja meringis, ia tidak tega lalu membiarkan Eja walaupun sempat berdecak kesal Dengan kaki bersilang.

"Bodo." Eja tertawa saat merasa menang dari Fairuz. Ia kembali menoleh ke Astara.
"Aku dengar dari Talita kemampuan mu bukan hanya membangkitkan kemampuan, kan? Apa lagi?" tanya Eja, fairuz yang mendengar nya menguping dari samping.

"Oh, dari Talita ya? Iya ada yang lain." Astara mengangguk.

"Beneran?apa aja tuh?" tanya Eja.

"Kemampuan kedua ku Penenang, lalu yang ketiga-" ucapan Astara terputus saat Buk Sari datang memegang ke dua lengannya secara tiba-tiba.

"Astara, katanya tadi kamu terluka? Apa kamu baik-baik aja sekarang?" tanya Buk Sari saat menatap tubuh Astara ke atas kebawah dan matanya terhenti tepat di bahu Astara, sisa darah dari lukanya.

"Tadi iya, sekarang baik-baik saja, buk. Makasih udah khawatir." Astara tersenyum hangat saat melihat kekhawatiran Buk Sari, hatinya terasa hangat dan bahagia.

Buk Sari menghela nafas lalu memeluk Astara, ia merasa gagal menjadi guru mereka saat beberapa anak-anak nya terluka parah.

Awalnya tubuh Astara tegang jujur ja agak merasa risih saat dipeluk, tapi terdiam saat merasakan tubuh Buk Sari bergetar. Bahunya basah.

Eja dan Fairuz yang tepat di depan Buk Sari terdiam melihat Buk Sari menangis. 'Ah... Mereka tau, ternyata beban di pundak Buk Sari lebih berat, ya?' pikir keduanya.

Tiara yang tadinya sibuk melihat luka Devan yang sudah sembuh dan kini Talita mengobati Karen, langsung ikut menangis saat Melihat Buk Sari yang menangis, ia langsung memeluk Buk Sari diikuti Vera, Si kembar, dan yang lainnya.

Hanya Talita anak perempuan yang sibuk mengobati Karen, ia sempat melihat itu lalu berpaling tidak ingin ikut menangis, ia kembali menyembuhkan Karen.

Anak laki-laki seperti Eja, Fairuz, Raka dan lainnya hanya diam rata-rata berpaling tidak ingin melihat Buk Sari menangis.

Our Stories : Island (Proses Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang