CHAPTER 3 - HER JOB

174 31 42
                                    


Nicole tengah muntah-muntah ke kresek yang sejak tadi dipegangnya. Jalanan tol Cipularang lumayan lengang siang itu, tapi Budi menyetir ugal-ugalan, karena mereka nyaris terlambat. Seharusnya Nicole berangkat tadi subuh, tapi karena perutnya sakit, Budi pun terpaksa menunggunya merasa lebih baik. Siapa sangka, di tengah tol justru bosnya itu menguras isi perutnya lagi. Begitulah, kalau manusia terlalu serakah pada makanan, saat perut bilang cukup, tapi otak masih ingin menambah dan menambah, tubuh pun perang dingin. Budi bahkan tidak sampai hati mengomeli Nicole meski dia tahu persis penyebab dari semuanya ini apa, dan bagaimana. Budi hanya fokus menyetir dengan selamat, karena Nicole, sudah mewanti-wantinya, apapun yang terjadi mereka akan tetap berangkat kerja. Nicole katanya tidak sanggup dicap tidak profesional lagi. Perjalanan ke Bandung seharusnya tidak memakan waktu terlalu lama, jadi waktu Nicole untuk istirahat memang tidak banyak.

Acara roadshow kali ini dilaksanakan di salah satu kampus besar di Bandung. Sebuah acara audisi stand up comedy khusus untuk peserta mahasiswa, dan dinamai "SCUM", singkatan dari Stand Up Comedy Untuk Mahasiswa. Budi nyaris terbahak waktu membaca nama acaranya dari proposal kerja via surel, tapi karena ekspresi Nicole bagai hidup segan mati tak mau, ia pun mengunci mulutnya rapat-rapat. Toh, Nicole sudah haus kerjaan, tidak tahan menganggur, jadi mari bersama mencari sesuap berlian.

"Teteh, diminum atuh Antimows-nya, ada di pouch tadi aku siapin," bujuk Budi, sambil melirik kaca spion.

"Hoeeek," potong Nicole untuk kesekian kalinya. "U-udah."

"Yang bungkusnya abu-abu, kan, Teh?" Budi memastikan dengan nada khawatir. Mereka tidak boleh berhenti lagi, karena jalanan dalam kota Bandung seringnya padat merayap, mereka bisa semakin terlambat.

"Merah, ah!" bantah Nicole sambil menekan mulutnya dan kedap-kedip menahan mual.

"Aduh, eta mah Bolodrek, obat batuk atuh Teteh, kumaha!! (gimana!!) Paingan muntah keneh! (Pantas saja masih muntah-muntah!)"

Nicole pun memejamkan mata saja daripada Budi semakin panik, toh dia merasa tak sanggup untuk menelan apa-apa lagi saat ini.

"Jangan merem, Teteh lihat ke jalan, biar nggak tambah eneg," tambah Budi.

"Cicing geura Bud, lah! (Diam deh, Bud!)"

***

Sesampainya di kampus yang dimaksud, Budi pun dengan sigap mengantarkan Nicole ke ruang tunggu juri, dan mengarahkan tim perias untuk segera menata rambutnya yang semrawut. Untuk makeup, berhubung kulit Nicole mulus halus kinclong, tidak terlalu repot untuk menyulapnya lebih presentable. Selagi Nicole didandani, ia pun meluncur keluar untuk mencari teh hangat, karena saat itu panitia hanya menyediakan air mineral.

Nicole hanya menatap kosong ke cermin, mengangguk saja bila ditanya mau warna apa untuk pemulas bibir dan matanya. Alhasil sang penata rias pun memilihkan warna-warna yang aman saja, meski berkali-kali bertanya dulu, karena takut nanti disalahkan bila tidak sesuai selera si artis.

"Teteh, punten ini mah, Teteh pucet banget, lagi nggak enak body, ya?" tanya salah satu MUA.

Nicole melirik ke atas, kepalanya masih lurus ke depan, "Hu'uh, begah banget, dari tadi pagi, tapi ... nggak papa kok," ia menyengir sekilas ke cermin, karena tahu para MUA memperhatikannya dari cermin. Tanpa sadar mengurut pelan perutnya.

"Udah ke dokter, Teh? Bisi kenapa-kenapa?"

"Nanti ajalah, habis syuting, biar lega," balas Nicole.

"Aduh, syutingnya suka lama loh, Teh? Yakin nggak papa?"

ExpiredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang