Setelah orang tua Adam berangkat ke luar negeri, rumah itu terasa lebih sunyi daripada biasanya. Karin yang kini resmi menjadi istri Adam, mulai merasa tanggung jawab yang lebih besar. Setiap hari, Karin merawat Adam dengan sepenuh hati, menjaga kesehatannya, dan memastikan semua kebutuhan Adam terpenuhi.
Namun, meski Karin sudah berusaha keras, Adam tetap merasa rendah diri. Keadaan yang membuatnya tidak bisa berbuat banyak sebagai suami membuatnya sering terjebak dalam perasaan frustrasi dan tak berdaya. Setiap malam, setelah Karin membantu Adam berbaring di tempat tidur, Adam seringkali terdiam lama, memikirkan kehidupan yang kini dijalaninya.
****
hari-hari terus berlalu, dan bulan-bulan berlalu dalam setiap detiknya, Karin selalu berada di sisi Adam. Sejak pernikahan mereka, Karin telah menjalankan perannya dengan penuh kasih sayang dan ketulusan, merawat suaminya tanpa sedikit pun mengeluh. Meski kehidupan mereka tidaklah mudah, terutama dengan kondisi Adam yang serba terbatas, Karin tak pernah mundur. Setiap pagi, dia memulai harinya dengan memastikan Adam mendapatkan perawatan yang terbaik.
Setiap pagi, saat matahari mulai menyinari ruangan mereka, Karin akan bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan ringan bagi Adam. Setelah itu, dia dengan lembut membangunkan Adam dari tidurnya. Memandang wajah suaminya yang masih lelap, Karin selalu merasakan dorongan kuat untuk terus berjuang bersama Adam. Dengan lembut, dia membangunkan Adam, menyapanya dengan senyuman manis.
"Selamat pagi, Mas. Waktunya bangun dan bersiap-siap untuk terapi hari ini," ujar Karin sambil mengusap lembut tangan Adam.
Adam, yang masih merasa kaku dan terbatas dalam gerakannya, membalas senyum Karin dengan pandangan penuh syukur. Meskipun kondisi fisiknya membuatnya sulit bergerak, ada semangat yang terus tumbuh dalam dirinya berkat dukungan penuh cinta dari Karin.
Karin kemudian membantu Adam duduk di kursi roda yang telah disiapkannya. Dengan cekatan, dia mulai membersihkan tubuh Adam, memandikannya dengan penuh perhatian. Setiap sentuhan tangan Karin terasa lembut namun penuh kehangatan, seolah menyampaikan pesan bahwa dia akan selalu ada untuk suaminya, apapun yang terjadi.
Setelah mandi, Karin dengan hati-hati menggantikan pakaian Adam. Dia juga memastikan bahwa popok yang dikenakan Adam selalu bersih dan kering. Meskipun ini adalah tugas yang tidak mudah dan membutuhkan banyak kesabaran, Karin melakukannya tanpa ragu sedikit pun. Baginya, merawat Adam adalah bentuk cintanya yang paling nyata.
Setelah semua persiapan selesai, mereka berdua akan berangkat ke sesi terapi. Awalnya, Adam merasa enggan untuk menjalani terapi karena rasa putus asa yang sering menghantuinya. Namun, Karin selalu berhasil memberinya dorongan. Dengan kata-kata lembut dan semangat yang tulus, Karin menguatkan hati Adam untuk terus berusaha.
"Satu langkah kecil hari ini akan membawa kita lebih dekat ke pemulihan, Mas. Kita bisa melakukannya bersama," kata Karin setiap kali Adam tampak ragu untuk menjalani terapi.
Di pusat terapi, Karin selalu setia mendampingi Adam, mengawasi setiap gerakan dan kemajuan yang diperoleh suaminya. Dia akan selalu ada di samping Adam, menggenggam tangannya, memberikan dorongan moril yang tak ternilai. Setiap kali Adam berhasil melakukan latihan yang diberikan oleh terapis, Karin akan memberikan pujian yang tulus, membuat Adam merasa lebih percaya diri.
Perlahan tapi pasti, kondisi Adam mulai menunjukkan kemajuan. Salah satu perubahan yang paling terasa adalah berkurangnya hipersalivasi yang dulu sangat mengganggunya. Dengan pengobatan dan latihan rutin, Adam mulai dapat mengendalikan produksi air liurnya, dan ini membuatnya merasa jauh lebih nyaman.
Perubahan positif lainnya adalah kemampuan berbicara Adam yang mulai kembali pulih. Awalnya, Adam hanya mampu mengucapkan beberapa kata dengan terbata-bata dan tidak jelas. Namun, dengan latihan vokal yang intensif dan dukungan dari Karin, suaranya mulai kembali. Kata-kata yang keluar dari mulutnya semakin jelas dan lancar. Adam sangat bersyukur atas kemajuan ini, dan setiap kali dia berhasil berbicara dengan lebih baik, dia akan melihat ke arah Karin dengan mata berbinar, seolah ingin mengatakan bahwa semua ini tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan istrinya.
Karin selalu membalasnya dengan senyuman yang penuh kebahagiaan. "Lihat, Mas, kamu semakin baik setiap harinya. Aku tahu kamu bisa melakukannya," ujar Karin dengan penuh semangat.
Selain terapi, Karin juga memastikan bahwa Adam mendapatkan nutrisi yang tepat. Dia selalu berusaha menyiapkan makanan yang sehat untuk Adam. Meski harus menghabiskan banyak waktu di dapur, Karin melakukannya dengan penuh cinta, memastikan setiap hidangan mengandung cukup gizi untuk mendukung pemulihan Adam. Dia tahu betapa pentingnya asupan makanan dalam proses penyembuhan, dan dia tidak mau mengabaikan hal itu.
Malam hari menjadi waktu yang penuh keheningan dan refleksi bagi mereka berdua. Setelah seharian menjalani terapi dan perawatan, Karin akan membantu Adam bersiap untuk tidur. Namun, sebelum tidur, mereka sering kali berbicara mengenai berbagai hal. Meski awalnya percakapan mereka terbatas karena kondisi Adam.
"Masa depan kita mungkin masih panjang dan sulit Mas, tapi aku yakin kita bisa melewatinya bersama," kata Karin pada suatu sore, saat mereka duduk bersama di atas kasur.
Adam mengangguk, merasakan semangat yang sama dalam hatinya. "Selama kita bersama, aku tahu semuanya akan baik-baik saja."
Karin tersenyum, menggenggam tangan Adam dengan erat. Dia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan ketulusan yang mereka miliki, tidak ada yang mustahil.Setiap kali Adam merasa down, Karin akan mengingatkannya pada semua kemajuan yang telah dicapai.
"Lihat seberapa jauh kamu sudah melangkah, Mas. Jangan menyerah sekarang. Kita sudah setengah jalan," katanya dengan penuh keyakinan.
"K-Kalin...," Adam memulai, suaranya sedikit gemetar, "K-Kenapa... k-kamu... mau menikah d-denganku? A-aku... tahu... a-aku tidak... bisa memberi... a-apa-apa... padamu. A-aku... hanya... b-beban... unt-t-tukmu."
Karin yang sedang membenahi bantal, berhenti sejenak. Ia menatap Adam yang terlihat lemah di tempat tidurnya, mata Adam tampak memancarkan kesedihan dan keraguan.
"Mas...," Karin mendekat, duduk di samping tempat tidur, "Aku tahu keadaanmu, dan aku paham bagaimana perasaanmu. Tapi ini adalah keputusanku, dan aku memilih untuk berada di sisimu. Kamu bukan beban, kamu adalah suamiku sekarang."
Adam terdiam, menelan ludah dengan susah payah. Kata-kata Karin seperti memberi sedikit cahaya di tengah kegelapan yang selama ini menyelimuti pikirannya.
"Aku... aku... hanya... t-tidak ingin... m-membuatmu mendelita," Adam akhirnya mengakui dengan suara terbata-bata, "Aku... m-melasa... sepelt-t-ti... aku... melenggut... k-kebebasanmu."
Karin menggeleng pelan, menggenggam tangan Adam dengan lembut. "Tidak ada yang merenggut apapun dariku, Adam. Justru, aku merasa memiliki tujuan dalam hidupku sekarang. Merawatmu adalah hal yang ingin kulakukan, bukan karena terpaksa, tapi karena aku memilih untuk melakukannya."
Mata Adam mulai basah. "K-Kalin, a-aku... t-takut... a-aku t-takut... k-kamu akan... m-m-menyesal."
Karin tersenyum hangat, mengusap pipi Adam yang masih terlihat memerah. "Aku tidak akan menyesal, Mas. Kita akan menghadapi ini bersama. Jangan merasa sendiri, aku akan selalu ada di sampingmu."
Malam itu, percakapan mereka berakhir dengan Adam merasa sedikit lebih tenang. Karin tahu, perjalanan mereka sebagai suami istri akan penuh tantangan, tetapi dia telah memutuskan untuk menghadapi semuanya dengan hati yang kuat dan cinta yang tulus.
Hari-hari berlalu, dan hubungan mereka pun perlahan-lahan mulai terbentuk. Meski Adam masih merasa tak berdaya, kehadiran Karin yang penuh kasih sayang dan perhatian mulai memberikan kekuatan baru baginya. Di dalam hati, Adam berjanji akan berusaha untuk menjadi suami yang terbaik bagi Karin, meskipun dengan segala keterbatasannya.
Sementara itu, Karin terus menjalani hari-harinya dengan penuh dedikasi. Setiap senyum yang Adam berikan, sekecil apapun, menjadi kebahagiaan besar bagi Karin. Mereka mungkin tidak memiliki kehidupan yang sempurna, tetapi mereka memiliki satu sama lain, dan itu lebih dari cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi CEO Cacat
ChickLitAdam Putra Lesmana adalah ceo kaya yang memiliki kekuasaan dimana mana. lelaki sempurna yang tampan dan begitu mempesona namun karena kecelakaan , semuanya berubah. Karin Astiana Putri adalah gadis biasa anak dari seorang supir di keluarga Adam yang...