19. Nanti Kita Tulis Semuanya

917 135 32
                                    

"Dek?!"

"Hah?! Iya? Kenapa?"

Lino gelagapan sendiri dan baru sadar kalau Chandra sudah ada di depannya, dan membaringkan kepala di atas pangkuan Lino yang kebetulan sedang duduk di tepi kolam renang sembari mengayunkan pelan kakinya.

"Adek kenapa? Ngelamun terus dari tadi," tanya sang pria kemudian. "Adek sakit?"

"Ah? Nggak, kok. Cuma penasaran aja," gumam Lino sambil menengadah; memandang gedung hotel yang menjulang tinggi seolah hendak mencakar langit. Hatinya masih gundah, dan ia tak berhenti bertanya-tanya.

Ah, seharusnya tadi tak perlu menanyakan banyak hal tentang hubungan Chandra dengan mantannya kalau pada akhirnya Lino merasa insecure sendiri. Mendengar kalau orang itu adalah anak orang kaya saja membuat Lino jadi membandingkan dirinya yang bukan apa-apa.

Lalu tentang hubungan mereka juga yang sepertinya sudah cukup jauh sampai Chandra berniat meminangnya. Kira-kira berapa lama mereka berpacaran? Siapa dulu yang memulai? Apa saja yang sudah mereka lakukan? Ke mana saja mereka pergi? Apa orang itu lebih baik dari Lino? Ya, sepertinya memang begitu kalau didengar dari keadaannya juga yang serba berkecukupan. Orang begitu pasti hidupnya pasti enak, keluarganya pasti tidak ada yang toxic, dan pasti dia berpendidikan tinggi.

Hebat sekali, ya? Chandra jelas beruntung bisa dapat kekasih seperti orang itu. Sayang, karena kelakuannya sendiri ia justru memutus hubungan yang sudah mereka bina.

Kalau begitu haruskah Lino bersyukur karena Chandra akhirnya menikah dengannya?

Tapi bersyukur atas dasar apa? Ia baru memulainya, dan tidak banyak yang ia ketahui tentang suaminya itu. Pula takkan lupa juga 'kan kalau pernikahan antara Lino dan Chandra bukan didasari dengan perasaan cinta. Ini hanyalah sebuah langkah yang Lino ambil dari rencana gilanya.

Lalu apa lagi? Apa masalahnya dengan mantan Chandra tadi, Lino? Kenapa kamu terus memikirkannya? Tentang dia yang bahkan namanya tak kamu ketahui justru mengusik dirimu sendiri? Untuk apa dipikirkan lagi? Tentang Chandra yang meminangmu tanpa kejelasan pasti, tak perlu kamu risaukan lagi. Bukankah yang terpenting adalah rencanamu yang perlahan mulai berjalan kini? Tinggal satu bagian lagi saja yang perlu kamu lakukan, dan semuanya akan sempurna.

Untuk apa Lino? Untuk apa terus memikirkannya? Untuk apa terus mempertanyakannya? Untuk apa?

"ADEK!"

"AYAM!"

Tiba-tiba Lino memekik kencang karena Chandra menepuk pahanya sebab ia kedapatan melamun lagi tadi.

"Kakak!" teriaknya kemudian. "Kaget tau!"

"Abisnya dipanggil gak nyaut-nyaut. Kamu tuh lagi mikirin apa, Dek? Tadi bilang penasaran, penasarannya sama apa?" cecar Chandra seketika.

"Adek tuh penasaran kenapa tadi liat harga baso di sini paling murah seratus ribu? Kenapa bisa semahal itu? MahHaAalL bangettttt!!!" racau Lino seketika alih-alih menjelaskan perihal apa yang terus mengusik pikirannya.

"Oh?" Chandra terpaku sesaat, ia menghela napas lelah sebelum menjawab, "Soalnya bahan pangan di sini lebih mahal dari di pulau Jawa. Tadi fettuccine sama spaghetti yang kita makan terus sama es kelapa muda aja sampe lima ratus ribuan lebih," paparnya kemudian.

"HAH?! Seriusan?!"

"Iya beneran."

"Di Bogor makan lima ratus ribu di warteg bisa sampe muntah, Kak!" oceh si manis.

"Ffftt ... iya, Kakak tau. Tapi kita kan bukan lagi di Bogor, Sayaaanggg. Lagian gak pa-pa deh, sekali-kali makan yang mahal-mahal gitu. Gak sampe jual ginjal juga buat bayarnya," pungkas Chandra.

MAISON; My Boss, My Husband ✓ [Banginho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang