Bab 5: Hwajeon Untuk Gyunghui

43 27 0
                                    

Ruang pertemuan khusus keputrian yang berada dalam Istana Kerajaan Nara sudah ramai. Setiap pagi, adalah sebuah kewajiban bagi ketiga putri dan para selir raja untuk menyapa permaisuri.

Berhubung Gyunghui adalah putri termuda, ia kini berdiri paling kiri. Sedangkan di tengah adalah kakak kedua—Eun Hee Ongju—yang tengah mengandung anak pertama, sedang paling kanan adalah putri pertama—Hee-young Gongju—yang di sampingnya berdiri putra keduanya—yang baru berumur empat tahun. Karena kedua putri tertua telah menikah, mereka diperbolehkan hanya datang ke istana satu minggu sekali. Itulah yang membuat Gyunghui selalu ingin main ke luar istana.

Saat sang permaisuri memasuki ruang pertemuan, para selir, ketiga putri, beserta para abdi segera memberi hormat lalu duduk di atas alas yang telah disediakan. Putri Gyunghui yang semalaman tak dapat tidur nyenyak langsung duduk dan tampak lesu. Hal ini pun tak luput dari pandangan sang ratu.

"Kenapa wajahmu terlihat bengkak, Gyunghui?" tanya permaisuri yang hari ini memakai hanbok berwarna keemasan, ia tampak bersahaja dengan mahkota bertatahkan giok dan permata di atas kepala.

"Aku kurang tidur, Eomma Mama." Gyunghui pun segera menjawab dengan wajahnya yang masih tampak sedang merindukan bantal. Kalau saja bukan karena peraturan, ia memilih tetap berada di atas tempat tidur yang nyaman.

"Kurang tidur? Mengapa? Apa ada sesuatu yang kurang atau sedang kau pikirkan?" Sang ratu jelas heran, sebab kegalauan putrinya selama ini hanyalah karena ia tidak diberi izin ke luar istana.

"Tidak ada yang kurang, hanya saja aku sedang memikirkan seseorang." Gyunghui yang polos segera saja mengadukan keresahan hatinya.

"Siapa yang kau pikirkan sampai tidak bisa tidur?" tanya putri Eun Hee dengan mata yang menyiratkan rasa ingin tahu. Meski ia anak dari selir, tetapi dirinya cukup dekat dengan kedua putri lain.

"Itu masalahnya. Aku tidak tahu, Eun Hee Nunim." Gyunghui menjawab seraya menggeleng dan susah payah menahan kuap.

"Eomma Mama, sepertinya si putri bungsu ini sudah waktunya dicarikan jodoh," ucap putri pertama dengan senyum yang tertahan. Ia sengaja berkata demikian karena ingin menggoda adiknya.

"Hee-young Nunim!" protes Gyunghui seraya merajuk karena malu. Wajahnya sampai memerah karena digoda sedemikian rupa.

Sang ratu pun tersenyum melihat tingkah Gyunghui yang salah tingkah. Ia sedikit-banyak mengerti dengan apa yang terjadi pada putrinya tersebut. Namun, belum sempat ia menanggapi gurauan kedua putri lain. Terdengar seruan dari balik pintu.

"Yang Mulia Ratu, Tuan Kim Beom Seo dan putranya datang hendak memberi salam." Kasim yang berada di depan pintu memberikan pengumuman.

Setelah anggukan setuju dari Ratu, pintu bergeser terbuka. Tuan Kim beserta seorang laki-laki muda yang berjalan di belakangnya pun masuk.

"Kalian bertiga pergilah dulu, kita lanjutkan obrolan nanti siang di taman bunga. Kita bicarakan tentang sesuatu yang tengah Gyunghui pikirkan semalaman itu di sana." Permaisuri pun berkata kepada ketiga putrinya dengan mata menatap tajam ke arah Gyunghui yang masih tampak malu.

"Baik, Eomma Mama, kami pamit undur diri."

Putri Gyunghui pun ikut bangkit dan segera berbalik, tetapi karena langkahnya yang terburu-buru ujung hanbok-nya terinjak. Gadis itu jadi terhuyung, tetapi tak merasakan dirinya jatuh ke lantai. Rupanya, tubuhnya tertahan di udara sebab ada lengan kuat yang menahan agar tak terjatuh.

Putri Gyunghui mendongak, ia hendak mengucapkan terima kasih kepada penolongnya. Namun, mata bulat sang putri seketika terbelalak. Orang yang membantunya, adalah laki-laki tampan kemarin yang telah membuat dirinya jadi bahan olok-olok kedua kakak perempuannya hari ini.

Hwajeon Untuk Gyunghui [ ✔️ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang