BAB I : Seperti Ini Rumahku

146 88 164
                                    

"Kata orang, ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tapi, bagaimana dengan aku? Hatiku bahkan sudah berkali-kali dipatahkan oleh ayahku, dan rasanya seperti serpihan-serpihan itu belum pernah menyatu kembali."

...

— Pulang ke Pelukan Senja —

Langit malam terhampar luas di atas sana, dihiasi oleh bulan yang bersinar terang, memancarkan cahayanya hingga ke bumi. Saat aku mengendarai motorku menuju tempat kerja paruh waktu, suasana sekitar begitu tenang dan hening. Lampu-lampu jalan menyinari jalanan yang sepi, menciptakan bayangan-bayangan yang misterius di sepanjang perjalanan.

Setelah beberapa menit perjalanan, aku tiba di tempatku bekerja, sebuah laundry pakaian. Aku memarkirkan motorku dengan hati-hati, siap untuk memulai pekerjaanku malam ini. Namun, sebelum aku melangkah masuk, keinginan untuk menghangatkan diri dengan secangkir kopi menyelinap ke pikiranku.

Aku melintasi jalanan menuju kedai kopi favoritku yang terletak di seberang jalan. Cahaya lampu kedai yang redup menarik perhatianku, dan aroma kopi yang harum menguar dari pintu masuk membuatku tak sabar untuk menyeruputnya. Masuk ke dalam kedai, aku memesan kopi favoritku dan duduk di sebuah kursi antrean, membiarkan diriku tenggelam dalam kedamaian malam.

"Kak Luna, kopinya udah siap."

Setelah menunggu beberapa saat, satu gelas cappuccino akhirnya siap. Aku mengambilnya dengan hati-hati, merasakan panasnya dari gelas kopi tersebut. Dengan senyum, aku menuju kasir untuk membayar pesananku.

"Terimakasih, Kak. Have a great day!" ujar sang kasir dengan ramahnya.

"Terimakasih kembali," jawabku.

Setelah melakukan pembayaran, aku keluar dari kedai kopi tersebut. Aroma kopi yang harum dan kehangatan dari gelas yang kupegang menemani langkahku menuju tempat kerja paruh waktu. Dengan segelas kopi di tangan, aku merasakan semangat dan kehangatan menjalar di dalam diriku, siap untuk me jalani hari malam yang akan cukup melelahkan ini.

Sesampainya di tempat laundry, aku memasuki ruangan dan meletakkan tas di loker yang tersedia. Sembari menyesuaikan diri dengan ruangan ini, aku meletakkan cappuccino tak jauh dari tempatku menyetrika baju. Di tempat ini, aku bisa melihat kegiatan orang-orang di kedai kopi yang tadi aku singgahi. Mereka terlihat begitu bahagia dan bebas dari beban. Meskipun terlihat demikian, aku sadar bahwa aku tidak pernah benar-benar tahu tentang kehidupan mereka di luar penampilan yang terlihat dari jauh. Mungkin di balik senyum mereka, terdapat cerita dan perjuangan yang tidak terlihat dari permukaan.

"Luna, tolong tempelin nota ini ke plastik itu ya!" pinta Caca.

Aku melihat nota yang diberikan oleh Caca, rekan kerjaku, yang berisi detail permintaan pelanggan. Dengan cermat, aku membaca informasi yang tertera di nota tersebut, memastikan tidak ada kesalahan sekecil apapun dalam proses pengelolaan laundry.

"Atas nama Vano, kan? Di plastik paling ujung?" tanyaku memastikan.

"Iya, Lun," jawab Caca sebelum pergi dari ruangan setrika.

Setelah memeriksa dan memastikan semuanya sesuai, aku mengambil sepotong perekat dari tempatnya dan menempelkannya dengan hati-hati ke plastik laundry yang telah berisi pakaian rapi. Setiap pekerjaan dilakukan dengan teliti dan hati-hati, memastikan bahwa setiap pesanan diproses dengan baik dan rapi.

Pulang ke Pelukan Senja (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang