Chapter 8 : Ice Cream

1.9K 233 34
                                    

Cuaca yang begitu cerah dipadukan oleh pemandangan danau yang begitu indah, ditambah lagi dengan suasana jalanan kota yang tak terlalu ramai membuat perjalanan mereka terasa begitu menyenangkan. Terlebih Hakemma yang membuka kaca mobilnya sehingga angin yang berhembus dari arah danau berhasil menyejukan mereka.

Namun, dibanding menikmati perjalanan mereka, Lajuna malah terduduk dengan kaku di kursi penumpang dengan Helma yang berada di pangkuannya sambil terus mengoceh tentang banyak hal. Suasana di dalam mobil terasa begitu monoton, untung saja Helma masih belum mengerti dengan situasi seperti ini dan mengisi kesunyian di dalam mobil tersebut.

Hakemma melirik Lajuna yang sesekali menyahuti ucapan Helma. Keduanya terlihat sudah akrab, Hakemma juga merasa heran dengan tingkah Helma yang tiba-tiba ingin berdekatan dengan Lajuna. Terlebih bocah itu langsung merasa nyaman dengan kehadiran Lajuna, tak biasanya Helma mau berinteraksi dengan orang lain.

Hakemma jadi berpikir, mungkin Helma memiliki ketertarikan yang sama dengan dirinya. Jadi, bocah itu mendekati Lajuna karena mengikuti nalurinya. Namun, disamping itu Hakemma juga bersyukur. Akibat keinginan Helma, Hakemma menjadi bisa berdekatan dengan Lajuna meskipun mereka masih begitu canggung.

Setidaknya mereka bisa menghabiskan waktu bersama tanpa mendapatkan pandangan aneh dari bawahannya yang lain. Hakemma tersenyum kecil, telinganya kembali memerah karena jantungnya yang semakin menggila. Sial, ia menunggu moment seperti ini selama bertahun-tahun lamanya. Akhirnya hal ini akan ia jadikan langkah awal untuk kembali mendekati Lajuna.

Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit lamanya, mobil hitam milik Hakemma terparkir apik pada sebuah restoran cepat saji yang menjadi favoritnya selama ia berada disini. Saat Lajuna akan membuka pintu mobil, lengannya ditahan oleh Hakemma yang membuatnya segera mengurungkan niatnya itu.

"Sebentar, Jun. Saya mau bicara dulu sama Helma."

"O—oh? Oke ..."

Hakemma memandang Helma yang memainkan kancing cardigan yang digunakan oleh Lajuna. Bocah itu menunggu hal apa yang akan dikatakan Hakemma kepadanya.

"Listen, sekarang udah masuk jam makan siang, jadi kamu harus isi perut dulu, habis itu kita beli es krim, oke?" Hakemma menatap lurus binar polos milik Helma.

Namun sayangnya, Helma menggeleng pelan, ia merapatkan dirinya pada tubuh Lajuna seakan meminta perlindungan dari pria manis tersebut kemudian ia berucap,

"Aku maunya es krim!"

"Kamu harus makan dulu, nanti kita beli es krim sebagai dessert."

"Gak mau!"

Hakemma menghembuskan nafas berat. Helma memang sedikit sulit dibujuk agar ia mau mengisi perutnya. Yang Helma inginkan hanya makanan-makanan manis, terkadang Hakemma sedikit kesulitan untuk mengontrol pola makan Helma. Ia juga harus bersabar karena Helma sangat keras kepala jika menginginkan sesuatu, sama seperti dirinya.

Hakemma menutuskan untuk kembali mencoba membujuk Helma. Seraya mengusak surai cokelat milik Helma sambil tersenyum simpul. "Makan dulu, ya? Emangnya kamu belum laper? Ini udah siang, loh. Nanti di marahin Mommy kalo kamu gak makan."

"Gak mau, Daddy! Aku maunya es krim! Tadi Daddy bilang mau beli es krim, bukan mau makan siang!!" Helma mulai merengek.

Lajuna yang sedari tadi hanya memperhatikan keduanya pun akhirnya turun tangan. Ia menatap sosok Helma, diusapnya pipi gembil bocah itu dengan gemas. "Helma ... makan dulu, yuk. Makan sama aku. Habis itu, kita balapan makan es krim, yang menang dapet hadiah!" Lajuna mencoba membujuk Helma.

Yang dibujuk mengerutkan bibirnya, namun Helma terlihat menimbang-nimbang tawaran Lajuna. "Hadiahnya apa?" tanya Helma.

Lajuna mengulum senyum. "Rahasia. Makanya kamu harus makan siang dulu biar punya tenaga buat balapan sama aku. Kalo kamu punya banyak energi, kamu bisa menang dan dapet hadiah, gimana?"

EDELWEISS : The Destiny Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang