Chapter 34 : As Long As I'm With You

1.3K 160 22
                                    

Lajuna bersandar pada headboard kasur, pandangannya menerawang begitu pula pikirannya yang berkelana entah kemana. Jemarinya bergerak, memainkan selimut yang menghangatkan tubuhnya secara acak tanpa ia sadari. Perasaan berat itu masih hinggap dihatinya hingga cairan bening yang terasa asin itu tak henti-hentinya terjun dari pelupuk matanya yang sudah membengkak dan sedikit membiru karena terlalu lama menangis sejak kemarin. Lajuna memijit kepalanya yang terasa sangat pusing.

"Haahh ... gue hampir kehilangan semua harapan hidup ..." keluhnya pada diri sendiri.

Lajuna menyayangkan keputusan Ziah yang menyembunyikan kabar tentang kematian Wendy darinya. Padahal, Lajuna berhak mengetahuinya. Meskipun Wendy tak pernah menanyakan kabarnya selama bertahun-tahun lamanya, Lajuna tetap menyayangi sosok Ibundanya itu. Lagipula, Lajuna tak pernah marah kepada Wendy yang meninggalkannya bersama Sang Nenek, Lajuna juga tak menuntut Wendy untuk memperhatikannya karena Lajuna sendiri tak merasa jika dirinya kekurangan kasih sayang. Namun, kabar duka itu seolah menghancurkan segala pertahanannya untuk tetap hidup.

Wendy merintih kesakitan kala Lajuna tengah tertawa lepas dan merenggut nyawa disaat Lajuna sedang asyik berpesta merayakan ulang tahun bersama teman-temannya. Lajuna merasa tak berguna. Ia bahkan tak merasakan perasaan aneh sedikitpun hari itu. Ia terlalu berbahagia seakan-akan kematian Ibundanya bukanlah hal yang patut ia rasakan. Akibatnya, Lajuna jadi membenci hari ulang tahunya sendiri. Ia bertekad bulat untuk tidak merayakannya sama sekali untuk mengenang kepergian Wendy.

Suara pintu kamar yang terbuka membuat Lajuna mendongak untuk memandang siapa yang baru saja memasuki kamar. Ia tertegun saat melihat Hakemma yang tersenyum cerah sambil membawa nampan besar berisi menu sarapan dan beberapa cemilan lainnya. Benar, sekarang Lajuna sudah memiliki Hakemma yang akan menemaninya selama sisa hidupnya. Sosok senior tengil yang tiba-tiba datang di kehidupannya dan membuat hidupnya terasa lebih berarti.

Lajuna mengamati pakaian Hakemma yang terlihat santai, bahkan disaat cuaca dingin seperti ini, Hakemma hanya menggunakan kaus yang dipadukan oleh celana pendek. Terkadang Lajuna merasa aneh dengan tubuh Hakemma yang bisa bertahan pada suhu rendah. Lajuna menyeka air matanya lalu tersenyum kecil.

"Kakak gak kerja? Bukannya hari ini ada rapat penting?"

Hakemma mendudukan tubuhnya pada pinggiran kasur dan meletakkan nampan berisi makanan itu di atas nakas. Seraya mengambil mangkuk berisi bubur buatannya yang terlihat sangat lezat dimata Lajuna. "Gak ada yang lebih penting dari keadaan kamu sekarang, Sayang. Sarapan dulu, yuk. Kakak suapin," katanya.

Lajuna mengangguk dan mulai menyantap bubur buatan tunangannya itu cukup lahap. Hakemma menyuapinya dengan telaten, sesekali ia mengusap lembut sudut bibir Lajuna jika ada sisa bubur yang tertinggal disana. Hakemma menilik penampilan Lajuna pagi ini, salah satu tangannya bergerak untuk membelai lembut surai yang berantakan dan sedikit kusut.

"Kamu cantik banget, selalu cantik. Kok kamu bisa secantik ini, Sayang? Tuhan bener-bener lagi bahagia pas ciptain kamu ya?" pujinya.

Lajuna yang sedang mengunyah buburnya pun terhenti mendengar pujian tersebut. Ia menoleh ke arah cermin besar yang ada di kamar Hakemma untuk menatap pantulan dirinya. Tidak, bahkan sosok zombie pun terlihat lebih baik dari pernampilannya saat ini. Lajuna sangat kacau dan lusuh. Kantung mata menghitam yang membengkak, rambut berantakan, pakaian kusut, wajah yang sedikit membengkak dan memerah, dimana sisi yang Hakemma anggap cantik itu?

"Gak usah ngejek," sahut Lajuna.

Dahi Hakemma terlihat berkerut, "Siapa yang ngejek? Kamu emang cantik." Hakemma mengulum senyum lalu mengecup kening Lajuna beberapa saat. "Kamu cantik apa adanya, Sayang. Bukan cuma fisik kamu yang cantik, hati dan jiwa kamu juga cantik. Semua tentang kamu itu cantik," lanjutnya. Seraya kembali menyodorkan sesendok bubur ke mulut Lajuna yang terkatup rapat karena sang empu tengah salah tingkah.

EDELWEISS : The Destiny Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang